Menuju konten utama

WRI Serukan Transisi Energi dan Transformasi Pangan di COP28

World Resources Institute (WRI) menyuarakan tiga isu kritis salah satunya terkait transisi energi di COP 28.

WRI Serukan Transisi Energi dan Transformasi Pangan di COP28
WRI bahas rekomendasi yang bisa bisa dilakukan Indonesia untuk menjawab isu climate change di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Selatan, Jumat (15/12/2023). Tirto.id/Avia.

tirto.id - World Resources Institute (WRI) menyerukan tiga isu kritis yakni transisi energi, transformasi pangan, dan ketahanan yang mencakup upaya adaptasi dan loss and damage di Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-28 atau COP28.

"Mau tidak mau kita harus menjadi pribadi yang tangguh karena ketangguhan adalah manifestasi dari adaptasi," ujar Country Director WRI Indonesia, Nirarta Samadhi.

Dengan semakin menipisnya bahan bakar fosil, negara-negara di dunia berlomba-lomba memproduksi teknologi energi terbarukan (RE technology).

Rezky Khairun Zain, Climate and Energy Senior Analyst WRI Indonesia mengatakan, saat ini tren climate policy dunia meruncing antara industry policy dan environment policy.

"Banyak negara yang target ke depannya itu pembangunan X MW Wind atau MV dan Y MW Hydrogen Electrolyzer yang disertai dengan insentif industri. Jadi tidak sekedar target penurunan emisi saja," tutur pria yang akrab disapa Eki tersebut saat ditemui di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Selatan, Jumat (15/12/2023).

Dirinya merekomendasikan target serupa juga dikembangkan oleh sektor manufaktur di Indonesia. Menurutnya, komitmen tersebut menjadi kesempatan bagi manufaktur di Indonesia.

"Pesan utamanya, Indonesia juga harus lihat target iklim sebagai kesempatan untuk industri manufaktur. Untuk itu di JETP CIPP ada investment focus #5 yang intinya adalah supply chain RE technology," jelas Eki.

"Saya rasa di investment focus, mengembangkan supply RE technology itu penting sekali. Kita harus melihat target-target industri yang bisa kita bangun untuk memenuhi target tersebut," lanjut Eki.

Ia mengatakan bahwa saat ini, Indonesia sudah mendirikan pabrik untuk memproduksi PV. "Ini yang sudah dilakukan sama Indonesia. Jadi Indonesia tidak hanya jadi konsumen," sebut Eki.

Selain itu, fokus WRI terkait perubahan iklim adalah food system. Gina Karina, Manager Food System WRI menuturkan ada keterkaitan antara food system dengan iklim. Untuk itu, beberapa agenda COP28 merespons terkait isu tersebut.

"Dampak buruk iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya mengancam ketahanan pertanian dan sistem pangan serta kemampuan masyarakat paling rentan (masyarakat ekonomi rendah dan masyarakat dengan geografis berisiko) dalam rangka mengakses pangan," urai Gina.

Untuk itu, 150 negara menandatangani Emirates Declaration. Beberapa poin yang ada di antaranya meningkatkan aktivitas dan respons adaptasi dan ketahanan untuk mengurangi kerentanan seluruh petani, nelayan, dan produsen pangan lainnya.

Selain itu, mempromosikan ketahanan pangan dan gizi dengan meningkatkan upaya untuk mendukung kelompok rentan melalui pendekatan seperti sistem perlindungan sosial dan jaring pengaman; serta mendukung pekerja di bidang pertanian dan sistem pangan termasuk perempuan dan pemuda, yang penghidupannya terancam oleh perubahan iklim untuk mempertahankan pekerjaan yang inklusif dan layak melalui pendekatan yang sesuai dengan konteks.

"Dalam food system bagaimana kita bisa memproteksi lingkungan, mencegah bahaya semakin jauh. Bagaimana memproduksi makanan tetapi tidak mengesampingkan isu climate," ucap Gina.

Gina menyebutkan, salah satu bahan pangan yang membawa pengaruh bagi iklim adalah livestock (hewan ternak). Menurut Gina, membudidayakan hewan ternak bak dua sisi mata uang.

"Di satu sisi, ternak sapi mengandung nutrisi berupa protein hewani yang cukup tinggi nilainya. Di sisi lain, hewan ternak juga tinggi emisi," sebut Gina.

Fenomena lain yang juga menjadi isu dilematis bagi masyarakat dunia adalah beberapa daerah kesulitan bahan pangan tetapi ada wilayah yang justru food waste.

"Orang-orang yang lack of healthy diet consumption mungkin mereka aware dan mau mengonsumsi makanan sehat tetapi tidak mendapat akses makanan sehat. Sementara di sisi lain ada orang yang justru buang-buang makanan. Ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan tidak hanya di Indonesia tetapi global," jelas Gina.

Untuk itu, Gina merekomendasikan pendekatan secara sistematik dan menyeluruh. Ia menyebut harus ada keterlibatan dari berbagai lapisan masyarakat mulai dari masyarakat umum, lembaga, dan pemerintahan untuk menangani isu tersebut.

Baca juga artikel terkait KTT COP28 atau tulisan lainnya dari Iftinavia Pradinantia

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Iftinavia Pradinantia
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Maya Saputri