Menuju konten utama

Tragedi Kanjuruhan, ICJR: Bukan Pelanggaran Etik, tapi Pidana

Erasmus sebut penggunaan kekuatan berlebihan yang tak proporsional dan sebabkan kematian, semestinya diusut pidana.

Bunga yang ditabur superter Arema FC (Aremania) di Patung Singa Stadion Kanjuruhan, Malang, jawa Timur, Minggu (2/10/2022). Selain menabur bunga, mereka melakukan doa bersama sebagai bentuk duka cita atas jatuhnya korban dalam kerusuhan yang terjadi di stadion itu. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.

tirto.id - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu menyebut, tragedi yang menewaskan ratusan orang di Stadion Kanjuruhan lebih dari sekadar pelanggaran etik aparat. Ia sebut kasus tersebut sudah masuk ranah pidana.

“Sudah memasuki ranah pidana karena jatuhnya korban jiwa terjadi karena penggunaan kekuatan yang belebihan, yang mana penggunaan kekuatan berlebihan tersebut dapat terprediksi dampak fatalnya ketika dilakukan ruang dengan keterbatasan akses keluar seperti stadion,” kata Erasmus dalam keterangan tertulis, Selasa, 4 Oktober 2022.

Erasmus mengatakan, penggunaan kekuatan yang berlebihan atau excessive use of power yang tidak proporsional dan menyebabkan kematian, sudah seharusnya diusut menggunakan jalur pidana.

“Bahkan, Polri sendiri telah mengakui mulainya pemeriksaan pelanggaran ketentuan Pasal 359 dan 360 KUHP (menyebabkan kematian karena kealpaan). Pasal-pasal ini tentunya dapat digunakan, selain dengan Pasal 338 KUHP berkaitan dengan pembunuhan," kata Erasmus.

Berdasarkan hal-hal di atas, ICJR mendorong kepolisian secara tegas mengusut anggotanya yang telah melakukan pelanggaran pidana dan mempertanggungjawabkannya sesuai dengan jalurnya dan bukan hanya melalui jalur pemeriksaan etik.

“Peristiwa ini harus menjadi titik balik kepolisian untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena tidak seluruh kesalahan yang dilakukan personil adalah pelanggaran kode etik," tandas Erasmus.

Berdasarkan keterangan polisi, diketahui sebanyak 125 orang tewas akibat kejadian ini. Masalah ini bermula ketika polisi menembakkan gas air mata kepada Aremania, suporter klub Arema, yang dianggap anarkis oleh kepolisian.

Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nico Afinta menyatakan tidak semua suporter turun ke lapangan dan tidak semua melakukan aksi anarkis. Ia pun menegaskan bahwa kepolisian bertindak merespons sikap pendukung.

Imbas dari tragedi di Stadion Kanjuruhan ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memutasi Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat.

Baca juga artikel terkait KERUSUHAN KANJURUHAN atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Abdul Aziz