tirto.id - Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi terkait UU 20/2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional. Mulyanto yang juga menjadi anggota Panja RUU Cipta Kerja menilai dari awal Omnibus Law tersebut memang bermasalah.
"Secara materiil UU itu membuka pintu liberalisasi sektor pertanian, kehutanan, perdagangan dan industri pertahanan nasional. Pada saat yang sama UU sapu jagat itu malah terkesan mencekik nasib buruh," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulis, Jumat (26/11/2021).
Menurut Mulyanto, pembentukan UU Ciptaker memang seolah dipaksakan dan kejar tayang saat awal-awal pandemi Covid-19. Mulai dari pembahasan hingga pengesahan, hanya perlu waktu enam bulan. Itu pun diputuskan dalam rapat kerja menjelang tengah malam. Hal ini mengindikasikan cacat formil dalam pembentukannya.
Terlebih lagi jurus Omnibus Law, lanjut Mulyanto, tidak memiliki dasar hukum. UU No. 15/2019 yang mengubah UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Putusan MK ini sesuai dengan argumentasi yang disampaikan FPKS dalam sidang pengambilan keputusan UU Cipta Kerja setahun lalu. Artinya apa yang disuarakan FPKS memang sesuai dengan kepentingan dan aspirasi masyarakat," tuturnya.
MK menilai UU Ciptaker inkustitusional karena alasan pemerintah melakukan revisi sejumlah undang-undang demi memangkas waktu tidak dapat dibenarkan. Pemerintah tidak boleh mengambil jalan pintas yang tidak sesuai dengan UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) yang merupakan turunan UUD 1945.
MK juga menganulir dalih pemerintah bahwa UU Cipta Kerja sama dengan UU No. 7 Tahun 2017 maupun UU 32 tahun 2004.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto