tirto.id - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PDIP, Ahmad Basarah menjelaskan, penghidupan kembali GBHN bukan berasal dari internal partai.
Namun, lanjut dia, merupakan progam lanjutan MPR RI periode 2009-2014 hingga saat ini.
"Wacana amandemen terbatas untuk GBHN bukanlah semata-mata usulan PDIP. Sejak tahun 2010 lalu, ketika MPR di bawah kepemimpinan Pak Taufiq Keimas mendapatkan aspirasi kelompok masyarakat yang merespon amandemen UU 1999-2002. Ada tiga kelompok masyarakat yang menyikapi hasil amanademan tersebut," kata dia di Gedung Nusantara III, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2019).
Basarah mengungkapkan kronologi wacana tersebut muncul sebagai rekomendasi MPR RI. Menurut dia, sejak 2010 muncul tiga usulan untuk amandemen, yakni mengembalikan pada UUD 1945 yang asli, menjalankan amandemen, dan perlu amandemen ulang.
Ia menjelaskan, kelompok pertama mengatakan amandeman UUD 1945 yang dilakukan pada 1999-2002 telah mengubah substansi UUD. Kemudian kelompok masyarakat pertama mengatakan UUD 1945 bukan lagi asli tapi sudah berubah menjadi UUD 2002.
"Kelompok pertama menganggap amandemen kebablasan, kelompok ini meminta kita [MPR] kembali ke UUD yang asli," terang dia.
Kemudian ada pula kelompok kedua yaitu ada kelompok masyarakat yang mengatakan bahwa UUD hasil perubahan 2002 sudah cukup baik tinggal dilaksanakan, tak perlu ada perubahan lagi.
Selain itu ada pula kelompok masyarakat yang ketiga mengatakan UUD ini hasil perubahan ini udah cukup baik. Tapi mengingat dinamika masyarakat yang berkembang, Basarah mengatakan diperlukan kembali perubahan UUD.
"Dari tiga kelompok ini kemudian di respon oleh Pimpinan MPR dan pimpinan fraksi MPR pada periode 2009-2014 lalu dengan membentuk apa yang namanya tim kerja ketatanegaraan. Tim ketatanegaraan ini menyerap aspirasi yang berkembang baik dari perguruan tinggi profesional guru dan sebagainya. Ddan dari serap aspirasi itu didapat kesimpulan bahwa masyarakat menginginkan kembalinya MPR punya kewenangan haluan negara," terang dia.
Akibat aspirasi itulah kemudian pada tahun 2014 pada saat sidang paripurna terakhir yaitu pada Novermber 2014 merekomendasikan 7 poin.
Basarah mengatakan 7 poin yang direkomendasikan itu salah satunya merekomendasikan pada MPR periode berikutnya untuk melakukan reformulasi sistem ketatanegaraan dari sistem GBHN.
"Itu lah yang jadi rekomendasi MPR periode 2009-2014. Karena dia sudah direkomendasikan atas nama lembaga MPR berarti fraksi-fraksi di MPR. Artinya 10 partai politik sudah setuju dilakukan amandemen terbatas untuk GBHN," ujar dia.
Basarah juga menjelaskan, hingga akhirnya wacana penghidupan kembali GBHN dengan mengembalikan UUD ke 1945 akan dilanjutkan oleh anggota DPR di periode selanjutnya.
Hal tersebut yang saat ini tengah ditindaklanjuti.
Justru, kata dia, pada periode 2009-2014 membentuk tim kerja ketatakenegaraan yaitu badan kajian ketatanegaraan. Kesimpulannya dari badan ini perlu dilakukan amandemen terbatas UU 1945 untuk menghadirkan GBHN. Hal tersebut menjadi puncak.
Kemudian pada 16 Agustus 2018 lalu melalui sidang paripurna MPR terbentuklah dua panitia ad hoc. Pertama adalah panitia ad hoc tentang GBHN. Kemudian panitia ad hoc kedua itu soal non-GBHN revisi tata tertib dan rekomendasi.
"Nah ini panita ad hoc ini tidak dapat bekerja karena dua hal. Pertama pada saat dibentuk panitia ad hoc pada 16 Agustus 2018 dua minggu kemudian masuk bukan September 2018. Yang artinya tahapan Pileg-Pilpres dimulai. Konsentrasi anggota MPR yang juga DPR dan DPD fokus pileg dan pilpres," ujar dia.
Kemudian ada pula alasan lainnya yaitu amandemen tidak bisa dilakukan di periode DPR RI ini karena minimal usulan program amandemen butuh waktu setidaknya enam bulan.
"Masa bakti MPR periode 2014-2019 akan berakhir dan sekarang sudah di posisi kurang dari dua bulan. Sementara menurut tata tertib MPR usulan perubahan uud hanya dapat diusulkan minimal 6 bulan sebelum periode ini berakhir. Nah karena sudah masuk kurang dua bulan tidak mungkin diadakan usulan amandemen terbatas. Artinya periode ini tidak mungkin lagi diadakan usulan amandemen terbatas," imbuh dia.
Menurut dia, karena sudah tidak mungkin dilakukan amandemen oleh MPR di periode saat ini, maka agenda MPR yang tertunda itu dimasukkan sebagai salah satu hasil Kongres V PDIP di Bali, pekan lalu.
"Jadi dengan demikian Kongres PDIP V kemarin, yang merekomendasikan agar MPR melanjutkan rencana amandemen terbatas undang-undang Dasar 1945 untuk menghadirkan GBHN hanyalah meneruskan rencana yang sudah disepakati oleh pimpinan-pimpinan fraksi di MPR RI dan kelompok DPD RI," imbuh dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali