tirto.id - Tiga organisasi buruh resmi menggugat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang amnesti pajak di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan tersebut didasarkan pada ketidakadilan UU Amnesti Pajak yang mengakibatkan para pengusaha pengemplang pajak diampuni hukumannya. Hal ini menciderai rasa keadilan buruh yang selama ini patuh membayar pajak.
“Tidak ada jaminan juga setelah adanya pengampunan pajak, lantas para pengusaha di masa datang akan taak membayar pajak,” ujar Basrizal selaku kuasa hukum para pemohon gugatan di Jakarta, Jumat (2/9/2016) kepada Antara.
Tiga organisasi serikat pekerja itu antara lain Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI).
"Undang-undang a quo telah melanggar hak konstitusional para pemohon karena mencederai rasa keadilan buruh sebagi pembayar pajak," kata Basrizal. Ia juga menjelaskan bahwa buruh dikenai tindakan ketat wajib pajak yang pembayarannya dilakukan para pengusaha.
Para pemohon meminta MK mengabulkan permohonan mereka dengan menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 dan Pasal 23 ayat (2) UU Amnesti Pajak tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945.
Basrizal tak lupa untuk memaparkan, berdasarkan data yang diambil dari International Labour Organization (ILO), rata-rata upah buruh di Indonesia sebesar 174 dolar AS atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam, Thailand, dan Filipina. Padahal dengan upah rendah itu, buruh masih harus membayar pajak PPH Pasal 21.
Sasar Tax Amnesti Buruh Migran
Sementara itu, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur memberi atensi khusus terhadap kelompok buruh migran asal Tulungagung dan Trenggalek sebagai sasaran program tax amnesti yang kini gencar mereka sosialisasikan.
"Memang ini agak susah ya. Katanya tidak ada (dana warga Tulungagung yang di luar negeri). Tapi faktanya devisa masuk dari sektor buruh migran setahun bisa mencapai Rp2 triliun," kata Kepala KPP Pratama Tulungagung I Ketut Jelantik di Tulungagung, Rabu (24/8/2016).
Ia berharap, warga yang menjadi buruh migran dari Tulungagung maupun Trenggalek yang jumlahnya diperkirakan mencapai puluhan ribu TKI/TKW tersebut proaktif dalam mengungkap data kekayaan pribadinya, baik yang ada di rumah, tersimpan di bank maupun terinvestasikan di luar negeri.
Menurut Ketut, data kekayaan buruh migran di luar negeri sejauh ini belum teridentifikasi. Padahal menurut Ketut, tidak menutup kemungkinan ada banyak buruh migran asal Tulungagung dan Trenggalek yang dananya masih tersimpan di bank luar negeri atau diinvestasikan di negara mereka bekerja.
Ketut menegaskan, kelompok TKI atau buruh migran menjadi sasaran program tax amnesti pajak. Harapannya, kata dia, para buruh migran atau warga negara yang di luar negeri berbondong-bondong masuk membawa dana dan investasinya ke dalam negeri.
"Sebenarnya sosialisasi dan informasi ini (tax amnesti) secara masif sudah dilakukan melalui kedutaan-kedutaan RI di luar negeri. Bahkan membuka layanan di situ, di kedutaan," pungkasnya.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan