Menuju konten utama

Warga Rawa Badak 19 Tahun Krisis Air Bersih, Pemrov DKI Cuma Janji

"Dari 1999 sampai sekarang kami masih terus harus berjuang demi air," ujar Ela Sari, warga Rawa Badak yang mengalami krisis air bersih.

Warga Rawa Badak 19 Tahun Krisis Air Bersih, Pemrov DKI Cuma Janji
Pedagang air bersih eceran mendorong gerobak jeriken air untuk dijual kepada warga di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Warga Rawa Badak, Koja, Jakarta Utara telah menyuarakan protes terkait akses bersih yang hingga kini masih belum juga ada solusi dari pihak Pemprov DKI Jakarta. Hal ini disampaikan koordinator warga Rawa Badak, Ela Sari yang mengeluhkan krisis air bersih ini hampir 19 tahun.

"Dari 1999 sampai sekarang kami masih terus harus berjuang demi air," ujarnya pada reporter Tirto ketika ditemui di LBH Jakarta, Senin (10/12/2018) malam.

Ela dan warga tak diam, sudah sering mereka menggelar aksi dan mengadakan advokasi agar hak atas air bersih bisa dirasakan. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya bisa berjanji. "Karena belum ada realisasi apapun dari Pemprov. Hanya janji-janji. Masih mau ditinjau lagi," ujarnya.

DKI Jakarta sudah berganti kepemimpinan sejak 1999 hingga 2018, selama itu pula Eli tidak melihat upaya apapun dari Gubernur terpilih. "Begitu pula zaman Ahok dan Foke, gak ada apa-apa," ujarnya.

"Pak Anies juga janji untuk membentuk tim khusus yang akan menangani masalah air. Itu saja," tambahnya.

Dari pengakuan Eli, air di Rawa Badak tak layak konsumsi karena selain berwarna kuning, berbau, dan seringkali ditemukan jentik cacing merah. "Gimana anak-anak kita mau sehat kalau airnya begini?" ujarnya heran.

Selain tak layak konsumsi, Eli mengaku krisis air bersih ini juga mengganggu praktik ibadahnya sebagai seorang muslim. "Kita sebagai muslim harus bersih, dari hadas kecil dan besar. Bagaimana kita mau ibadah?"

Sejauh ini untuk bertahan hidup dan mendapatkan air bersih, dia dan warga berlangganan air isi ulang yang dibeli seharga Rp7 ribu per galon. Minimal tiga galon dipergunakan. "Pengeluaran jadi bertambah," keluhnya.

Tidak hanya itu, Eli mengeluhkan hidup dalam air kotor rentan terkena penyakit seperti muntaber dan kulit. Eli mengatakan belum lama ini, satu keluarga di RW 9 mengalami muntaber dan harus dirawat ke rumah sakit karena efek konsumsi air kotor.

"Kita mau pemerintah bertindak untuk rakyat. Karena krisis air ini bukan di Rawa Badak saja, masih ada di tempat lain," tekannya.

Krisis air bersih yang terjadi pada warga Rawa Badak, diakui Eli, sebagai buntut dari privatisasi yang dilakukan PT Aetra Air Jakarta.

Baca juga artikel terkait KRISIS AIR BERSIH atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri