tirto.id - Menkopolhukam Wiranto menjelaskan alasan pemerintah berencana membatasi warga negara asing ke Papua. Ia memandang pembatasan perlu dilakukan agar menghindari konflik yang melibatkan pendatang.
"Untuk sementara, sebentar saja kami akan membatasi. Membatasi itu bukan berarti tidak (boleh berkunjung) sama sekali. Tentu ada filter tertentu yang berhubungan dengan masalah keamanan, keselamatan dan sebagainya," ucap dia di kantor Kemenko Polhukam, Selasa (3/9/2019).
Wiranto khawatir kedatangan para warga asing saat konflik di Papua dan Papua Barat dapat menimbulkan persoalan baru. Ia khawatir para WNA dapat menjadi korban pembunuhan. Mantan Panglima ABRI itu tidak ingin para WNA menjadi korban akibat dituduh sebagai WNA berstatus provokator dan wisatawan biasa.
Masyarakat atau aparat tidak bisa membedakan mana WNA yang memprovokasi, mana yang wisatawan. Ia tidak ingin para WNA menjadi korban salah sasaran saat menangani konflik.
"Kami melarang bukan semata-mata membatasi ruang gerak orang asing, tapi melindungi orang asing itu sendiri supaya tidak menjadi korban kerusuhan dan kami persempit permasalahan," sambung Wiranto.
Isu pembatasan WNA di Papua dan Papua Barat muncul setelah pemerintah mendeportasi 4 WNA Australia dari Sorong, Papua Barat. Keempat WNA bernama Baxter Tom (37), Davidson Cheryl Melinda (36), Hellyer Danielle Joy (31), dan Cobbold Ruth Irene (25) dideportasi karena diduga terlibat aksi demonstrasi menuntut kemerdekaan Papua. Mereka dipulangkan menggunakan pesawat Batik Air ID 6197 dari Bandar Udara DEO Kota Sorong dengan penerbangan Bali-Makassar-Australia.
Kepolisian menyatakan pemerintah mendeportasi karena 4 WNA ikut aksi demonstrasi. Tindakan para WNA sudah termasuk dalam pelanggaran hukum pidana dan hukum imigrasi.
"WNA bukan warga Indonesia, di Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tertera WNI (yang diperbolehkan melakukan unjuk rasa)," kata Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Senin (2/9/2019).
Penulis: Adi Briantika
Editor: Andrian Pratama Taher