Menuju konten utama

TNI Masuk Kementerian, ORI: Kami Tekankan Potensi Maladministrasi

Ombudsman RI menanggapi pernyataan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang mempertanyakan pihak-pihak yang keberatan dengan wacana TNI menduduki jabatan di kementerian.

TNI Masuk Kementerian, ORI: Kami Tekankan Potensi Maladministrasi

tirto.id - Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu merespons terkait pernyataan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang mempertanyakan siapa saja pihak-pihak yang keberatan dengan wacana TNI menduduki jabatan sipil.

Ninik menegaskan, Ombudsman tidak menekankan keberatan atau tidak, tetapi pada potensi maladministrasi dalam upaya pemerintah menempatkan kembali perwira TNI di jabatan publik.

"Ini hanya peringatan dini saja jangan sampai tujuan yang baik tadi itu lalu melakukan maladministrasi di prosesnya karena kan di Undang-Undang TNI itu sudah sangat clear bahwa TNI sesuai pasal 5 sebagai alat negara di bidang pertahanan," tegas Ninik kepada Tirto, Jumat (22/2/2019) malam.

Sebagai informasi, pemerintah terus menggulirkan rencana penempatan perwira TNI di institusi pemerintahan. Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan menyebut, salah satu alasan penempatan prajurit TNI di sipil penting karena sipil tidak sepenuhnya punya pengalaman dibandingkan TNI.

Ia menganalogikan penempatan sipil di pos kemaritiman bisa kurang berpengalaman dibanding prajurit TNI AL.

Bahkan Ninik menyinggung status Luhut sebagai purnawirawan TNI kompeten menduduki kursi Menkopolhukam di masa lalu. Luhut pun sempat bertanya apakah ada pihak yang keberatan dengan wacana kebijakan pemerintah tentang penempatan prajurit TNI di jabatan sipil.

Ninik mengingatkan, prajurit TNI tidak diperkenankan untuk terlibat dalam kegiatan menjadi anggota parpol, kegiatan politik praktis, kegiatan bisnis dan kegiatan untuk menjadi anggota legislatif dalam pemilu dan jabatan politik lainnya.

Hal itu diatur dalam pasal 39 UU TNI. Kalau pun duduk di jabatan sipil, prajurit TNI hanya boleh duduk di jabatan di kementerian tertentu sesuai pasal 47 UU TNI seperti Menkopolhukam, Kemenhan, Lemhanas, atau Mahkamah Agung. Penempatan pun bukan atas perintah Panglima TNI, tetapi atas permintaan instansi terkait.

"Jadi nggak bisa juga seenak-enaknya lalu pokoknya kita banyak, kita pinter lalu kita tempatkan di situ. Ini kan ada aturan undang-undangnya. Kan gak bisa nabrak gitu dong?" kata Ninik.

Selain itu, UU Aparatur Sipil Negara pasal 148 juga menutup langkah TNI untuk menduduki jabatan sipil. Apabila prajurit ingin aktif duduk di kursi sipil, mereka harus mundur dari instansi militer. Kemudian, mereka harus mengikuti seleksi seperti pegawai sipil. Jika gagal, prajurit tersebut tidak bisa kembali ke instansinya.

Ninik menegaskan, pemerintah harus merevisi UU TNI. Namun, revisi tersebut harus dengan rapat bersama DPR sesuai undang-undang 12 tahun 2011. Pemerintah tidak bisa hanya sebatas rapat koordinasi tingkat kementerian dan langsung menyatakan sepakat tanpa persetujuan DPR. Namun, sepengetahuan Ninik, pembahasan mandek sehingga TNI tidak bisa asal menempatkan personel pada jabatan sipil.

"Jadi tidak bisa pokoknya panglima merasa kita punya perwira yang bagus-bagus lalu kita tempatkan begitu. Ya undang-undangnya bunyinya seperti ini. Suka tidak suka mau tidak mau harus berpijak pada pasal 5 ini," kata Ninik.

Ninik mengatakan, Ombudsman tengah melakukan penelaahan terkait indikasi maladministrasi dalam wacana penempatan TNI di jabatan sipil. Sesuai dengan tugas Ombudsman dari sisi pencegahan potensi maladministrasi. Mereka akan mendengar keterangan dari pihak TNI dan Kemenhan serta masyarakat yang menaruh perhatian pada wacana ini.

"Makanya perlu ini sebagai langkah awal nanti Ombudsman sendiri melakukan pendalaman baru hasilnya akan kita sampaikan," kata Ninik.

Baca juga artikel terkait DWIFUNGSI TNI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri