tirto.id - Pada 19 Juli lalu, akun Facebook bernama Dayman mengunggah sebuah video berdurasi 1:38 menit (tautan). Video tersebut menunjukkan kerumunan orang, termasuk dua orang petugas berseragam polisi, di depan sebuah jendela. Kerumunan ini tampak berusaha masuk ke sebuah kamar.
Kemudian, seseorang akhirnya membuka pintu dan orang-orang berhasil masuk ke dalam kamar tersebut. Di dalam kamar, ditemukan seorang pria dalam posisi tidur dengan memeluk guling. Pria tersebut tidak bergerak sama sekali di tengah keributan di sekitarnya dan kakinya terlihat pucat dan kaku. Ia mengenakan kaos berwarna oranye dan sarung. Di sebelah pria itu, ada dua telepon seluler (ponsel) berwarna hitam serta kabel pengisian daya yang menancap ke stop kontak.
Terdengar juga seseorang yang berseru, “Jangan sentuh, jangan sentuh!”. Polisi terlihat mengambil gambar pria tersebut dengan telepon genggamnya. Tidak ada narasi yang menjelaskan kondisi pria tersebut. Sementara itu, akun Facebook Dayman menuliskan deskripsi, “Katanya gara2 radiasi hp...”
Video ini mendapat 101 komentar, 155 reaksi, dan telah disaksikan sebanyak 165 ribu kali hingga 1 Agustus 2022. Lalu, apakah yang terjadi pada pria tersebut? Benarkah ia merupakan korban radiasi ponsel?
Penelusuran Fakta
Tirto melakukan penelusuran untuk mengetahui kebenaran narasi yang dibagikan. Kami menangkap layar salah satu key frame video dengan menghentikan video di detik 0:31, yaitu ketika pria berbaju oranye disorot oleh kamera. Kemudian kami melakukan reverse image search menggunakan tangkapan layar itu melalui Yandex.
Penelusuran kami menggunakan Yandex mengarahkan kami ke sebuah video yang diunggah pada 20 Juli 2022 di akun YouTube bernama Manggarai Sensational. Video tersebut berdurasi selama 1:43 menit dengan judul video “RIP..!! Romo Vikep Larantuka ( RD. Bernadus Bala Kerans) meninggal dunia dalam kamar”. Isi video inilah yang kemudian disebarkan oleh akun Facebook Dayman.
Kami kemudian melakukan penelusuran dengan kata kunci “Romo Vikep Larantuka” dan “Bernadus Bala Kerans” di mesin pencari Google. Pencarian kami mengarahkan ke situs berita Katolik Indonesia Sesawi.net. Melalui berita dari portal tersebut, diketahui bahwa Romo Bernadus “Edu” Bala Kerans Pr telah meninggal dunia di kamarnya pada Kamis pagi tanggal 14 Juli 2022. Ia meninggal dunia di Flores Timur, NTT.
Menurut situs yang sama, diperkirakan almarhum telah meninggal dunia sejak pagi hari. Jenazah sendiri baru ditemukan pada siang hari. Menurut seorang suster, pada Kamis pagi seharusnya Romo Edu Kerans datang ke sebuah biara untuk Perayaan Ekaristi. Namun ketika waktu sudah menunjukkan waktu misa, Romo Edu tidak kunjung tiba.
Suster tersebut bilang bahwa almarhum juga telah ditelepon berkali-kali, namun tidak merespon. Baru pada siang hari diketahui bahwa almarhum telah meninggal dunia.
Portal berita Sesawi.net juga memaparkan bahwa Romo Edu memiliki riwayat penyakit jantung. Menurut pengamatan di jaringan para dokter Katolik, almarhum memang memiliki penyakit jantung serius. Lima tahun lalu, atau pada 2017, almarhum sempat datang ke Jakarta untuk proses pemasangan ring, namun hal tersebut tidak jadi dilakukan.
Selain itu, lembaga pemeriksa fakta Tempo juga pernah mengecek informasi ini. Tempo menghubungi Kapolres Flores Timur AKBP I Gede Ngurah Joni Mahardika pada 22 Juli 2022. Beliau lalu membenarkan bahwa jenazah yang ditemukan meninggal dunia di kamar memang Romo Bernadus Bala Kerans.
“Beliau ditemukan meninggal di kamarnya pada Hari Kamis, 14 Juli 2022. Hasil pemeriksaan, penyebab kematiannya karena penyakit jantung. Romo Bernadus memang ada riwayat penyakit jantung sebelumnya,” tutur Kapolres Mahardika.
Romo Bernadus sendiri dimakamkan pada Jumat, 15 Juli 2022 di Pekuburan Para Imam Paroki Katedral Renha Rosari Larantuka.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan, tidak benar bahwa meninggalnya Romo Bernadus “Edu” Bala Kerans disebabkan oleh radiasi ponsel. Diketahui bahwa beliau meninggal karena penyakit jantung. Informasi yang disebarkan oleh akun Facebook Dayman bersifat missing context (dapat menyesatkan tanpa tambahan konteks tertentu).
Editor: Farida Susanty