Menuju konten utama

YLKI Nilai Gardu Tol Otomatis Tidak Mengurangi Kemacetan

Aturan nontunai di semua pintu tol justru membuat gardu tol otomatis semakin macet.

YLKI Nilai Gardu Tol Otomatis Tidak Mengurangi Kemacetan
Petugas Jasa Marga membantu pengendara melakukan transaksi nontunai menggunakan e-toll di Gerbang Tol Citeureup 2, Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (22/9/2017). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

tirto.id -

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan gerbang tol otomatis (GTO) yang mengharuskan pengguna jalan tol membayar menggunakan uang elektronik tidak mengurangi kemacetan di jalan tol.

"Yang menyebabkan kemacetan di jalan tol adalah volume kendaraan yang tinggi. Karena itu, GTO dan kewajiban uang elektronik tidak berguna untuk mengurangi kemacetan," kata Tulus di Jakarta, Jumat (22/9) seperti diberitakan Antara.

Tulus mengatakan pihaknya sudah mulai menerima keluhan GTO semakin macet setelah pengguna jalan tol diwajibkan menggunakan uang elektronik untuk membayar tol.

Menurut Tulus, Jasa Marga sebagai pengelola jalan tol telah salah memberikan informasi dan sosialisasi kepada masyarakat bahwa GTO akan dapat mengurangi kemacetan. "Sebenarnya, soal tol elektronik kita sudah tertinggal daripada negara lain. Dulu Malaysia belajar soal tol dari Indonesia. Mereka sudah lebih dulu menggunakan tol elektronik, kita baru mau memulai," tuturnya.

Baca juga:

Jasa Marga Targetkan Semua Pengguna Tol Pakai e-Toll di 2017

Pengguna Tol Tak Perlu Transaksi Tunai di Tol Desember 2018

Transaksi E-Toll Diterapkan 100 Persen Akhir Oktober

Dengan perbandingan jumlah jalan dan kendaraan, Tulus mengatakan GTO dan uang elektronik tidak akan efektif untuk mengurangi kemacetan. Karena itu, tidak seharusnya isi ulang uang elektronik dikenai biaya.

"Konsumen jalan tol tidak merasakan nilai lebih dari penggunaan uang elektronik, kok malah dikenai biaya. Kebijakan tol elektronik lebih memberikan keuntungan pada pengelola jalan tol dan perbankan," katanya.

Tulus mengatakan sebelum penggunaan GTO dan uang elektronik, pengelola jalan tol harus menyediakan uang kembalian di setiap pintu tol yang nilainya tidak sedikit. Hal itu tidak akan terjadi lagi dengan penggunaan uang elektronik.

Tulus juga mengingatkan Bank Indonesia tidak memaksakan perbankan menarik biaya isi ulang kartu uang elektronik atau "e-money". Menurutnya layanan perbankan akan lebih kompetitif bila dibebaskan dari kewajiban menarik biaya isi ulang. "Saran paling riil adalah jangan mewajibkan bank untuk menarik biaya isi ulang. Menetapkan tarif tertinggi boleh, tetapi jangan memaksa harus menarik biaya," kata Tulus.

Di sisi lain, Tulus menilai Bank Indonesia akan terkesan berpihak pada bank tertentu bila tetap memaksakan biaya isi ulang pada kartu uang elektronik. "Secara filosofi saja kami tidak setuju dengan biaya isi ulang itu. Konsumen dipaksa menggunakan uang elektronik dengan dalih untuk mendukung masyarakat tanpa uang tunai. Seharusnya konsumen menerima insentif karena sudah ikut mendukung, bukan malah disinsentif," ujarnya.

Terpisah, Bank Indonesia siap berkomunikasi dengan YLKI terkait pengenaan biaya isi ulang uang elektronik (e-money) yang masih ditentang oleh sejumlah pihak.

"Kami akan melakukan komunikasi, mudah-mudahan nanti ada pemahaman bersama dan bisa selaras," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pusat Program Transformasi BI Onny Wijanarko dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (22/9) seperti diberitakan Antara.

Onny mengatakan pengenaan tarif isi ulang tersebut untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen, karena selama ini industri perbankan mengenakan biaya "top up" dengan tarif berbeda-beda. Namun ia mengakui dampak penerapan tarif untuk mendorong perbaikan layanan ini tidak bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat, karena masih membutuhkan waktu.

"Mungkin YLKI maunya ini bisa berdampak 'overnight', memang BI tidak bisa mengubah dalam sekejap, karena semua harus melalui kajian, tapi intinya kami ingin memberikan perlindungan konsumen dan memudahkan," katanya.

Sebelumnya, BI menerbitkan ketentuan biaya isi saldo uang elektronik yang tercantum dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/10/PADG/2017 tanggal 20 September 2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional/National Payment Gateway (PADG GPN).

BI resmi menetapkan tarif maksimum pengisian saldo uang elektronik dengan cara "off-us" atau lintas kanal pembayaran sebesar Rp1.500, sedangkan cara "on-us" atau satu kanal, diatur dengan dua ketentuan yakni gratis dan bertarif maksimum Rp750.

Cara "off-us" adalah pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu yang berbeda, atau melalui mitra seperti melalui pasar swalayan dan pedagang ritel lainnya.

Sedangkan cara "on-us" adalah pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu. Sebelumnya transaksi melalui "on-us" tidak dikenakan biaya.

Melalui peraturan baru ini, BI mengatur pengisian isi ulang untuk "on-us" secara gratis, apabila nominal pengisian saldo sampai dengan Rp200 ribu.

Sementara itu, jika isi saldo tersebut di atas Rp200 ribu, maka BI memperbolehkan bank mengenakan biaya maksimum atau batas atas sebesar Rp750.

BI menetapkan kebijakan skema harga berdasarkan mekanisme batas atas, atau maksimum, untuk memastikan perlindungan konsumen dan pemenuhan terhadap prinsip-prinsip kompetisi yang sehat, perluasan akseptasi, efisiensi, layanan, dan inovasi.

Kebijakan skema harga ini mulai berlaku efektif satu bulan setelah PADG GPN diterbitkan, kecuali untuk biaya isi saldo "on-us" yang akan diberlakukan setelah penyempurnaan Peraturan BI tentang Uang Elektronik.

Baca juga artikel terkait TRANSAKSI NONTUNAI atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar