tirto.id - Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Angraini menilai masyarakat masih belum mendapatkan akses informasi yang memadai mengenai teknis pencoblosan.
Oleh karena itu, pada hari-hari menjelang pencoblosan, salah satu tantangan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) ialah memberikan pemahaman semaksimal mungkin kepada masyarakat mengenai teknis pencoblosan.
"Informasi itu bukan hanya soal pemilu legislatif dan presiden, tapi juga tata cara teknis bagaimana mereka nanti pada hari H [17 April] menggunakan hak pilih, [terutama] terkait dengan persyaratan administrasi," kata Titi di kawasan Jendral Sudirman, Jakarta pada Senin (15/4/2019).
Titi mencontohkan, masyarakat perlu tahu cara mendapatkan formulir C6 dan surat undangan untuk memilih. Selain itu, informasi bagaimana cara agar bisa memilih jika warga tidak memiliki e-KTP atau berdomisili di wilayah yang tak sesuai dengan kartu tanda penduduk.
Selain itu, kata Titi, masyarakat juga perlu mendapatkan informasi soal partai politik dan anggota calon legislatif (caleg) yang akan mereka pilih di daerah pilihannya (dapil).
"Bisa dikatakan mayoritas besar pemilih belum tahu bagaimana bentuk surat suara, [dan] bagaimana nanti mereka mengenali caleg yang nanti mereka pilih," ujar Titi.
"Saya kira disini lah pentingnya kolaborasi penyelenggara [KPU], partai politik dan caleg untuk mengedukasi pemilih di H-2 jelang pemungutan suara," tambah dia.
Jika tidak ada kolaborasi seperti itu, Titi khawatir masyarakat akan kebingungan saat melakukan pencoblosan. Hal ini berisiko membuat proses pemungutan suara menjadi berlarut-larut.
"Akhirnya bisa prosesnya agak berlarut-larut. Itu sangat terasa di pemilu 2019, [karena] dominasi pilpres terhadap pemilu legislatif berdampak pada keterbatasan akses pemilih untuk tahu caleg dan partai politik yang akan mereka pilih," kata Titi.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Addi M Idhom