tirto.id - Warga korban Penggusuran Bukit Duri meminta Pemprov DKI Jakarta agar mematuhi keputusan Pengadilan Tinggi yang telah memenangkan gugatan class action warga.
Hal ini dikemukakan oleh Maru, selaku perwakilan korban penggusuran. Ia mengatakan hal tersebut kepada awak pers pada Selasa (24/7/18) siang.
Maru menyatakan Pemprov DKI mesti menolak melakukan kasasi atas banding yang diajukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC). Banding yang diajukan oleh BBWSCC ihwal pembayaran ganti rugi sebesar Rp18,6 miliar karena keluarnya putusan Pengadilan Tinggi yang memenangkan class action warga.
Ia menuntut Pemprov DKI untuk menepati janji dan melaksanakan programnya untuk membangun "Kampung Susun Manusiawi Bukit Duri Berbasiskan Koperasi Warga Berdaya." Ini dinilai sebagai upaya Pemprov DKI berjanji mensejahterakan warganya.
Jika Pemprov DKI melakukan kasasi atas banding tersebut, menurut Maru, upaya hukum itu sama saja menyengsarakan warga miskin kota.
Kuasa hukum warga Bukit Duri Eva Soemarwi juga mengatakan demikian. Ia mengatakan jika memang pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dan UU Pengadaan Tanah, sangat tidak bijaksana jika pemerintah melakukan upaya hukum kasasi.
"Karena jelas dasar hukumnya sudah kedaluwarsa, dasar hukum pelaksanaan normalisasi itu sudah tidak berlaku lagi sejak 15 Oktober 2015. Artinya menurut UU Administrasi Pemerintahan No. 14 tahun 2014, tidak memiliki mandat lagi. Program itu sudah tidak dapat dilaksanakan. Namun tetap saja dilaksanakan, ada arbitrary power [kekuasaan hukum] yang sewenang-wenang lewat penggusuran paksa," kata dia.
Pada Senin (23/7/2018), salah satu aktivis yang mengadvokasi korban penggusuran warga Bukit Duri Sandyawan Sumardi telah memegang salinan bukti putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 192/Pdt/2018/PT. DKI, jo. No. 262/Pdt.G/Class Action/2016/PN.Jkt.Pst, tertanggal 25 Oktober 2017, yang memenangkan class action warga Bukit Duri.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Yuliana Ratnasari