Menuju konten utama

Tolak UU Ciptaker, Mahasiswa Duduki Ruang Paripurna DPRD Sulbar

Massa pemuda dan mahasiswa yang menolak UU Ciptaker ini mengepung dan menduduki ruang paripurna DPRD Sulbar.

Tolak UU Ciptaker, Mahasiswa Duduki Ruang Paripurna DPRD Sulbar
Aliansi pemuda dan mahasiswa menduduki ruang paripurna DPRD Provinsi Sulawesi Barat, Senin (12/10/2020) terkait penolakan Undang-undang (UU) Cipta Kerja yang telah disahkan DPR. ANTARA Foto/M Faisal Hanapi

tirto.id - Aliansi pemuda dan mahasiswa menduduki ruang paripurna DPRD Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar). Mereka menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan DPR RI dan pemerintah pada 5 Oktober lalu.

Ratusan aliansi pemuda ini terdriri dari Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Kota Mamuju, PMII cabang Mamuju, dan HMI Cabang Mamuju serta sejumlah lembaga kemahasiswaan dari berbagai kampus di Mamuju. Mereka melakukan aksi unjuk rasa meminta UU Cipta Kerja dicabut di Mamuju, Senin (12/10/2020).

Dalam aksinya massa pemuda dan mahasiswa tersebut melakukan konvoi dari pendopo lapangan Ahmad Kirang Mamuju menuju kantor DPRD Provinsi Sulbar.

Massa pemuda dan mahasiswa tersebut kemudian mengepung dan menduduki ruang paripurna DPRD Sulbar. Massa tersebut kemudian diterima Ketua DPRD Sulbar, Suraida Suhardi Duka untuk berdialog.

Ketua FPPI Mamuju Muhammad Suyuti mengatakan FPPI Mamuju telah melakukan kajian, membaca, mencermati, dan menelaah substansi dari pada UU Cipta Kerja.

Menurut dia, UU tersebut dianggap tidak berpihak kepada masyarakat dan hanya menguntungkan pemodal dan pengusaha, sehingga UU tersebut harus dicabut dan dibatalkan pemerintah bersama DPR.

“Aksi yang kami lakukan berjalan damai dan tertib dan tidak melakukan aksi anarkis yang dapat mencederai demokrasi, dan apa yang menjadi tuntutan kami adalah kepentingan masyarakat bangsa dan negara," kata dia.

Sementara itu, Ketua DPRD Sulbar Suraida Suhardi Duka juga menyatakan pihaknya juga menolak disahkannya UU Cipta Kerja dan meminta agar dibatalkan.

“Masyarakat menolak UU Omnibus Law yang telah disahkan DPR, karena menimbulkan aksi unjuk rasa di mana-mana, ditolak masyarakat luas, sehingga kami juga meminta agar pemerintah mengganti UU Omnibus Law dengan peraturan pengganti Undang-undang (Perppu)," kata Suraida.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Editor: Abdul Aziz