tirto.id - Raja Ramanna, Direktur Bhabha Atomic Research Center (BARC), tidak pernah menyangka dirinya diminta khusus oleh Perdana Menteri India, Indira Gandhi, untuk mengembangkan bom atom secara serius. Cerita bermula ketika Raja menerima kunjungan Indira di lembaga yang dipimpinnya untuk melihat perkembangan riset pada 7 September 1972. Di tengah kunjungan, Indira tiba-tiba memerintahkan Raja dan peneliti BARC lainnya untuk segera melakukan rancangan dan ujicoba bom atom.
Raja pun langsung membentuk tim berisi 75 ilmuwan untuk merealisasikan keinginan Indira. Tim tersebut bekerja dengan kerahasiaaan yang rapat. Bahkan, tidak semua pejabat tinggi mengetahui bahwa India sedang membuat bom atom. Hanya tiga orang di luar para peneliti yang mengetahuinya, yakni Indira dan kedua penasihat khususnya.
Dua tahun kemudian, hari yang ditunggu-tunggu tiba. Sabtu pagi tanggal 18 Mei 1974, tepat hari ini 47 tahun lalu, ledakan besar terjadi di pedalaman Gurun Thar, India. Ledakan itu menghasilkan bunyi yang sangat kencang serta awan jamur yang mengembang tinggi di langit gurun. Peristiwa itu mengagetkan dan menjadi perhatian dunia.
Tidak lama berselang, pemerintah India yang diwakili langsung oleh Perdana Menteri Indira Gandhi, mengadakan konferensi pers dan mengumumkan secara resmi bahwa ledakan bersandi "Smilling Budha" itu adalah hasil ujicoba bom atom pertama buatan India. Indira Gandhi mengklaim bahwa, "peledakan ini murni untuk melihat hasil riset dan studi kami (India), untuk tujuan damai, bukan untuk kegiatan militer."
Tiga dekade sebelum ledakan bom atom perdana itu, India memang sudah melakukan penelitian nuklir yang cukup serius sejak kepemimpinan ayah Indira Gandhi sekaligus perdana menteri pertama, Jawaharlal Nehru. Pada 15 April 1948, Nehru mengeluarkan Undang-Undang Energi Atom dan membentuk Komisi Energi Atom India untuk merealisasikan keinginannya mengembangkan bom atom untuk tujuan damai.
Namun, karena India baru merdeka pada 1947--yang artinya masih mengalami banyak keterbatasan--maka baru pada tahun 1954-1959, kegiatan yang mengarah pada pengembangan senjata nuklir mulai serius digarap. India mulai mengadakan kerjasama dengan negara-negara lain dan mulai membangun reaktor nuklir.
Meski demikian, pernyataan Indira usai ujicoba perdana itu tetap saja mengejutkan dunia, khususnya negara-negara besar. Pasalnya, pemerintahan Indira tidak memperlihatkan gelagat sedang melaksanakan riset bom atom karena kerahasiaan yang dipegang teguh pemerintah. Selain itu, riset yang dilakukan sama sekali tidak terendus oleh badan intelijen pelbagai negara. Dilansir dari Indiatimes, AS dan Central Intelligence Agency mengakui kecolongan.
Dalih Tujuan Damai dan Pencitraan
Menurut Raja, perintah Indira dipandang olehnya dan ilmuwan India lain sebagai dorongan untuk membuktikan kepada rekan-rekan ilmuwan di dunia Barat bahwa mereka juga dapat membuat bom atom. Raja tidak melihat dalih militer atas perintah Indira dan murni untuk tujuan damai.
Jurnalis Bernard Weinraub dalam reportasenya di New York Times (27/4/1974), berupaya menghimpun jawaban dari pejabat India yang tidak disebutkan namanya terkait maksud dari tujuan damai. Menurut pejabat itu, tujuan damai dimaksudkan untuk memanfaatkan nuklir sebagai sarana peningkatkan pembangkit listrik dan produksi tenaga murah sehingga dapat mengembangkan industri, termasuk pabrik pupuk yang sangat dibutuhkan, serta produksi komponen elektronik. Jadi, penggunaan nuklir dipandang sebagai kemajuan pengembangan teknologi yang dapat membantu kemaslahatan rakyat India
"Orang India mengatakan bahwa ledakan nuklir akan mengarah pada penggunaan damai seperti eksplorasi minyak dan gas, pengembangan tambang dan pembersihan bendungan dan lokasi pelabuhan," imbuhnya.
Dua bulan berselang, perspektif lain diungkap oleh jurnalis Barkat M. Mokhtar dalam reportasenya di surat kabar New York Times (24/6/1974), Menurutnya, pengujicobaan itu tidak terlepas dari keinginan Indira untuk memperbaiki citra politiknya di mata rakyat India maupun Asia Selatan.
Saat itu, Indira memang sedang berada di posisi paling sulit selama masa kepemimpinannya. Kepercayaan rakyat India merosot tajam akibat ulah pejabatnya yang korup. Ditambah lagi, pemerintahannya tidak mampu menjaga laju inflasi yang terus meroket hingga mengakibatkan kemiskinan merajalela dan pasokan pangan berkurang.
Melalui momentum ujicoba ini, Indira seakan ingin menunjukkan bahwa peledakan bom atom selaras dengan kemajuan teknologi yang dapat bermanfaat untuk rakyat India. Sekaligus menjadi momentum untuk memperbaiki citranya dalam menghadapi pemilu 1977. Meskipun pada akhirnya, menurut George Perkovich dalam India’s Nuclear Bomb: The Impact on Global Proliferation (1999), alasan ini gagal total karena rakyat India tetap saja tidak mengalami peningkatan kesejahteraan. Dan dalam pemilu 1977, Indira harus menelan kekalahan.
Dari sudut pandang politik regional, India saat itu sedang menjadi sorotan karena berulangkali konflik dengan negara tetangganya, seperti Cina pada tahun 1969 dan yang paling sering ialah konflik dengan Pakistan. Apalagi kelak, terdapat kerjasama Cina-Pakistan yang dipandang oleh India sebagai ancaman. Konflik-konflik inilah yang menurut Mokhtar juga mendorong Indira untuk segera menunjukkan kekuatan India yang sebenarnya melalui bom atom.
“India sangat yakin bahwa dia harus menantang kepemimpinan Cina di Asia dan dunia. Dia harus menjaga keseimbangan kekuatan di Asia dan tidak membiarkan Cina mengambil keuntungan yang tidak semestinya […],” imbuhnya.
Senada dengan Mokhtar, Bhabani Sen Gupta dalam Nuclear Weapons?: Policy Options for India First Edition (1984) juga mengatakan bahwa pembentukan bom atom India didasarkan oleh keingingan India untuk masuk ke dalam kekuatan global atau menjadi negara terkuat di regional Asia Selatan. Ini berkaitan dengan prestise dan keamanan India terhadap ancaman-ancaman dari Cina dan Pakistan.
Meski berdalih untuk tujuan damai, namun tidak menutup kemungkinan apabila India menggunakan nuklir sebagai kunci utama dalam setiap kekuatan militernya.
"Serangan" Pakistan dan Kanada
Usai ujicoba, para ilmuwan India dipuji bak pahlawan. Namun pada saat yang bersamaan, dunia internasional banyak yang menghujat India. Para politikus dan media negara lain menyebut tindakan ini sebagai tindakan bodoh dan konyol karena India berani menggelontorkan dana besar untuk pengembangan nuklir yang bertujuan mendongkrak ekonomi di saat rakyatnya kesusahan. Apalagi kala itu dunia tengah diselimuti iklim perdamaian setelah penandatanganan perjanjian non-proliferasi nuklir. Oleh karena itu, tindakan India dipandang oleh Jepang, Swedia, dan Uni Soviet sebagai tindakan yang merusak perjanjian tersebut.
Menurut George Perkovic, terdapat dua negara yang paling giat mengkritik, yakni Pakistan dan Kanada. Sebagai negara tetangga dan sering berkonflik dengan India, Pakistan memandang sinis ujicoba nuklir tersebut. Ketika kabar uji coba perdana nuklir India terdengar, Perdana Menteri Pakistan Zulfikar Ali Bhutto meradang.
Dalam pernyataannya pada 19 Mei 1974, ia memandang tindakan India sebagai ancaman dan bentuk intimidasi kepada Pakistan. Tidak terima tuduhan tersebut, Indira menyurati Bhutto dan meluruskan bahwa tindakan itu adalah untuk tujuan damai dan tetap menjunjung tinggi komitmen perdamaian dengan Pakistan. Akan tetapi, pernyataan Indira tidak melunturkan sinisme kepada India. Bahkan, Bhutto secara resmi meminta perlindungan kepada negara-negara yang memiliki nuklir dan mempercepat pekerjaan senjata nuklir Pakistan sebagai bentuk antisipasi terhadap serangan nuklir India.
Pada saat yang bersamaan, Kanada yang sempat terlibat dalam kerjasama pembangunan reaktor nuklir dengan India turut meradang. Tanggal 22 Mei 1974, Kanada secara resmi memberhentikan bantuan kerjasama itu karena merasa dikhianati.
Terlepas dari pelbagai kontroversi, pembuatan senjata nuklir India menandai kesuksesan negara yang baru tiga dekade merdeka dalam pengembangan sains dan teknologi. India menjadi negara keenam yang memiliki nuklir setelah AS, Soviet, Inggris, Prancis, dan Cina.
Editor: Irfan Teguh