tirto.id - Komjen Budi Gunawan (BG) sukses menjalani proses uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). BG, sapaan akrabnya, dipastikan akan segera menggantikan Sutiyoso pada Selasa depan.
Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari, meyakini bahwa BG bakal mampu mengemban tugas sebagai Kepala BIN yang memberikan informasi kepada presiden. Pada praktiknya, laporan BIN memang tidak selalu dijadikan pijakan oleh presiden.
“Soal laporannya dipakai atau tidak, itu terserah Presiden. Presiden bisa punya pertimbangan ini saya pakai, oh ini tidak saya pakai,” katanya kepada tirto.id, pada Rabu (7/9/2016).
Bagaimana kinerja Sutiyoso selama ini? Apa alasan DPR menyatakan BG layak menjadi Kepala BIN baru? Berikut wawancaranya:
Bagaimana prosedur setelah Presiden Jokowi melayangan surat pengajuan Budi Gunawan menjadi Kepala BIN di DPR?
Jadi begini, kita sudah dengarkan pembacaan surat presiden di sidang paripurna. Setelah itu, rapat pengganti Badan Musyawarah yang menyerahkan ke Komisi I DPR untuk melakukan fit and proper test terhadap Pak Budi Gunawan. Setelah fit and proper test pada Rabu 7 September, kemudian Kamis 8 September kita laporkan di sidang paripurna.
Apakah sebenarnya DPR hanya menguji atau bisa menolak nama yang disodorkan Presiden?
Tidak. Kami hanya memberikan pertimbangan untuk BIN. Itu berbeda dengan fit and proper test buat Panglima TNI. Kalau Panglima TNI, bisa diterima atau tidak oleh DPR.
Apa ukuran DPR untuk menilai BG?
Kami melihat siapapun yang dikirim oleh Presiden ke sini, kami akan lakukan fit and proper test. Tujuannya untuk melihat kapasitas, kecakapan dan integritasnya. Asumsinya yang dikirim sudah bagus. Tapi kami ingin memastikan sebagai bahan pertimbangan kepada Presiden untuk pengangkatan ini.
Yang dinilai lebih pada kecakapan beliau, kemampuan manajerial beliau untuk memimpin BIN ke depan agar menjadi BIN yang lebih tangguh. BIN yang mampu mengantisipasi ancaman, tantangan dan hambatan negara.
Apa yang menjadi fokus penilaian terhadap BG?
Kita melihat profesionalitas. Dari paparan beliau, dia ingin BIN menjadi profesional, objektif dan berintegritas. Pada intinya berfokus pada visi dan misi Pak BG.
Apa saja yang ditanyakan pada BG saat fit and proper test?
Itu kan rapat tertutup, saya tidak bisa menceritakannya.
Sudah dua kali Kepala BIN dari Polri, keduanya merupakan mantan ajudan presiden. Bagaimana Anda menilainya?
Kami tidak melihat latar belakangnya. Hal yang penting apakah dia memang punya kecakapan atau tidak. Kami melihat dari sisi profesionalitas. Saya kira tidak bermasalah soal Polri atau bukan. Polri juga punya institusi sampai ke tingkat bawah. Saya kira ini masalahnya bukan dari Polri atau tentara. Kebetulan yang dikirim ke sini latar belakangnya Polri. Kmi tidak mau terjebak pada latar belakangnya.
Kepala BIN harus orang yang dipercaya Presiden, sehingga informasi yang diberikan bisa digunakan. Bagaimana Anda melihat kedekatan Presiden Jokowi dengan BG?
Begini, tugas BIN adalah memberikan informasi kepada Presiden. Soal laporannya dipakai atau tidak, itu terserah Presiden. Presiden bisa punya pertimbangan ini saya pakai, oh ini tidak saya pakai.
Dalam kasus Arcandra Tahar, Presiden tidak meminta pendapat Kepala BIN. Apakah seharusnya Presiden harus aktif menanyakan informasi kepada BIN?
Itu mekanisme standar yang mestinya dilalui. Boleh dilaksanakan. Ini kan sudah cukup, tidak ada masalah. Saya yakin, Presiden tidak akan mengulang kejadian ini. Beliau orang pintar. Pasti belajar banyak dari kejadian lalu. Saya kenal Pak Jokowi dari muda. Jokowi orang pintar, jangan ragukan itu.
Apakah dalam fit and proper test juga menanyakan perihal kedekatan politis BG dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri?
Nggaklah. Kita bahas visi misi saja. Fokus kami soal kemampuan itu saja. Tidak bahas yang lain-lain.
Jika dibandingkan dengan BG, apa kekurangan Sutiyoso selama ini?
Pak Sutiyoso sudah bekerja dengan semaksimal mungkin. Ada banyak prestasi, di samping ada kekurangan. Enggak mungkinlah sempurna. Kekurangannya, informasi yang sudah disampaikan tapi dianggap entah kurang valid atau mungkin tidak dipercaya. Contohnya bom di Mapolresta Solo masih terjadi.
Padahal BIN sudah memberikan informasi kepada lembaga-lembaga yang memang punya otoritas untuk menangani terorisme seperti BNPT dan Densus 88. Tapi kenapa masih kecolongan juga? Padahal sebulan sebelumnya, Pak Sutiyoso sudah menyampaikan dan beri peringatan. Termasuk kasus bom Sarinah juga demikian. Katanya Pak Sutiyoso sebulan sebelumnya sudah memberikan warning.
Apa kekurangan dari kinerja Sutiyoso yang harus diperbaiki oleh BG?
Kalau secara umum, perlu perbaikan manajerial mengantisipasi tantangan BIN ke depan.
Apa tantangan intelijen kekinian?
Saya kira kita harus melihat bahwa intelijen sekarang itu harus menggunakan cara pandang berbeda dengan intelijen jaman dulu. Karena sekarang sudah era digital. Itu berbeda tantangannya. Betapapun tantangan konvensional tetap ada. Tantangan digital itu menjadi tantangan tersendiri yang harus mampu diantisipasi oleh Kepala BIN ke depan.(*)
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Kukuh Bhimo Nugroho