tirto.id - Tim Advokasi Novel Baswedan menyoroti kejanggalan yang terjadi dalam persidangan terdakwa penyerangan penyidik senior KPK tersebut. Persidangan tersebut dinilai belum mampu menggali fakta dalam kasus yang terjadi pada 2017.
Perwakilan Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana yang juga peneliti ICW menilai Jaksa Penuntut Umum seolah tak berpihak pada korban dan berbalik seolah membela kedua terdakwa.
"Dalam dakwaan JPU menilai kasus penyiraman air keras Novel Baswedan hanya pidana biasa. Tidak ada kaitannya dengan kerja-kerja pemberantasan korupsi," ujarnya dalam keterangan yang diterima tirto, Senin (11/5/2020).
Menurutnya, hal itu bertentangan dengan hasil Tim Pencari Fakta Polri yang menyebutkan penyerangan Novel berkaitan dengan kasus-kasus korupsi besar yang sedang ditangani korban.
JPU juga tidak menggali informasi perihal dalang yang mengendalikan kedua terdakwa untuk menyerang Novel. Padahal Komnas HAM dan TPF Polri sempat mengindikasikan adanya aktor intelektual dibalik serangan tersebut.
Selain JPU, menurut Kurnia, peranan Majelis Hakim cenderung pasif dan tidak mencari kebenaran secara objektif. Hakim tidak menggali rangkaian peristiwa secara utuh. Hakim hanya berkutat pada hari kejadian penyerangan 11 April 2017.
"Namun tidak menggali informasi lebih jauh terkait informasi saksi yang telah disebutterkait nama dan peristiwa yang berkaitan dengan penyerangan," ujarnya.
Kejanggalan lainnya menurut Kurnia ialah pendampingan hukum untuk kedua terdakwa yang dilakukan oleh kuasa hukum Polri. Sementara kedua terdakwa merupakan anggota aktif Polri. Hal ini berpotensi konflik kepentingan.
Serta Tim Advokasi Novel menduga adanya upaya menarik jauh dari substansi kasus dalam persidangan. Semisal dengan menggaburkan faktar air yang digunakan menyerang Novel ialah air aki bukan air keras; membahas kembali kasus kriminalisasi Novel; dugaan penghilangan berkas BAP saksi kunci oleh jaksa; alat bukti CCTV yang tidak diindahkan.
Oleh sebab itu Kurnia meminta agar Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, beserta Ombudsman RI untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya persidangan agar tercipta profesionalitas di dalamnya.
Pada persidangan 30 April 2020 di PN Jakarta Utara, Novel Baswedan sempat menegaskan bahwa penyerangan dirinya bukan atas persoalan pribadi. Hal itu didasari bahwa Novel tidak mengenal kedua terdakwa saat masih bertugas di kepolisian.
"Saya tidak pernah bertemu dan berkomunikasi, tidak pernah ada hubungan kedinasan, apalagi pribadi. Saya tidak pernah tau sosok keduanya," ujar Novel saat menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (30/4/2020).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri