tirto.id - Yuliana Apsyahwati (25) kesulitan membawa anak lelakinya yang berusia 12 bulan untuk imunisasi di posyandu. Pasalnya, posyandu dan klinik layanan kesehatan di daerahnya tutup karena wilayah tersebut sudah mulai menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus Corona (COVID-19).
Yuliana yang tinggal di Kota Bandung, harus pergi ke rumah sakit ibu dan anak jika ingin pelanjutkan pelayanan imunisasi. Itu pun tak mudah. Rasa waswas dan takut membawa anak balita ke rumah sakit dirasakan Yuliana mengingat di sana berkumpul banyak jenis penyakit. Kekhawatirannya bertambah karena saat ini Indonesia ikut dilanda pandemi virus Corona. Namun ia bersikeras untuk tetap memberikan vaksin pada anaknya.
"Khawatir datang ke RS, parno banget. Apalagi bawa anak bayi. Tanggal 4 April itu harusnya divaksin MR (Measles dan Rubella). Karena wabah jadi ditunda 2 minggu dan baru dapat jadwal 17 April, Maksain banget ke RS karena memang enggak bisa skip kan, kalau vaksin. Tetap khawatir meskipun vaksinnya di rumah sakit khusus ibu dan anak tapi tetap aja takut. Kan, banyak juga penderita Corona yang tak bergejala," kata dia pada Tirto, Kamis (30/4/2020).
Pekan depan yaitu pada 4 Mei seharusnya Yuliana sudah kembali ke rumah sakit untuk memberi anaknya vaksin influenza namun jadwal pertemuan kembali diundur, lagi-lagi karena alasan PSBB.
"Harusnya tanggal 4 April, tapi dokternya nyaranin kalau masih PSBB jadi ditunda lagi. Jadi imunisasi skip dulu sampai menemukan jadwal lagi sama dokter anaknya."
Kekhawatiran itu bukan cuma dialami Yuliana. Nasib serupa juga dialami Irma Latifah (29) yang kesulitan memberikan imunisasi karena posyandu di wilayah tempat tinggalnya di Depok tutup. Anak Irma yang berusia 18 bulan seharusnya pekan ini mendapat vaksin hepatitis dan polio. Namun imunisasi harus ditunda karena Irma mengaku takut membawa anaknya ke rumah sakit.
"Sekarang mau ke bidan maju mundur, mau ke Puskemas atau RS juga ngeri sih di sana takutnya ada yang sakit tanpa gejala. Lagipula biasanya imunisasi itu kan ada waktu telatnya jadi mungkin bulan depan aja imunisasinya," terang dia pada Tirto, Kamis.
Cerita Yuliyana dan Irma hanya dua contoh yang menggambarkan keresahan para ibu yang tengah khawatir dengan persebaran virus COVID-19. Kekhawatiran mereka bisa dipahami, karena menurut data terakhir hingga Jumat (1/5/2020) ada tambahan 433 kasus baru penularan atau infeksi Corona di Indonesia, sehingga total menjadi 10.551 orang kasus dengan jumlah korban meninggal sebanyak 800 orang.
Kekhawatiran semakin bertambah karena dari jumlah pasien positif tersebut beberapa di antaranya merupakan balita. Misalnya kasus yang baru terjadi kemarin, Rabu (29/4/2020) seorang balita di Kota Malang dinyatakan positif COVID-19.
Balita berusia 1 tahun dengan jenis kelamin perempuan tersebut dinyatakan positif setelah mengalami demam tinggi disertai sesak napas. Balita tersebut lalu dibawa orang tuanya ke RS Hermina, Kota Malang.
Kasus COVID-19 yang menulari balita di Kota Malang bukan kali ini saja. Pada akhir Maret 2020, satu balita meninggal dunia setelah mendapatkan perawatan di RS Lavalette. Penyebab kematian balita itu disebut juga karena penyakit bawaan. Sebelum meninggal, status balita merupakan pasien dalam pengawasan atau PDP.
RI Dibayangi Corona, Imunisasi Masih Aman?
Penularan virus COVID-19 tak pandang usia, mulai dari usia renta sampai balita semua bisa kena. Kasus penularan COVID-19 ke balita di Indonesia cukup sering terjadi. Namun bukan berarti imunisasi di tengah pandemi virus Corona bukan sama sekali tak bisa dilakukan.
Dokter spesialis Anak Rumah Sakit Akademik (RSA), Universitas Gajah Mada Fita Wirastuti menjelaskan, pandemi virus Corona seharusnya tidak menghalangi balita mendapat hak imunisasi.
“Imunisasi dasar wajib tetap dikerjakan. Misal kondisinya memang tidak memungkinkan boleh ditunda maksimal 1 bulan, tapi sekali lagi sebisa mungkin dilakukan sesuai jadwal,” jelas dia dalam keterangan resmi yang diterima Tirto, Rabu (29/4/2020).
Alih-alih menghindar dari penularan virus Corona, tak pergi ke rumah sakit dan mengabaikan imunisasi justru bisa membahayakan kesehatan anak. Fita mengatakan, tanpa imunisasi wajib, anak akan rentan menderita penyakit yang harusnya bisa dihindari lewat imunisasi.
Para ibu pun tak perlu khawatir karena saat ini banyak rumah sakit dan layanan kesehatan yang memberikan ruangan khusus yang steril bagi para orangtua yang ingin melanjutkan proses imunisasi pada anak.
“Orangtua jangan takut berlebihan, banyak layanan kesehatan yang sudah memisahkan ruangan bagi pasien yang akan melakukan imunisasi. Kalau bisa buat perjanjian supaya waktunya bisa pas dan tidak terlalu lama menunggu,” ujar dia.
Pentingnya imunisasi perlu disadarkan kembali. Masyarakat peru memahami pentingnya imunisasi atau vaksinasi. Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi diri dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
“Cara kerja vaksin ini prinsipnya memicu pertahanan tubuh dengan cara memaparkan bakteri atau virus yang sudah dilemahkan agar sistem pertahanan tubuh membentuk proteksi atau antibodi,” terang dia.
Fita menjelaskan pemberian vaksin dilakukan secara spesifik untuk mengatasi penyakit tertentu. Melalui vaksin diharapkan bisa menekan risiko infeksi berbagai penyakit berbahaya dan mematikan. Misalnya, TBC, difteri pertusis, polio, campak, rubela, cacar air, penumonia oleh HIB dan peneumokokus, hepatitis A, hepatitis B, tifoid, serta meningitis.
“Vaksinasi ini wajib diberikan untuk melindungi diri dan orang lain. Terlebih saat ini kita dengan mudah terhubung dengan negara-negara dunia, sementara banyak penyakit menular yang cepat menyebar dan menulari siapa saja,” kata dia.
Selain untuk proteksi diri, dengan imunisasi bisa melindungi orang lain. Cakupan imunisasi tinggi lebih dari 90 persen dapat membentuk kekebalan komunitas (herd immunity). Apabila cakupan imunisasi rendah atau di bawah 90 persen maka akan sulit terbentuk kekebalan kelompok yang bisa memberikan perlindungan bagi banyak orang.
Kendati vaksin wajib diberikan bagi setiap orang, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan sebelum melakukannya. Pertama adalah riwayat kesehatan dalam hal ini riwayat alergi saat divaksinasi.
Sementara pada orang dengan imunitas sangat rendah atau orang yang menggunakan obat-obatan yang menekan daya tahan tubuh seperti obat-obatan kanker/steroid dalam jangka panjang dapat diimunisasi dengan cara berbeda.
"Demikian halnya untuk orang dengan penyakit yang berhubungan dengan daya tahan tubuh rendah seperti HIV dan gizi buruk. Mereka diberikan vaksin bukan dengan bakteri atau virus yang dilemahkan, tetapi dengan bakteri atau virus yang dimatikan. Misalnya untuk vaksin polio tidak menggunakan vaksin tetes namun dengan vaksin injeksi," jelas dia.
Terpisah, Spesialis Imunisasi UNICEF Indonesia, Mohammad Ruhul Amin mengatakan, pelaksanaan imunisasi di tengah pandemi juga harus memperhatikan prinsip-prinsip keselamatan.
"Imunisasi adalah layanan kesehatan inti yang harus diprioritaskan untuk pencegahan penyakit menular dan dijaga untuk kesinambungan selama pandemi COVID-19, jika memungkinkan. WHO dan UNICEF merekomendasikan kelanjutan layanan imunisasi tetapi harus dilakukan dalam kondisi yang aman, tanpa membahayakan tenaga kesehatan, perawat dan masyarakat," kata dia pada Tirto.
Baik tenaga medis maupun pasien dan orang tua pasien yang ingin melakukan imunisasi juga wajib mengikuti protokol kesehatan yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan.
"Kementerian Kesehatan Indonesia telah mengembangkan dan mendistribusikan pedoman kelanjutan layanan vaksinasi dalam Pandmei COVID 19 untuk mempertahankan layanan sesuai jadwal dengan menerapkan jarak fisik, memeriksa suhu, menggunakan APD, dan mengambil tindakan pencegahan lainnya," sambung dia.
Terakhir, tentunya adalah mengikuti instruksi dan arahan dari otoritas kesehatan setempat.
"Jika ada risiko penularan COVID-19 yang signifikan, orang tua dapat menunda dan menunggu instruksi dari otoritas kesehatan setempat," tutup dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Restu Diantina Putri