tirto.id - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 (Satgas COVID-19) menyebut salah satu penyebab kasus COVID-19 di Indonesia meningkat karena masyarakat enggan melakukan testing. Hal tersebut terjadi karena takut muncul pandangan negatif bagi para penderita COVID-19.
“Sebagian besar masyarakat masih takut untuk melakukan testing ketika memiliki gejala karena adanya stigma negatif di masyarakat dan adanya ketakutan, adanya potensial biaya tinggi dalam perawatan apabila positif COVID-19," kata Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers secara daring dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (24/9/2020).
Wiku meminta masyarakat tidak memandang negatif penderita COVID. Ia menuturkan, COVID-19 bukan penyakit memalukan. Selain itu, ia mengajak masyarakat justru ikut membantu menyembuhkan penderita COVID.
Ia pun meminta masyarakat tidak perlu takut dengan biaya pengobatan COVID-19 karena dibayar pemerintah.
"Siapapun yang terkena COVID-19 harus kita bantu dan kita sembuhkan dan tidak usah khawatir terhadap biaya perawatan karena seluruhnya ditanggung oleh pemerintah, baik dengan BPJS maupun tidak dengan BPJS," kata Wiku.
Faktor lain adalah masyarakat tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Masyarakat masih berkerumun di tengah pandemi padahal meningkatkan risiko penularan.
Kemudian, hal tersebut diperparah dengan mengendornya semangat publik untuk menerapkan protokol kesehatan. Ia menyebut, "Masyarakat seolah tidak memiliki empati meski telah menyaksikan begitu banyak korban yang muncul setiap hari menjadi kasus positif COVID-19.”
Faktor lain adalah munculnya berita dan narasi adanya konspirasi anti-COVID-19 yang belum tervalidasi dan tidak berbasis ilmiah. Wiku menyayangkan sikap orang-orang yang masih percaya dengan pandangan ini. Ia meminta agar masyarakat bisa bekerja sama dalam menangani COVID-19.
"Jadi kami mengimbau agar masyarakat betul-betul bisa bekerja sama dengan pemerintah karena pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Kita memerlukan kolaborasi bersama masyarakat untuk dapat menekan angka penularan," kata Wiku.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz