tirto.id - Tim Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno sama-sama akan menggunakan kepala daerah sebagai tim pemenangan di Pilpres 2019. Di kubu Jokowi-Ma'ruf misalnya, diketahui dari struktur tim pemenangan yang diserahkan kepada KPU RI, pada Senin (20/8/2018). Di situ tertulis tim teritorial adalah kepala daerah dari seluruh partai Koalisi Indonesia Kerja (KIK).
Sementara, di kubu Prabowo-Sandiaga, hal itu terungkap dari pernyataan Ketua DPP Partai Gerindra, Habiburokhman yang menyebut tidak menutup kemungkinan pihaknya akan meminta pejabat daerah menjadi bagian dari tim sukses. Meskipun, menurutnya, itu belum diputuskan dan tidak harus berada di dalam struktur tim kampanye.
Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramdanil menilai penggunaan kepala daerah sebagai tim pemenangan di pilpres merupakan hal lumrah yang dilakukan setiap kandidat. Alasannya, karena pimpinan daerah bersentuhan langsung dengan warga yang memiliki hak suara.
“Karena kepala daerah yang bersentuhan dengan masyarakat. Harapannya, jika kepala daerah ikut turun, maka akan lebih mudah memobilisasi massa," kata Fadli kepada Tirto, Selasa (21/8/2018).
Namun demikian, kata Fadli, hal itu rentan menciptakan penyalahgunaan kekuasaan oleh kepala daerah, terutama dari kubu petahana yang memiliki jejaring struktur pemerintahan berkesinambungan dari daerah sampai pusat.
“Mereka punya segala resources untuk kemudian bisa memenangi kontestasi. Maka menurut saya arena kampanye harus diperhatikan serius oleh pengawas pemilu,” kata Fadli.
Sementara Dosen Etika Politik dari Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyakara, Franky Budi Hardiman menilai tidak etis seorang kepala daerah menjadi anggota tim pemenangan dalam pilpres. Sebab, menurutnya, itu bisa menciptakan konflik kepentingan.
“Di satu sisi dia harusnya melayani seluruh publik, tapi di sisi lain dia harus memenangkan sebuah partai. Bagaimanapun dia memihak. Nah, di situ letak persoalannya,” kata Franky kepada Tirto.
Tak cuma itu, menurut Franky, keputusan kedua kubu melibatkan kepala daerah sebagai tim pemenangan dapat menciptakan konflik horizontal di tataran publik. Sebab, setiap kepala daerah akan membawa pengaruh jabatannya untuk menarik dukungan massa.
“Di situlah tarik-menarik akan terjadi dan efeknya menjadi konflik yang meluas di tataran publik," kata Franky.
Dalam hal ini, menurut Franky, tidak ada jalan lain kecuali pemerintah mengetatkan peraturan bagi kepala daerah menjadi tim sukses atau kepala daerah yang bersangkutan mengundurkan diri.
“Jadi menurut pendapat saya sih, sebaiknya kalau mau terjun langsung ke lapangan, ya meninggalkan jabatannya itu,” kata Franky.
Batasan Kepala Daerah Menjadi Tim Sukses
Untuk menghindari kekhawatiran di atas, Komisioner KPU RI Hasyim Asyari menyatakan pihaknya telah membuat peraturan khusus bagi kepala daerah yang hendak menjadi tim pemenangan. Aturan tersebut tertuang dalam PKPU Nomor 23 tahun 2018 Pasal 62 dan 63.
Pasal 62 menyatakan, kepala daerah yang menjadi tim pemenangan harus melakukan cuti berdasarkan izin Kementerian Dalam Negeri maksimal satu hari dalam seminggu. Lalu, surat cuti tersebut diberikan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/kota selambat-lambatnya tiga hari sebelum pelaksanaan kampanye.
Sementara Pasal 63 menyatakan, kepala daerah dilarang menjadi ketua tim kampanye. Saat mereka sedang kampanye, tugas pemerintahan akan dijalankan oleh sekretaris daerah dengan ketetapan mendagri atas nama presiden.
“Keputusan tidak boleh menjadi ketua tim kampanye itu yang karena dikhawatirkan pelayanan kemudian menjadi bias ya, atau potensi konflik kepentingan," kata Hasyim saat ditemui di kantornya, Selasa (21/8/2018).
Wakil Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Maruf, Abdul Kadir Karding menyatakan seluruh kepala daerah yang menjadi tim pemenangan akan mematuhi seluruh peraturan tersebut. Karding menjamin para kepala daerah tersebut tidak akan melakukan abuse of power karena hanya menjadi simbol, bukan pelaksana teknis.
"Kepala daerah berposisi sebagai pengarah teritorial. Jadi tidak butuh energi yang banyak dan sekadar memberi arahan kebijakan-kebijakan strategis pada tim saja," kata Karding kepada Tirto.
Lagipula, menurut Karding, kepala daerah merupakan jabatan politis dan wajar jika individu yang mengisinya akhirnya dilibatkan dalam tim sukses di pilpres.
Hal senada disampaikan Ketua DPP Partai Gerindra, Habiburokhman. Menurutnya, pihaknya akan memastikan langkah apapun yang akan diambil terkait tim pemenangan tidak akan menyalahi peraturan yang ada.
"Yang pasti orientasi kami adalah taat setiap azas. Selama undang-undang tidak melarang, kami akan lakukan. Kalau dilarang, tidak dilakukan," kata Habiburokhman.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz