Menuju konten utama

Upaya Melawan Google yang Mahakuasa atas Data Pengguna

Google Search, layanan paling utama, digunakan untuk melakukan 3,5 miliar kali pencarian internet setiap hari oleh orang-orang di seluruh dunia.

Upaya Melawan Google yang Mahakuasa atas Data Pengguna
Ilustrasi Google. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Semenjak diinisiasi Tim Berners-Lee melalui proposal berjudul “Information Management: A Proposal” untuk institusi ilmiah CERN di awal dekade 1990, internet atau dunia web berkembang menjadi pusat informasi umat manusia. Buku panduan atas pusat informasi umat manusia bernama Google.

Semua hal yang berhubungan dengan Google terlihat fantastis. Tengoklah beberapa produk atau layanan yang mereka miliki. Secara statistik, sangat perkasa.

Google Search, layanan paling utama, digunakan untuk melakukan 3,5 miliar kali pencarian internet setiap hari oleh orang-orang di seluruh dunia. Angka ini menempatkan Google sebagai pemilik 90,28 persen pangsa pasar mesin pencari dunia.

Lalu, di akhir 2018, terdapat 1,5 miliar pengguna aktif Gmail, layanan e-mail gratis dari Google. Di Amerika Serikat, Google menguasai 28 persen pangsa pasar e-mail client. Ada pula Youtube, media sosial berbasis video, yang kini telah ditonton 1,8 miliar penduduk maya dunia. Dan Android, sistem operasi mobile yang mentenagai 2,5 miliar ponsel di seluruh dunia.

Namun, statistik-statistik fantastis Google bukan tanpa kritik. Pada 2018, menurut laporan keuangan Google, perusahaan itu mendulang pendapatan sebesar $137 miliar. Sumber terbesar pendapatan inilah biang kritik. Tak lain, sumber itu ialah iklan. Dari jumlah sebesar itu, iklan menyumbang uang sebesar $116,3 miliar pada Google.

Pangkal masalahnya, iklan yang dijajakan Google tak serupa dengan iklan yang dijajakan media konvensional. Google menjajakan iklan personal. Dalam laman resmi mereka, iklan personal bisa dijajakan karena Google mengambil tiga jenis data penggunanya, yakni info personal seperti usia, lokasi, ataupun jenis kelamin, info aktivitas seperti kata kunci pencarian, situsweb yang dikunjungi, perangkat yang digunakan, dan info lainnya, seperti kapan kunjungan internet dilakukan.

Untuk kerja mengambil data ini, Google tak main-main. Dalam hal teknik, tidak ada data resmi berapa banyak pusat data yang dimiliki Google. Namun, pada 2016, Google diperkirakan memiliki 2,5 juta server yang tersebar di segala penjuru dunia.

Sebagaimana dilansir Wired, menjalankan pusat data yang saling bertautan untuk melayani jutaan pengguna Google bukanlah perkara mudah. Google, untuk dapat melakukannya, menciptakan teknologi baru bernama Spanner.

Umumnya, pusat data memanfaatkan teknologi bernama Network Time Protocol atau NTP untuk membuat server-server saling terhubung secara online dengan presisi memanfaatkan jam atom (atomic clock). Sayangnya, NTP punya kelemahan, misalnya tatkala terjadi “leap second” di akhir 2016 silam. Banyak server tumbang karena memiliki perbedaan 1 detik satu dengan yang lainnya. Selain itu, NTP memang tidak dirancang menghubungkan server dalam jumlah massif, seperti yang dimiliki Google.

Spanner bekerja dengan memanfaatkan TrueTime API, NTP ala Google, yang kemudian sanggup melayani data jutaan penggunanya.

Namun, meski hebat soal teknis, Google, secara sederhana, mengambil data penggunanya. Dan perlawanan pun dimulai.

Privasi, Strategi Melawan Google

Perlawanan terhadap Google banyak dilakukan oleh berbagai perusahaan dari berbagai segmen. Yang unik, perlawanan-perlawanan Google umumnya menggunakan satu kekuatan: privasi.

Tak salah, privasi adalah bagian dari hak asasi manusia. Dalam artikel 12 pada deklarasi hak asasi manusia 1948, disebutkan bahwa “tidak seorang pun boleh mengalami gangguan sewenang-wenang terhadap privasi, keluarga, rumah atau korespondensi, atau serangan terhadap kehormatan dan reputasinya. Setiap orang berhak atas perlindungan hukum terhadap gangguan atau serangan semacam itu.”

Kasus Cambridge Analytica dan dibombardirnya pengguna internet dengan algorithm bubble—yakni memberikan rekomendasi sesuai data pribadi, membuat perlawanan via privasi patut dibenarkan.

Pada segmen mesin pencari, DuckDuckGo dan SearchEncrypt melawan Google.

Infografik Google Power

Infografik Google Power!. tirto.id/Nadya

Di ranah sistem operasi, muncul Silent OS, sistem operasi yang memanfaatkan Android Open Source Project, sebagai penantang Android versi Google. Dalam laman resmi mereka, Silent OS menyebut bahwa mereka “menempatkan privasi yang kuat di jari penggunanya”.

Untuk melawan Gmail, Protonmail maju menantang.

Paling tidak, ada tiga fitur utama Protonmail yang digunakan untuk melawan Gmail, itu ialah privasi berstandar swiss, enkripsi end-to-end, dan anonimitas. Selain ketiga fitur utama, guna meyakinkan penggunanya, Protonmail merilis source code mereka di GitHub. Pengguna, khususnya yang memiliki kemampuan pemrograman, bisa mengecek bagaimana layanan ini bekerja.

Terakhir, perlawanan pada Google datang Tor Browser dan perambah-perambah lain bertema privasi. Pasalnya, Chrome, perambah pemilik pangsa pasar sebesar 69,5 persen, adalah kepunyaan Google. Dari perambah, umumnya, aktivitas maya bermula.

Baca juga artikel terkait GOOGLE atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Maulida Sri Handayani