tirto.id - Hipertensi menjadi penyakit penyerta (komorbid) dengan persentase tertinggi untuk kasus konfirmasi (positif) dan kasus meninggal karena pengaruh COVID-19. Hipertensi tidak dapat disembuhkan, tetapi masih dapat dikendalikan.
Berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19 hingga Jumat (16/10/2020) terdapat total 353.461 kasus virus Corona yang terkonfirmasi di seluruh Indonesia. Kasus COVID-19 ini meliputi 500 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Jumlah kasus aktif Corona tercatat 63.750 orang (18 persen dari terkonfirmasi). Sementara itu, kasus meninggal karena pengaruh COVID-19 mencapai 12.347 orang (3,5 persen). Total kasus sembuh ada 277.544 orang (78,5 persen).
Jika melihat berdasarkan faktor umur, dalam kasus meninggal karena pengaruh COVID-19, yang tertinggi adalah usia 60 tahun atau lebih (42,5 persen), diikuti usia 46-59 tahun (38,8 persen), 31-45 tahun (13,3 persen), 19-30 tahun (3,7 persen), 6-18 tahun (0,9 persen), dan 0-5 tahun (0,8 persen).
Sementara itu, untuk data kasus meninggal karena pengaruh COVID-19 berdasarkan kondisi penyerta, hipertensi adalah yang paling banyak (13,1 persen), diikuti diabetes melitus (11,9 persen), penyakit jantung (7,7 persen), penyakit ginjal (3,3 persen), penyakit paru obstruktif kronis (2,5 persen).
Hipertensi Komorbid dengan Persentase Tertinggi
Data di atas menunjukkan adanya korelasi antara faktor umur dengan tingkat penularan COVID-19 dan risiko kematian. Kaum lansia lebih rentan tertular virus Corona, dan punya risiko lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk dengan kategori umur di bawah mereka.
Terkait pasien yang memiliki komorbid --yang juga masuk kelompok rentan dalam pandemi COVID-19---, hipertensi adalah kondisi penyerta dengan persentase tertinggi, baik itu kasus konfirmasi positif (50,2 persen). maupun kasus meninggal karena pengaruh Corona (13,1 persen).
Ini senada dengan yang disampaikan oleh Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo. Dikutip laman Covid19.go.id, ia menyebutkan, "kematian lansia dan komorbid mencapai 80% sampai 85%. Sebuah angka yang sangat tinggi sekali. [...] Jangan menunggu parah. Lebih cepat penanganan akan lebih baik."
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakti Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie, MD, M.H.Kes, hipertensi merupakan penyakit katastropik yang tidak dapat disembuhkan. Meskipun demkian, hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko.
“Hipertensi sangat mungkin dicegah dengan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat, terutama di masa pandemi ini kita harus berhati-hati dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Untuk itu pandemi COVID-19 ini bisa kita jadikan sebagai momentum untuk membudayakan gaya hidup sehat,” tutur Cut Putri Arianie dikutip laman Kementerian Kesehatan (Kemkes).
Langkah Mencegah & Mengendalikan Hipertensi
Cut Putri Arianie menyebutkan, semakin tinggi umur seseorang, semakin besar kemungkinan ia terkena hipertensi. Hal ini penting diketahui terutama oleh seseorang dengan rentang usia di atas 40 tahun dan memiliki tekanan darah normal-tinggi.
"Tekanan normal-tinggi 37% mengalami hipertensi dalam jangka waktu 4 tahun ke depan,” terangnya.
Terdapat langkah-langkah untuk mencegah atau mengendalikan hipertensi sebagai berikut.
1. Menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Penerapan PHBS ini dapat meliputi pengukuran tekanan darah secara teratur. Selain itu, penting pula untuk memastikan makanan yang disantap sehari-hari tetap sehat. Misalnya dengan membatasi konsumsi gula, garam, hingga lemak. Terkait makanan ini, perlu pula memperbanyak makan buah dan sayur.
Terkait aktivitas sehari-hari, penerapan PHBS dapat dilakukan dengan meluangkan waktu 30 menit untuk bergerak aktif dalam sehari, misalnya berjalan cepat, jogging, bersepeda, atau berenang. Waktu 30 menit itu dapat pula dibagi dengan berlatih 10 menit pada pagi hari, 10 menit pada siang hari, dan 10 menit sore hari.
2. Mengukur Tekanan Darah Secara Rutin
Kesadaran diri untuk mengecek kesehatan secara rutin juga penting. Orang-orang yang punya faktor risiko perlu untuk mengukur tekanan darah sebulan sekali.
Sementara itu, orang sehat tetap perlu melakukan pengecekan ini, meski dengan waktu yang dapat lebih longgar, minimal sekali dalam rentang 6 bulan hingga 1 tahun. Jika kemudian perlu tindak lanjut, dapat segara menuju fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Deteksi dini mengukur tekanan darah ini jadi kunci untuk pencegahan dan pengendalian hipertensi. Monitoring kesehatan masyarakat sendiri sudah digalakan melalui Pos Binaan Terpadu (Posbindu)
Penularan virus COVID-19 dapat diminimalisasi dengan tertib menerapkan protokol kesehatan. Jangan lupa selalu #ingatpesanibu dan menerapkan 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, serta menjaga jarak dan menghindari kerumunan.
-----------------
Artikel ini diterbitkan atas kerja sama Tirto.id dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Editor: Agung DH