Menuju konten utama

Upaya Menghadirkan Rektor UGM dan Berlarutnya Kasus Agni

Rektor UGM terus mengabaikan panggilan Ombudsman DIY. Polisi pun belum menetapkan Hardika Saputra jadi tersangka.

Upaya Menghadirkan Rektor UGM dan Berlarutnya Kasus Agni
Gabungan sejumlah organisasi dan mahasiswa melakukan aksi menuntut terduga pelaku kekerasan seksual dikeluarkan dari kampus. Aksi dilakukan bersamaan dengan wisuda UGM di Grha Sabha Permana (GSP), Kamis (22/11/2018). tirto.id/Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Dugaan kekerasan seksual yang dialami Agni, bukan nama sebenarnya, salah satu mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM), juga ditangani Polda DIY dan Ombudsman RI (ORI) DIY. Meski sudah ada dua instansi negara plus pihak rektorat yang turun tangan, kasus ini belum juga selesai.

Kepala ORI DIY Budi Masturi menduga rektorat UGM lamban menangani kasus. Untuk itu instansinya berupaya meminta keterangan langsung Rektor UGM Panut Mulyono. Namun Panut tak juga menemui ORI DIY, baik pada 13 Desember 2018 (undangan sebelum pemanggilan resmi) dan 2 Januari 2019 (pemanggilan resmi pertama). Petugas ORI juga datang ke UGM pada 31 Desember, tapi rektor tak ada di tempat.

"Hari ini [2/1/2019] kami sebenarnya meminta kehadiran rektor untuk kedua kalinya, setelah 31 Desember 2018 saya sudah mengutus beberapa asisten ORI DIY untuk menemui rektor di kampus UGM," kata Budi saat dihubungi reporter Tirto.

"Jika memang bisa [ditemui] saat itu akan langsung dimintai keterangan. Tapi ternyata rektor tidak mau menerima kami," lanjutnya.

Jika dalam tiga kali pemanggilan tidak juga hadir, ORI DIY akan memanggil paksa Rektor UGM dengan meminta bantuan polisi. Ini sesuai dengan aturan yang tertera pada Pasal 31 Undang-Undang 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI (PDF).

"Kalau panggilan pertama sampai ketiga tidak datang kami bisa menggunakan kewenangan menghadirkan secara paksa dengan bantuan kepolisian," ujarnya.

Budi mengatakan bahwa kehadiran Rektor UGM sangat penting guna mengkonfirmasi temuan instansinya di lapangan—bahwa UGM diduga lamban menangani kasus. Oleh karena itu Rektor UGM tidak dapat diwakilkan. Dia sendiri yang harus datang.

"Rektor harus melihat Ombudsman sebagai lembaga negara yang harus dihormati. Sama seperti kepolisian dan kejaksaan ketika memanggil kan tidak bisa diwakilkan."

Rektor UGM Panut Mulyono mengaku memang tidak dapat menemui ORI DIY yang datang ke UGM akhir tahun lalu. Saat itu Panut mengaku sedang berada di luar kota.

"Saya tidak menolak," kata Panut kepada reporter Tirto melalui sambungan telepon, Rabu (2/1/2019). Meski demikian, dia mengatakan saat ORI DIY datang pihak kampus menyambut. "Pasti ada yang menemui, tapi bukan saya."

Reporter Tirto juga bertanya soal kenapa Panut tak datang pada pemanggilan hari ini. Tapi dia tak menjawab dan buru-buru menutup telepon. Sebelum itu dia hanya mengatakan kalau mereka mengikuti peraturan yang ada.

"Sesuai dengan peraturan hukum, UGM akan mengikuti semuanya. Artinya UGM sama sekali tidak melanggar atau menolak proses-proses hukum," klaimnya.

Belum Ada Tersangka

Selain Ombudsman yang menyelidiki bagaimana UGM menangani kasus, polisi juga turun tangan untuk melihat apakah ada pelanggaran hukum atau tidak. Yang melapor ke polisi bukan korban, tapi Kepala Pusat Keamanan, Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan (PKKKL) UGM Arif Nurcahyo.

Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda DIY sejauh ini telah memeriksa 19 saksi, termasuk penyintas dan terduga pelaku pemerkosaan. Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Kombes Pol Hadi Utomo, pemeriksaan terduga pelaku yang juga mahasiswa UGM, Hardika Saputra, sudah dilakukan dua kali. Korban juga sudah diperiksa lebih dari dua kali. Pelapor juga telah dimintai keterangan.

"Penyelidikan sudah kami lakukan dan sudah ada sekitar 19 saksi yang kami periksa. Ada dari temannya, teman dekat, teman kuliah, pegawai dari UGM, dan dari dosen. Tidak bisa saya sebut semua, dari berbagai pihak," kata Hadi di Yogyakarta, Senin (31/12/2018).

Selain telah memeriksa 19 saksi, Hadi mengatakan penyidik Polda DIY juga telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Negeri (Kejati DIY). "Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan sudah kami kirimkan ke Jaksa Penuntut Umum."

Hadi mengatakan kalau memang sampai saat ini Hardika Saputra masih berstatus sebagai saksi, belum naik jadi tersangka. Hardika sendiri, lewat kuasa hukumnya, membantah telah melecehkan dan memaksa korban.

Hardika dilaporkan dengan Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan, Pasal 289 KUHP tentang Tindak Pidana Pencabulan, dan Pasal 290 KUHP tentang Tindak Pidana Pencabulan yang Dilakukan Terhadap Orang yang Tidak Berdaya.

"Ancaman hukuman di atas 5 tahun," kata Hadi.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN SEKSUAL DI UGM atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino