Menuju konten utama

Yang Perlu Diketahui Pemilih Sebelum Mencoblos ke TPS

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: dari mulai siapa yang akan dicoblos hingga bagaimana jika tak terdaftar di Daftar Pemilih Tetap.

Yang Perlu Diketahui Pemilih Sebelum Mencoblos ke TPS
Petugas mengecek kesiapan logistik yang akan didistribusikan ke kelurahan di gedung KONI, Jakarta, Selasa (16/4/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

tirto.id - Pemilihan Umum 2019 hampir klimaks. Hari ini (17/4/2019), setidaknya ada 190.770.969 orang yang punya hak pilih dapat mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang jumlahnya mencapai 810.329.

Dua juta orang lain, tepatnya 2.086.285 (total pemilih: 192.866.254 orang), telah memberikan suaranya beberapa hari yang lalu. Mereka adalah orang-orang Indonesia yang ada di luar negeri pada hari pemilihan.

Meski sudah hari H pencoblosan, toh masih banyak masyarakat kebingungan terkait beberapa hal. Hal ini disampaikan Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Angraini. Ia bilang masyarakat masih belum mendapatkan akses informasi yang memadai mengenai teknis pencoblosan.

"Informasi itu bukan hanya soal pemilu legislatif dan presiden, tapi juga tata cara teknis bagaimana mereka nanti pada hari H [17 April] menggunakan hak pilih, [terutama] terkait dengan persyaratan administrasi," kata Titi di kawasan Jendral Sudirman, Jakarta, Senin (15/4/2019) lalu.

Beberapa teknis yang dimaksud di antaranya: apakah tetap bisa memilih meski misalnya nama kita tak ada dalam daftar pemilih? Bahkan untuk hal-hal sederhana seperti: siapa saja sebenarnya yang akan dipilih nanti?

Memilih siapa?

Ada lima kursi yang diperebutkan dalam pemilu kali ini: DPR, DPRD Provinsi, DPD, DPRD Kabupaten/Kota, dan Presiden-Wakil Presiden. Masing-masing surat suara memiliki warna yang berbeda-beda.

Surat suara untuk Presiden-Wakil Presiden berwarna abu-abu; untuk DPR kuning; DPRD Provinsi biru; DPRD Kabupaten/Kota hijau; dan DPD berwarna merah. Warna ini tertera dalam Keputusan KPU RI Nomor 1944/PL.02-Kpt/01/KPU/XII/2018.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mencetak lebih dari 930 juta surat suara. Dua persen di antaranya adalah surat suara cadangan.

Surat suara sah mesti ditandatangani Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)--ini mesti diperhatikan pemilih jika tak ingin suaranya jadi tidak sah.

Namun, sebagai catatan, tak mesti seseorang mendapat lima surat suara. Ada pula yang empat, misalnya pemilih di DKI Jakarta. Pemilih di ibu kota tak akan mendapat surat suara hijau karena mereka tak punya DPRD Kabupaten/Kota.

Jenis Pemilih

Ada tiga jenis pemilih dalam Pemilu 2019: Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK).

DPT adalah daftar yang disusun KPU berdasarkan data pemilih pada pemilu terakhir dan diselaraskan dengan data kependudukan milik Kemendagri. Jumlah yang tadi disebut, 192.866.254 orang, adalah hasil dari Daftar Pemilih Tetap hasil perbaikan ketiga atau DPThp 3.

Mereka yang masuk dalam DPT mendapat surat pemberitahuan memilih yang dikirim ke rumah masing-masing atau formulir C6.

Untuk mengetahui apakah nama kita sudah masuk DPT atau belum, bisa dicek di situs resmi lindungihakpilihmu.kpu.go.id, dengan cara memasukkan nama sesuai KTP dan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Sementara DPTb (pada Pilkada 2017, namanya Daftar Pemilih Pindahan atau DPPh), berdasarkan Pasal 2010 ayat (2) UU Pemilu, adalah "data pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih tetap di suatu TPS yang karena keadaan tertentu pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar."

Beberapa keadaan tertentu yang dimaksud adalah: pindah memilih, menjalani rawat inap, perantau, tahanan, hingga korban bencana.

Untuk bisa pindah tempat memilih, seseorang mesti mengurus surat pindah memilih atau formulir A5 di Panitia Pemungutan Suara (PPS/Kelurahan). Ini bisa dilakukan paling lama 30 hari sebelum hari pencoblosan.

Terakhir adalah DPK. Ini adalah istilah untuk mereka yang sebetulnya punya hak pilih (memiliki KTP) namun belum terdaftar dalam DPT. KPU menyediakan 2 persen surat suara untuk pemilih jenis ini. Namun jika tak kebagian, mereka bisa pindah mencoblos di TPS lain di kelurahan yang sama.

Ketiganya wajib membawa KTP saat datang ke TPS. Untuk dua kategori pertama, bisa memilih sejak TPS buka, pukul 07 pagi, hingga TPS tutup, 13 siang. Sementara untuk DPK, baru bisa mencoblos satu jam sebelum TPS ditutup. Meski begitu mereka dianjurkan mendaftar pagi. Sebab, hanya mereka yang terdaftar di daftar hadir (formulir C7) saja yang boleh memilih.

Pemilih akan tetap dilayani meski misalnya waktu sudah menunjukkan pukul 13 lebih.

"Istilahnya kalau di restoran, last order-nya itu memang jam 13. Setelah itu bukan berarti tutup, enggak. Orang yang makan minum tetap diperbolehkan," Ketua KPU Arief Budiman saat konferensi pers di Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan Jakarta, Senin (15/4/2019) kemarin.

Dilarang Melarang

Memilih adalah hak. Tak boleh ada larangan dari siapa pun, termasuk, misalnya, bos di tempat kerja. Apalagi, hari pencoblosan ditetapkan sebagai hari libur nasional. Keputusan tersebut diambil berdasarkan ketentuan Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu yang menyebut bahwa pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.

Sementara Komisioner KPU RI Viryan Azis menegaskan kalau perusahaan yang tidak memberikan kesempatan kepada karyawannya untuk mencoblos bisa dikenai sanksi pidana. Soalnya, itu dikategorikan tindakan menghalang-halangi hak pilih.

"Itu bisa sanksi pidana. Enggak boleh menghalang-halangi hak pilih orang," kata Viryan di Jakarta, Senin (15/4/2019) lalu.

Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah Wika Bintang menegaskan kalau pada hari pemungutan suara ada pekerja/buruh yang masuk kerja, maka pengusaha wajib membayarkan upah lembur.

Selain untuk perusahaan, larangan juga diberlakukan untuk pemilih. KPU menetapkan siapa saja tidak membolehkan mendokumentasikan surat suara.

Ini merujuk pada Peraturan Bawaslu Nomor 13/2018 tentang Pengawasan Pemungutan dan Perhitungan Suara Pasal 17 Ayat 1 huruf t. Bunyi Pasal 17 ayat 1 pada intinya mengatur bahwa PPL atau Pengawas TPS mengawasi kepatuhan KPPS dalam pelaksanaan proses pemungutan suara dengan cara mengingatkan dan melarang pemilih membawa telepon genggam dan/atau alat perekam gambar lainnya ke bilik suara.

Sementara Pasal 35 ayat (1) huruf m Peraturan KPU Nomor 3 tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara menyebutkan, larangan menggunakan telepon genggam dan/atau alat perekam gambar lainnya di bilik suara.

Banyak Diskon

Seperti pada pemilu-pemilu sebelumnya, tahun ini banyak pula perusahaan memanfaatkan momen Pemilu 2019 dengan memberikan diskon. Dengan syarat: menunjukkan jari terlumur tinta--tanda telah memilih.

Beberapa merek yang melakukan itu adalah Shoope, Lazada, Krispy Kreme Doughnuts, Jco, Holland Bakery, Dunkin Donuts, KFC, hingga BreadTalk.

Namun di antara sekian banyak produk yang mensyaratkan seseorang harus memilih, Kopitalisme, sebuah kedai kopi di Duren Sawit Jakarta Timur, menawarkan yang sebaliknya: mereka yang punya hak suara tapi memutuskan golput (ditandai dengan jari yang tak bertinta) akan mendapat diskon hingga 50 persen.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Politik
Penulis: Rio Apinino
Editor: Abdul Aziz