tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menetapkan kebakaran gedung Kejaksaan Agung merupakan bentuk kelalaian. Hal itu berdasarkan hasil gelar perkara penyidik yang dilakukan hari ini dan telah merampungkan enam kali olah tempat kejadian perkara.
“Polisi melakukan gelar perkara untuk menentukan tersangka. Setelah gelar perkara ternyata ini kasus kealpaan,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono di Bareskrim Polri, Jumat (23/10/2020).
Delapan orang resmi jadi tersangka lantaran kelalaian. Mereka dijerat Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman lima tahun penjara.
Rincian profesi tersangka yakni lima tukang bangunan inisial T, H, S, K, IS, satu mandor inisial UAM, Direktur Utama CV Arkan Putra Mandiri inisial R dan pegawai Kejaksaan Agung inisial NH.
Peran pegawai Kejagung adalah mempekerjakan tukang dan mandor bangunan. Sedangkan R merupakan pemilik CV yang menjualbelikan barang ilegal yang mempercepat kebakaran.
Argo menambahkan, pada hari kejadian, si mandor tak berada di tempat perkara. Sedangkan para pekerja itu merokok dan membuang puntungnya sembarangan usai bekerja merenovasi Aula Biro Kepegawaian.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Ferdy Sambo menyatakan proses penyelidikan dan penyidikan oleh jajaran Bareskrim, Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Selatan dilakukan selama 63 hari.
Di hari ke-30 polisi menaikkan perkara ini menjadi tahap penyidikan lantaran ditemukan dugaan tindak pidana sengaja menimbulkan kebakaran (Pasal 187 KUHP) atau kelalaian (Pasal 188 KUHP).
Alasan disertakan pasal alternatif karena polisi ingin meyakinkan apakah gedung itu dibakar atau terbakar.
“Proses penyidikan kami mulai dari menganalisis hasil olah tempat kejadian perkara, wawancara, dan barang bukti yang telah kami kumpulkan bersama Kapuslabfor, dan beberapa (keterangan) ahli yang kami libatkan dalam penyelidikan,” kata Sambo.
Kobaran api di gedung itu dimulai pada 22 Agustus sekira pukul 18.15 dan berhasil dipadamkan pukul 6 esok harinya. Berdasar hasil penelusuran, korsleting bukanlah pemicu utama bangunan itu terbakar, namun nyala api terbuka (open flame).
Menurut keterangan ahli, nyala api terbuka itu bisa disebabkan dua hal yakni bara api atau penyulutan api. Karena temuan itulah penyidik menggaet pasal alternatif dalam perkara ini. Api muncul di Aula Biro Kepegawaian itu diketahui oleh saksi mata yang melihat api pertama kali, saksi yang memadamkan, dan saksi yang berada di bangunan itu pada 22 Agustus.
Sebanyak 64 saksi diperiksa dalam penyidikan. Keterangan saksi diperkuat oleh citra satelit milik IPB guna mengetahui titik awal api. Satelit ini biasa digunakan untuk memantau kebakaran lahan.
Pakar Kebakaran Lingkungan dan Hutan IPB Bambang Hero Saharjo yang menjadi saksi kali ini. Hasilnya, diketahui petugas pembersih menggunakan cairan pembersih yang tidak sesuai dengan ketentuan yaitu minyak lobi.
“Ada minyak lobi yang biasa digunakan oleh petugas kebersihan. Setelah Puslabfor mengecek temuan adanya fraksi solar dan tiner di setiap lantai, kemudian kami selidiki dari mana barang ini berasal,” terang dia.
Kebakaran gedung Kejakaan Agung melumat kantor Jaksa Agung ST Burhanuddin dan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Tak ada korban jiwa namun kerugian materiil ditaksir menyentuh angka Rp1,12 triliun.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali