Menuju konten utama

Viral Pengakuan Eks Dukun Santet Bunuh Orang, Bisakah Dipidana?

Viral pengakuan eks dukun santet Ria Puspita yang bunuh orang menggunakan ilmu hitam, apakah bisa dipidana?

Viral Pengakuan Eks Dukun Santet Bunuh Orang, Bisakah Dipidana?
Ilustrasi ilmu hitam Santet. SHUTTERSTOCK

tirto.id - Mantan dukun santet Ria Puspita kembali viral di media sosial usai tampil di salah satu acara podcast YouTube. Sosoknya kembali dibicarakan media sosial usai merilis pengakuan pernah bunuh orang lewat santet.

Cerita pengakuan eks dukun santet Ria membunuh orang ia sampaikan beberapa acara podcast YouTube. Salah satu penampilannya yang terbaru adalah di YouTube Deddy Corbuzier, edisi 14 Mei 2024.

Melalui acara tersebut ia mengaku bahwa sudah pernah menyantet sekitar 100 orang. Menurut Ria, korban santetnya yang sakit parah ada lebih dari 60 dan yang meninggal akibat mencapai 30 orang.

"Tapi, yang sampai fatal 8 orang ini yang (meninggal secara) instan," jelas dia dalam podcast tersebut.

Potongan video podcast pengakuan Ria tentang dirinya berhasil menyantet dan membunuh orang beredar luas di X (dulu Twitter). Hal ini menimbulkan kontroversi di kalangan warganet.

Sebagian menilai bahwa tindakan Ria termasuk pelanggaran pidana. Namun, ada juga yang ragu apakah hal ini termasuk tindak pidana. Pasalnya, santet sendiri bukan sesuatu yang bisa dibuktikan secara nyata.

Terlebih Ria Puspita mengaku bahwa kejadian tersebut sudah lama terjadi dan dirinya kini sudah bertaubat. Lantas, apakah dukun santet yang mengaku pernah membunuh orang lewat ilmu hitam dapat dipidana?

Hukum Tentang Pelaku atau Dukun Santet

Santet merupakan sebuah praktik ilmu hitam dan perdukunan. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBB) santet adalah istilah lain untuk menyebut sihir.

Indonesia memang memiliki hukum bagi pelaku santet atau dukun santet. Peraturan itu tertuang dalam Pasal 252 Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 Tentang santet.

Pasal 252 itu juga sudah diadaptasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru, yang berbunyi:

  1. Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV (Rp200.000.000).
  2. Jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3.

Berdasarkan pasal tersebut, dijelaskan bahwa pelaku santet atau dukun santet yang bisa dipidana adalah yang ingin mencari keuntungan materi dari pengakuannya itu. Pelaku dapat dijerat hukuman selama 18 bulan penjara atau denda mencapai Rp200 juta.

Jika merujuk pasal tersebut, pengakuan Ria Puspita yang viral belum memenuhi syarat. Ia memang mengaku pernah menjadi dukun santet, namun pengakuannya tidak disertai tawaran agar orang lain membayar kemampuannya untuk menyantet.

Lantas, bagaimana dengan pengakuan dukun santet yang berhasil membunuh orang lewat santet? Pengakuan pelaku memang merupakan salah satu komponen penting untuk membuktikan tentang kebenaran suatu peristiwa yang melanggar pidana.

Namun, menurut Pasal 189 ayat (4) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, pengakuan seseorang tidak cukup membuktikan bahwa ia bersalah dan tetap harus disertai bukti yang lain.

Hal serupa juga disampaikan oleh Yahya Harahap dalam Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (2009).

Harahap menjelaskan bahwa sekalipun seseorang mengakui tindak pidana, tidak melenyapkan kewajiban penuntut umum dan persidangan untuk menyempurnakan pengakuannya menggunakan alat bukti.

Kasus santet sendiri merupakan kasus yang sulit dibuktikan tindakan dan akibatnya. Hal ini juga yang menjadi perdebatan saat pengesahan tentang pasal santet tersebut.

Pembuatan pasal santet sendiri bukan bertujuan untuk menangkap dukun santet karena membunuh orang menggunakan praktik sihir.

Pasal ini bertujuan untuk mencegah main hakim sendiri di kalangan masyarakat kepada pelaku yang mengaku sebagai dukun santet atau punya kekuatan gaib. Hal ini tertuang dalam penjelasan Pasal 252 KUHP 2022 yang berbunyi:

"Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan mampu melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain."

Baca juga artikel terkait VIRAL atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Dipna Videlia Putsanra