Menuju konten utama

Warga Kampung Bambu Hanya Dijanjikan Ganti Rugi Rp2,9 Juta

Warga menolak penggusuran lantaran ganti rugi atau dana kerahiman yang diberikan oleh pemerintah kepada warga tidak sesuai dan tak transparan.

Warga Kampung Bambu Hanya Dijanjikan Ganti Rugi Rp2,9 Juta
Warga Kampung Bambu yang menolak penggusuran karena nominal penggusuran tak sesuai. tirto.id/Riyan Setiawan

tirto.id - Zeva Siahaan (33) Warga Kampung Bambu, Tanjung Priok, Jakarta Utara menyatakan menolak penggusuran yang dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Warga menolak lantaran dana yang diberikan oleh pemerintah kepada warga tidak sesuai dan tak transparan.

"Saya sendiri enggak setuju karena dana yang dikasih kecil, cuma Rp2,9 juta, enggak sesuai sama yang dijanjikan Menteri PUPR waktu itu. Terus kelurahan juga enggak transparan," kata Zeva kepada Tirto di lokasi, Senin (10/10/2022).

PT. KAI melakukan penggusuran bangunan rumah di Kampung Bambu guna mendukung pembangunan Stasiun KRL Temporary di Kawasan Jakarta Internasional Stadium (JIS), Jakarta Utara.

Zeva menjelaskan, awalnya informasi penggusuran ia terima saat mendatangi undangan dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono di Hotel Ancol, Jakarta Utara pada Maret 2022.

Warga disosialisasikan lahan Kampung Bayam akan digunakan untuk pembangunan tol. Saat itu, Basuki memberikan janji manis kepada mereka akan memberikan ganti untung. Bahkan sumur, tanaman, dan sebagainya akan dihitung. Namun, Basuki belum memberikan jumlah nominalnya.

"Warga yang datang pada setuju karena ganti untung," kata perempuan yang menetap sejak tahun 2010 itu.

Setelah itu, pada Agustus 2022 pihak Kelurahan Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara mendatangi rumah warga. Mereka menuliskan nomor rumah warga dengan menggunakan cat. Rumah Zeva ditulis nomor 28. Lalu, warga juga dimintai identitasnya.

Saat itu, pihak Kelurahan Papanggo juga belum menginformasikan kapan warga Kampung Bambu akan digusur. Tak lama kemudian warga diberikan Surat Peringatan (SP) 1.

Kemudian awal Oktober warga diundang oleh Kelurahan Papanggo untuk diadakan sosialisasi mengenai penggusuran bangunan warga. Pada hari itu, warga dipanggil satu-persatu sesuai nomor urut rumah yang telah ditulis. Warga diminta untuk mengisi formulir untuk biaya kerahiman.

"Warga dipanggil nama satu-persatu sesuai nomor, tanpa dikasih lihat nominal, tiba-tiba suruh tanda tangan. Kami pada setuju saja karena pikirannya ganti untung," ujarnya.

"Tidak dijelaskan berapakah luas tanah bangunan, usaha, sumur," lanjutnya. Setelah itu, warga diberikan buku tabungan beserta ATM.

Pada saat melihat nominal hanya Rp2,9 juta, Zeva sempat menyatakan untuk menolak rumahnya digusur karena ia menilai jumlah itu tak sesuai.

"Tapi saya sempat goyah karena warga banyak yang takut-takutin kalau enggak setuju nanti malah zonk, enggak dapat ganti rugi sama sekali," tuturnya.

Akhirnya dia mengaku terpaksa menyetujui penggusuran dengan menandatanganinya. "Tapi saya belum ambil uangnya," akunya.

Akhirnya pada tanggal 5 Oktober malam, PT. KAI memberikan Surat Peringatan (SP) 2 kepada warga Kampung Bambu agar segera membongkar bangunan mereka.

Keesokan harinya, 6 Oktober PT KAI kembali melayangkan SP 3 kepada warga untuk membongkar bangunan rumah maksimal hari ini, Senin (10/10/2022).

"Kami hadapi saja. Risiko apapun kita hadapi sendiri," Zeva wajah nada pasrah.

Agung (42) juga menyatakan untuk menolak penggusuran karena nominal yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan Menteri PUPR, Basuki. Pria yang telah menetap sejak tahun 2014 ini hanya menerima biaya ganti rugi sebesar Rp1,4 juta.

Dia menyayangkan kepada pemerintah, terutama pihak Kelurahan Papanggo yang tidak melakukan audiensi dan transparansi mengenai biaya kerahiman yang diterima warga.

"Harusnya kelurahan audiensi dulu ke kami, sama-sama lihat berapa biaya pengganti yang pantas diberikan ke warga. Tapi ini tidak terbuka, tiba-tiba dikasih nominal segitu. Ya kami nggak terima," kata Agung.

Dia meminta kepada PT KAI agar mencontohkan proses penggusuran yang dilakukan oleh PT. Jakarta Propertindo (Jakpro) kepada warga Kampung Bayam. Pada saat itu, kedua belah pihak melakukan audiensi sehingga memperoleh kesepakatan dengan nominal yang dapat diterima oleh warga

Alhasil, warga menerima bangunannya digusur untuk dibangun proyek Jakarta International Stadium (JIS), Jakarta Utara.

"Etikanya mana dari lurah, enggak ada audiensi ke sini. Harusnya lurah ke sini, di data siapa saja yang dibongkar dan belum. Itu etika moralnya di mana?," ucapnya.

Merasa tak terima, Agung beserta warga yang menolak melaporkan kasus tersebut kepada Komnas HAM pada 6 Oktober. Komnas HAM pun meminta kepada PT. KAI untuk menghentikan rencana penggusuran sebelum dipenuhi hak kesejahteraan warga.

"Kalau KAI gusur yang sudah terima uang ya silahkan. Tapi kami yang masih menolak karena tidak sepakat harus dipenuhi hak dan rekomendasi Komnas HAM," pungkasnya.

Dia berharap agar pemerintah dapat memberikan biaya kerahiman yang sesuai dengan kesepakatan bersama warga. Ia menyatakan jika pemerintah memberikan biaya ganti rugi yan kecil, ia meminta agar warga dapat direlokasi ke Rumah Susun (Rusun) JIS, Jakarta Utara.

"Utamakan orang tua jompo dan yang punya anak-anak itu direlokasi ke Rusun JIS," pintanya.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun membenarkan warga Kampung Bambu teh melapor pada pihaknya.

Komnas HAM meminta kepada PT Kereta KAI, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI, hingga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menghentikan rencana penggusuran warga Kampung Bambu, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Komnas HAM juga meminta kepada pemerintah untuk menghormati hak-hak pengadu, terutama terkait dengan hak atas kesejahteraan sehubungan dengan hak kepemilikan tanah dan tempat tinggal.

"Serta berkehidupan yang layak, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara yang telah dikonfirmasi Tirto, Senin (10/10/2022).

Baca juga artikel terkait PENGGUSURAN KAMPUNG BAMBU atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri