tirto.id - Mantan Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono akui mengalirkan uang pemberian dari Komisaris PT Adiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan kepada sejumlah pihak. Bahkan, uang 'panas' tersebut ternyata diberikan untuk kegiatan sosial.
Fakta tersebut terungkap saat Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri menanyakan asal-muasal uang pemberian terdakwa Adi Putra. Setelah mengetahui cara pemberian uang total Rp2,3 miliar, hakim menanyakan penggunaan uang tersebut.
"Uang sebanyak itu dipakai untuk apa?" tanya hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, (18/12/2017).
"Untuk kegiatan sosial. Buat yatim piatu, rumah sakit. Intinya berkaitan dengan kegiatan sosial," jawab Tonny.
Majelis hakim pun meminta Tonny merinci aliran dana tersebut. Tonny mengaku, uang untuk kegiatan sosial diberikan untuk pembangunan gereja dan sekolah di Papua, biaya rumah sakit stafnya di Kemenhub, dan memberikan untuk yatim piatu.
Selain kegiatan sosial, Tonny mengaku memberikan uang kepada sejumlah anak buahnya. Ia mengaku ada dua nama mantan anak buahnya yang menerima dana tersebut yakni Siti Rahmadia, mantan anak buahnya di Pelabuhan Tanjung Selor sekitar Rp20-30 juta; Isyani Aisyah, mantan anak buahnya di Surabaya sebesar Rp10 juta.
Selain anak buah, ia juga menyerahkan uang kepada Anisa Rahmadaniya, customer Samsung sekitar Rp20 juta. Saat itu, kata dia, Anisa menawarkan sebuah produk telepon genggam baru.
"Kemudian untuk ajudan saya, Widarso, seorang customer Sulistyawati Rp20 juta, keponakan saya Tesa Amilia Rp5 juta untuk kebutuhan kuliah, dan Andre Rahmawan untuk kegiatan yatim piatu sebesar Rp20 juta," ucapnya.
Dari bagi-bagi uang ke sejumlah pihak dan kegiatan sosial itu, kata dia, uang pemberian Adi Putra tersisa setengah. Ia mengaku uang tersebut tidak digunakan untuk kepentingan pribadi.
"Sisanya Rp1,17 miliar yang ada di rekening," ujar dia.
Mantan Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono mengaku menerima aliran dana hingga Rp2,3 miliar dari terdakwa suap perizinan Dirjen Hubla sekaligus Komisaris PT Adiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan. Uang tersebut diterima oleh Tonny selama bertahap selama menjadi Dirjen Perhubungan Laut.
Awalnya, Tonny dan Adi berkenalan sejak 2015 saat Adi juga mengikuti sejumlah proyek di Kementerian Perhubungan. Saat itu Adi mengenalkan diri sebagai Yongki kepada Tonny yang waktu itu menjabat sebagai Direktur Kepelabuhanan dan Pengerukan Dirjen Hubla.
"Setelah 2015, hilang dia. Pada saat saya diangkat menjadi Dirjen tahun 2016, dia baru datang kembali," ungkap Tonny saat bersaksi untuk terdakwa Adi Putra di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (18/12/2017).
Setelah bertemu kembali di tahun 2016, Adi sempat menitipkan sebuah buku tabungan Joko Prabowo, kartu ATM, dan nomor identifikasi personal (Personal Identification Number/ PIN). Dalam tabungan tersebut sudah berisi uang ratusan juta.
"Pak Tonny ini ada ATM, buku tabungan 300 juta untuk keperluan operasional," ujar Tonny menirukan ucapan Adi.
Namun, Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri menggali lebih lanjut keterangan Tonny. Ia menemukan indikasi ketidaksinkronan keterangan Tony dalam BAP. Hakim Zuhri langsung mengonfirmasi kembali keterangan Tonny dalam BAP.
"Di BAP, terdakwa bilang, "Ini untuk keperluan Bapak, karena Bapak sudah mengajari saya jadi pemenang tender', betul seperti itu?" tanya hakim.
"Siap," ujar Tonny menjawab pertanyaan hakim.
Seingat Tonny, Adi menginformasikan telah mengirim uang 4 kali untuknya via rekening Mandiri. Namun, sepengetahuan Tonny, ada delapan kali transaksi yang masuk ke rekening tersebut.
"Masing-masing tujuh kali sebesar Rp300 juta, dan satu kali Rp200 juta," tegasnya.
Hakim Zuhri kemudian mempertanyakan apakah pemberian uang dari Adi Putra merupakan sebuah kewajaran. Apalagi, pemberian uang itu berkaitan dengan jabatan yang ia pegang saat itu. Setelah ditanya hakim, ia mengaku hal tersebut bukan lah hal wajar. Ia pun mengaku bersalah tidak melaporkan kepada KPK terkait uang miliaran tersebut.
"Itu kesalahan saya. Saya tidak pernah lapor," jawab Tonny.
Adi Putra Kurniawan didakwa memberikan uang sejumlah Rp2,3 miliar kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono.
Suap tersebut diberikan terkait Proyek Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Pulau Pisau Kalimantan Tengah tahun anggaran 2016 dan Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur tahun anggaran 2016.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri