tirto.id - Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta mengatakan bahwa TPST Bantargebang sebagai satu-satunya tempat pemrosesan akhir sampah diperkirakan dalam waktu dekat akan mencapai kapasitas maksimum, sehingga tidak dapat menerima sampah lagi.
Plt. Kepala DLH DKI, Syaripudin, menuturkan berdasarkan data per Juli 2019, ketinggian sampah di TPST Bantargebang sudah mencapai 43-48 meter dari batas maksimal 50 meter.
Untuk itu, kata Syaripudin, perlu melakukan upaya mendesak dalam mengurangi kuantitas sampah yang masuk ke TPST Bantar Gebang, salah satunya melalui pembangunan Fasilitas pengolahan sampah antara (FPSA) Tebet.
"FPSA Tebet merupakan upaya kami untuk mengurangi kuantitas sampah ke TPST Bantargebang," kata Syaripudin melalui keterangan tertulisnya, Senin (9/8/2021).
Tujuannya, lanjut Syaripudin, untuk mendukung optimalisasi TPST Bantargebang yang sedang berjalan saat ini, seperti PLTSa Merah Putih di TPST Bantargebang dengan kapasitas 100 ton/hari dan Landfill Mining untuk pengolahan sampah lama menjadi bahan bakar dengan kapasitas rata-rata tahun 2020 sebesar 23 ton/hari. Itu semua juga akan terus ditingkatkan kapasitasnya.
Dinas LH juga sedang menjalankan upaya pengurangan sampah di sumber yang dilakukan dengan mengimplementasikan Peraturan Gubernur Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Lingkup Rukun Warga.
“FPSA atau Intermediate Treatment Facility (ITF) skala mikro dilakukan dengan pendekatan pengolahan sampah di sumber dan habis di sumber. FPSA merupakan salah satu strategi penanganan sampah dengan penerapan teknologi penanganan sampah yang ramah lingkungan dan tepat guna," ucapnya.
FPSA sendiri sudah dimanfaatkan di beberapa Negara, seperti Finlandia, Singapura, Jepang, China, dan sejumlah negara lainnya.
Rencana untuk pembangunan FPSA beserta fasilitasnya berupa pengolahan sampah sudah dipikirkan secara matang, bahkan disesuaikan dengan komposisi dan karakteristik sampah di Kecamatan Tebet, kata Syaripudin.
FPSA Tebet merupakan pengolahan sampah terpadu dengan recycling center, biodigester, pirolisis, BSF Maggot, incinerator, dan pengolahan FABA, sehingga diupayakan hanya sampah tak terolah yang masuk ke insinerator. Selain itu, FPSA Tebet dilengkapi fasilitas enviromental education (pusat edukasi warga), ruang interaksi publik (taman bermain), food center (kantin), sarana olahraga, urban farming, IPAL dan open theater.
"Pembangunan FPSA Tebet juga terintegrasi dengan kegiatan revitalisasi Taman Tebet yang saat ini juga sedang berlangsung. Konsep hijau dari Taman Tebet juga akan diterapkan di FPSA Tebet yang sedang direncanakan," tuturnya.
Syaripudin menjelaskan bahwa teknologi incinerator yang direncanakan pada FPSA Tebet telah terdaftar dalam Registrasi Teknologi Ramah Lingkungan Pemusnah Sampah Domestik dan telah dilakukan pengujian kualitas udara pada laboratorium yang tersertifikasi KAN dengan hasil pengujian emisi yang dikeluarkan di bawah baku mutu yang dipersyaratkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.70/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Sampah secara Termal.
"Pada prinsipnya, fasilitas tersebut akan dibangun dengan teknologi ramah lingkungan dan menekankan pada best practices dalam pengoperasian dan pemeliharaannya, agar emisi yang dihasilkan di bawah baku mutu yang dipersyaratkan dan tidak mengganggu keselamatan dan kesehatan publik. Pembangunan FPSA tidak dilakukan di Taman Tebet melainkan terintegrasi dengan Taman tebet," imbuhnya.
Dinas LH DKI Jakarta juga akan memastikan bahwa FPSA Taman Tebet memenuhi standar lingkungan yang dipersyaratkan dengan melakukan pemantauan dan pengawasan secara rutin, selain juga mewajibkan pengelola untuk memasang Continues Emision Monitoring System (CEMS) yang dapat dilihat juga oleh masyarakat parameter kualitas emisi yang dihasilkannya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri