tirto.id - Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) Irjen Lotharia Latif akan mengirimkan tim khusus untuk mengungkap kasus meninggalnya Arkin, seorang tahanan di sel Polsek Katikutana, Sumba Barat, pada Kamis (9/12) lalu.
"Saya sudah kirim tim ke sana (Sumba Barat) untuk memeriksa empat orang anggota yang diduga menganiaya korban," kata Latif kepada wartawan di Kupang, Senin (13/12/2021) dilansir dari Antara.
Tim yang dikirim ke Sumba Barat, ujarnya, antara lain Itwasda Polda NTT dan Kabid Propam Polda NTT. Mereka akan melakukan pemeriksaan terhadap empat anggota polisi yang diduga menganiaya tahanan hingga tewas.
"Empat orang yang diamankan ini akan diminta pertanggungjawaban, kami akan lakukan pemeriksaan secara utuh. Apabila anggota ini melakukan pelanggaran baik SOP maupun protap di luar ketentuan pasti akan saya tindak tegas," katanya.
Latif mengatakan bahwa dirinya sudah sering menyampaikan kepada seluruh anggota agar melaksanakan proses penyidikan secara humanis, menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), dan tidak melakukan kekerasan.
"Jangan sampai penyidik melakukan tugas malah dia yang nantinya menjadi tersangka karena melakukan pelanggaran hukum," jelasnya.
Terkait informasi yang mengatakan bahwa adanya penembakan, Latif menyerahkan langsung kepada tim ahli atau dokter yang untuk menjelaskannya.
“Nanti ahlinya [dokter] yang akan mengatakan, tentunya berdasarkan dari hasil visum," tambahnya.
Kejadian ini tentu saja menambah daftar brutalitas yang dilakukan aparat kepolisian terhadap warga sipil. Ini tentu bertolak belakang dengan janji Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yang akan menampilkan wajah polri yang tegas, tapi humanis.
“Apa yang menjadi harapan masyarakat terhadap Polri tentunya bagaimana menampilkan Polri yang tegas namun humanis, bagaimana menampilkan Polri yang mampu memberikan pelayanan publik yang baik, bagaimana kita memberikan pelayanan secara transparan, dan bagaimana kita mampu memberikan penegakan hukum secara berkeadilan. Ini tentunya menjadi tugas kami ke depan,” kata Sigit usai dilantik Jokowi.
KontraS, salah satu lembaga swadaya masyarakat bidang HAM, mencatat 19 dari 29 aksi kekerasan dilakukan polisi untuk membubarkan massa selama PPKM dan PSBB per 26 Juli 2021. Dari 19 kasus, 10 kasus adalah penangkapan sewenang-wenang dan 364 orang menjadi korban penangkapan sewenang-wenang.
Angka kekerasan yang dilakukan kepolisian berdasarkan catatan KontraS di luar penanganan COVID pun besar. Data yang KontraS himpun sejak Juni 2020 – Mei 2021 menunjukkan realitas suram, yaitu terdapat 651 kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota polisi terhadap masyarakat sipil.
KontraS juga menemukan berbagai keberulangan pola kekerasan seperti maraknya penggunaan senjata api yang tidak sesuai prosedur dan dominasi kekerasan yang terjadi di tingkat Polres.
Berdasarkan data 651 kasus kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, KontraS menemukan mayoritas kasus kekerasan terjadi di tingkat Polres dengan total 399 kasus. Pada tingkatan Polda terdapat 135 kasus dan 117 kasus ditingkatan Polsek.
Di Hari Ham Sedunia pada 10 Desember 2021 pekan lalu, Komnas HAM mencatat masih banyak aparat yang melakukan kekerasan kepada masyarakat.
Taufan lantas meminta agar pemerintah meratifikasi sejumlah protokol tambahan tentang penyiksaan sebagai upaya memperkuat komitmen Indonesia dalam mencegah penyiksaan. Di sisi lain, publik juga perlu mendukung langkah aparat yang mulai mencegah aksi penyiksaan kepada masyarakat.