tirto.id - Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin menyebut pemerintah tidak akan membubarkan Pondok Pesantren Al Zaytun. Pemerintah mempertimbangkan untuk melakukan pembinaan karena jumlah santri di sana cukup besar.
“Pesantrennya ini memang masyarakat banyak (yang) ingin (pemerintah) membubarkan, menutup. Tetapi memang ada pertimbangan bahwa di situ banyak santri, cukup besar ya jumlahnya itu,” kata Ma'ruf di Jakarta, Rabu 5 Juli 2023, dikutip dari Antara.
Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu mengatakan, opsi pembinaan lebih perlu ketimbang pembubaran. Dalam program pembinaan itu nantinya ada upaya pengembalian nilai-nilai yang semestinya dilaksanakan oleh para santri.
“Nah itu perlu dilakukan pembinaan, jadi mungkin beberapa alternatifnya itu tidak dibubarkan tapi dibangun, dibina dengan baik, sehingga pesantren itu bisa berjalan, bisa belajar tapi sesuai dengan akidahnya yang sudah benar, maupun juga dalam sistem kita di dalam berbangsa dan bernegara,” jelasnya.
Pemerintah, kata Ma'ruf, mempercayakan penanganan Ponpes Al Zaytun dalam koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Sedangkan mengenai dugaan pelanggaran hukum Panji Gumilang diselesaikan melalui proses hukum yang berlaku.
“Diproses untuk Panji Gumilangnya. Kalau itu kan nanti ada sesuatu yang saya tidak mendahului, nanti kan ada keputusannya seperti apa,” tuturnya.
Sebelumnya, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri menerapkan pasal tambahan untuk pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang, terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. Sebelumnya Panji 'digarap' penyidik terkait perkara dugaan penistaan agama.
“Kemarin naik penyidikan dan SPDP sudah kami kirim ke Kejaksaan, kemudian penyidik melakukan pemeriksaan beberapa saksi hari ini,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Duhandhani, dikutip Kamis 7 Juli 2023.
Penyidik melaksanakan gelar perkara tambahan pada Rabu, 5 Juli 2023, karena menemukan dugaan tindak pidana lain. Hasilnya, pimpinan Ponpes Al Zaytun itu disangkakan Pasal 45a Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Sementara, pada gelar perkara pertama pada Senin, 3 Juli 2023, penyidik menyangkakan Panji Gumilang dengan Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama.
“Kedua perkara dijadikan satu berkas perkara,” jelas Djuhandhani.
Kendati demikian, hingga kini penyidik belum mengumumkan tersangka terkait dua perkara yang berkelindan tersebut. Kepolisian meminta publik bersabar dan menunggu hasil penyidikan secara komprehensif.