Menuju konten utama

TKN Jokowi-Ma'ruf Desak Bareskrim Usut Situsweb Jurdil2019.org

TKN mendesak polisi agar segera memproses laporan terkait hoaks quick count dari situsweb jurdil2019.org.

TKN Jokowi-Ma'ruf Desak Bareskrim Usut Situsweb Jurdil2019.org
Warga mengakses Sistem Informasi Penghitungan Suara (SITUNG) Pemilu 2019 menggunakan gadget android di Tulungagung, Jawa Timur, Kamis (18/4/2019). KPU RI menggunakan aplikasi SITUNG Pemilu 2019 yang bisa diakses di laman www.pemilu2019.kpu.go.id, dengan tujuan mempercepat informasi hasil perhitungan riil sementara berdasar hasil pindai form C-1 resmi dari semua TPS di seluruh Indonesia maupun PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negeri) dan bisa langsung diakses masyarakat, parpol, caleg maupun paslon presiden/wakil presiden yang berkontestasi di Pemilu 2019. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko/pd.

tirto.id - Wakil Direktur Hukum dan Advokasi TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, Pasang Haro Rajagukguk agar polisi segera menindakan orang di balik situsweb Jurdil2019.org menyatakan penyebaran hoaks perihal hasil quick count Pilpres 2019.

"Lembaga itu tidak punya kewenangan dan tidak punya legalitas untuk melakukan quick count. Kami anggap itu bisa meresahkan masyarakat karena izinnya dia tidak terdaftar di Komisi Pemilihan Umum dan Mahkamah Konstitusi," ujar Haro di kantor Bareskrim Mabes Polri, Senin (22/4/2019).

Lembaga ini tak terdaftar sebagai penyelenggara quick count pada KPU, lanjut dia, telah menyalahi aturan. Haro berharap polisi segera memproses laporan mereka.

Situs Jurdil2019.org telah diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika atas permintaan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin mengatakan, situsweb ini dianggap menyalahgunakan izin yang diberikan Bawaslu sebagai lembaga pemantau pemilu, namun justru turut mempublikasikan hasil hitung cepat Pilpres 2019.

Situsweb Jurdil2019.org ini mendaftarkan sebagai lembaga pemantau pemilu atas nama PT Prawedanet Aliansi Teknologi dengan meminta 27 tanda pengenal untuk melakukan pemantauan pemilu.

"Jumlah ID card yang dimintakan adalah 27 ID artinya doa punya 27 orang plus tujuh data yang penyebarannya di Jabodetabek dan satu di London, itu berdasarkan sisi sebaran pemantau yang didaftarkan ke kami," jelas Afif di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2019).

Ia juga mengatakan, situsweb ini terbukti melakukan kesalahan sebagai lembaga pemantau pemilu yaitu menampilkan aktivitas hitung cepat. Semestinya, kata dia, hal ini harus mendapatkan izin dari KPU.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali