tirto.id - Analis Forensik Digital Ruby Alamsyah menilai langkah pemerintah mencegah penyebaran konten negatif, terutama hoaks, dengan membatasi hingga memblokir akses ke media sosial saat aksi 22 Mei 2019 memang efektif.
Akan tetapi, menurut CEO Digital Forensic Indonesia itu, pemerintah harus memikirkan solusi lain karena kemungkinan besar metode itu tidak akan efektif lagi.
“Pemblokiran, pembatasan bertahap kemarin, menurut saya efektif hanya di situasional di tanggal 22 Mei. Tapi, setelah itu berbedar informasi [pemakaian] VPN dan lain-lain,” kata Ruby di kompleks kantor Badan Sandi dan Siber Nasional (BSSN), Jakarta, Senin (27/5/2019).
“Jadi, efektif hanya untuk tanggal 22 [Mei], kalau pemblokiran [akses] saja,” tambah Ruby.
Dia meyakini banyak orang kini sudah mengetahui bahwa pembatasan maupun pemblokiran akses ke media sosial bisa disiasati dengan penggunaan Virtual Private Network (VPN).
Oleh karena itu, Ruby pesimistis metode pemblokiran maupun pembatasan akses internet guna mencegah konten negatif tersebar masih efektif di masa mendatang.
“Waktu pemblokiran itu masif, dampak negatifnya masyarakat jadi tahu. Yang semula enggak tahu VPN itu apa, apa fungsinya, akhirnya tahu. Dan [ini] akan kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah yang selama ini melakukan pemblokiran situs-situs,” ujar Ruby.
Menurut Ruby, pemerintah sebenarnya tidak perlu melakukan pendekatan seperti Cina, Vietnam, Malaysia dan Singapura untuk menangkal penyebaran konten negatif. Dia berpendapat pemerintah bisa mencari solusi dengan segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi.
Opsi lainnya, kata Ruby, ialah dengan membangun platform anti-hoaks berdasarkan pendekatan digital forensic. Dia menilai pendekatan digital forensic terbukti menjadi solusi efektif dalam menghadapi penyebaran hoaks. Selain itu, digital forensic bisa digunakan untuk mencari asal-muasal informasi.
Ruby mengaku, dirinya sedang membangun platform hoax-identifier dengan pendekatan forensik digital dan jurnalistik. Dia menyebut, platform tersebut bersifat netral dan independen sehingga masyarakat bisa mempercayainya. Masyarakat juga bisa berpartisipasi dalam platform itu.
“Jadi harus memiliki platform yang benar-benar independence, scientific, approven, berintegritas, agar masyarakat punya punya acuan gampang, dan keywordnya independen,” ujar Ruby.
“Menurut kami, masih ada cara lain tanpa melakukan tindakan-tindakan seperti pembatasan-pembatasan seperti kemarin,” Ruby menambahkan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom