tirto.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap tersangka Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi Liquefied Natural Gas (LNG) PT Pertamina periode 2011-2021. Pada pemeriksaan kali ini, Karen dicecar 25 pertanyaan oleh penyidik.
Karen menyatakan, dalam pemeriksaan hari ini dirinya menegaskan tidak ada kerugian di Pertamina atas kontrak bersama CCL. Bahkan, ia mengklaim adanya keuntungan dari kontrak tersebut.
"Posisi Pertamina hari ini justru untung. Dalam pemeriksaan hari ini, saya juga sudah menyerahkan bukti yang menunjukkan bahwa kontrak antara Pertamina dengan CCL sudah menguntungkan untuk Pertamina," kata Karen di Gedung Merah Putih KPK usai menjalani pemeriksaan, Kamis (5/10/2023).
Lebih lanjut Karen mengklaim, kontrak itu bahkan ditandatangani hingga 2040, sehingga besar kemungkinan menguntungkan Pertamina. Ia pun mempertanyakan cara KPK menghitung kerugian hingga 2021.
Di sisi lain, Karen enggan menanggapi pernyataan KPK yang menyebut dirinya menjanjikan nilai kontrak flat kepada CCL.
Terkait dengan keputusan kontrak bersama CCL itu sendiri, Karen menyatakan berdasarkan keputusan kolektif kolegial. Para petinggi Pertamina, ungkapnya, menyetujui adanya kontrak bersama CCL.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, kasus ini berawal saat Pertamina melakukan pengadaan LNG sebagai alternatif untuk mengatasi defisit gas. Kala itu, Pertamina di bawah kepemimpinan Karen memprediksi Indonesia akan defisit gas pada 2009-2040 sehingga perlu pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN (Persero), industri pupuk, dan industri petrokimia lain di Indonesia.
Karen pun mengeluarkan kebijakan untuk kerja sama dengan sejumlah supplier LNG di luar negeri, salah satunya perusahaan Corpus Christi Liquefication (CCL) Amerika Serikat. Karen disebut secara sepihak langsung melakukan kontrak kerja sama dengan CCL tanpa kajian dan analisis menyeluruh dalam kerja sama Pertamina-CCL.
Karen juga disebut tidak melaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina. Karen pun tidak melaporkan kebijakan kerja sama CCL-Pertamina dalam pembelian gas LNG pada Rapat Umum Pemegang Saham yakni pemerintah.
Firli menambahkan, seluruh kargo LNG yang dibeli Pertamina dari CCL tidak terserap sepenuhnya oleh pasar domestik Indonesia. Hal itu mengakibatkan kargo LNG Indonesia oversupply dan tidak pernah masuk ke Indonesia.
Kondisi oversupply itu lantas merugikan bagi Indonesia karena Pertamina menjual oversupply LNG dengan kondisi harga di bawah pasar internasional. Aksi Karen, kata Firli, dinilai telah melanggar sejumlah ketentuan seperti keputusan RUPS Anggaran Dasar PT Pertamina, sejumlah peraturan BUMN, dan merugikan negara hingga 140 juta dolar AS atau setara Rp2,1 triliun.
“GKK alias KA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,” kata Firli.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Maya Saputri