tirto.id - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menjelaskan, ada masalah lebih serius yang ternyata belum terjawab lewat terbitnya Omnibus Law Cipta Kerja ini.
“Memang di dalam klaster UMKM perizinan berusaha itu ada kemudahan bagi UMKM untuk mendaftarkan izin khususnya usaha mikro itu cuma perlu 1 orang untuk membuat PT. Tapi kalau kita lihat inovasi sebagai usaha digital, ternyata kawan-kawan di startup itu belum terjawab masalah di UU Ciptaker,” kata Bhima dalam sebuah diskusi, Kamis (5/11/2020).
Ia mencontohkan, pengusaha muda yang ingin mendirikan badan usaha sektor keuangan digital finansial teknologi (fintech) menghadapi proses perizinan panjang.
Bhima menyebut, sedikitnya ada 14 kementerian dan lembaga yang beririsan dengan fintech dari Kemenkominfo hingga Kementerian Perdagangan.
“Itu baru satu jenis [badan usaha] belum kita bicara mengenai e-commerce, transportasi online. Jadi kalau kita ingin kembangkan usaha yang inovatif sistem regulasi ini yang memang harus diperbaiki. Kenapa gak dibuat satu atap perizinannya,” jelas dia.
Selama ini, pemerintah kerap kali mengklaim Undang-Undang Cipta Kerja bakal memangkas aturan yang mempersulit terciptanya pengusaha baru. Salah satu yang kerap diunggulkan adalah syarat 'mudah' pendirian perseroan yang izin pendiriannya bisa dilakukan hanya dengan dua orang saja.
Aturan tertuang dalam Bagian Kelima UU 11/2020, tepatnya pada pasal 153 A ayat 1 yang bunyinya, "Perseroan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil dapat didirikan oleh 1 (satu) orang".
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali