tirto.id - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menganggap tidak perlu ada perdebatan soal definisi terorisme yang digunakan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Terorisme).
Menurut JK, semua orang sudah tahu definisi terorisme. Karena itu, JK meminta perdebatan ihwal definisi tersebut diakhiri agar pembahasan RUU Terorisme segera rampung.
"Kalau saya [berpendapat] tidak berkelahi di definisi, tapi yang penting orang tahu kalau teroris itu mengganggu keamanan negara, ingin mengubah arah negara, membunuh orang tanpa perhitungan. Begitulah kurang lebih. Itu menurut saya masalah sederhana," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Pengesahan revisi beleid itu rencananya akan dilakukan dalam waktu dekat. Menurut Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana, hanya butuh satu kali pembahasan lagi sebelum revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme disahkan.
Pembahasan RUU tersebut akan dilanjutkan pada Rabu (23/5/2018) dengan agenda merumuskan definisi terorisme. Sehari setelahnya, akan digelar rapat mini fraksi. Pada Jumat (25/5/2018) rencananya akan digelar Rapat Paripurna pengesahan oleh DPR.
Menurut Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii, saat ini hanya Detasemen Khusus (Densus) 88 yang masih menolak penambahan frasa “motif politik dan ideologi” dalam definisi terorisme.
Akan tetapi, pernyataan Syafii dibantah Kepala divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto. Ia mengatakan tidak ada perbedaan pendapat antara Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Densus 88 tentang definisi terorisme.
Setyo menegaskan pendapat Kapolri pasti selaras dengan Densus 88 sebab semua institusi di kepolisian berada dalam satu komando.
“Jadi kalau Kapolri sudah katakan A, sampai ke bawah A. Jadi enggak ada Densus [dengan] Kapolri beda [pendapat], enggak ada,” kata Setyo.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Addi M Idhom