tirto.id - Adakah di antara kalian yang tidak suka bau wangi?
Dari sekian banyak produk yang kita pakai sehari-hari—tidak terbatas pada parfum atau penyegar udara, melainkan juga sabun mandi, kosmetik seperti lipstik, rangkaian skincare termasuk body lotion sampai deodoran—kita biasanya akan memilih yang beraroma wangi, bukan?
Kecenderungan itu mungkin erat kaitannya dengan dampak relaksasi dari wewangian. Riset menunjukkan bahwa menghirup bau wangi dapat memberikan perasaan nyaman, menyenangkan, sampai bikin mood jadi lebih baik.
Sayangnya, menghirup wangi-wangian dalam jangka waktu lama, terutama penyegar udara atau pengharum untuk ruang tertutup, berpotensi menimbulkan dampak pada kesehatan kita.
Fenita (23) misalnya, mengaku selalu pusing saat naik taksi online yang menggunakan pengharum, "Terutama wangi jeruk yang menyengat pasti membuat kepala saya pusing dan perut terasa mual."
Keluhan Fenita tidak bisa dipisahkan dari komponen bernama ‘fragrance/ parfum’ alias zat pewangi yang terkandung dalam produk pengharum mobil tersebut.
Coba perhatikan, saat membaca daftar kandungan dalam suatu produk yang baunya wangi, kamu pasti akan menemukan komponen tersebut.
Yang jadi misteri, terbuat dari apakah pewangi ini? Betulkah diekstrak langsung dari bunga dan buah-buahan? Ataukah sebenarnya ia terbuat dari sederet komponen sintesis yang istilahnya hanya akrab di telinga pakar kimia?
Penting diketahui, selama ini formula dalam wewangian dianggap sebagai "rahasia dagang". Artinya, bahan-bahan tersebut dilindungi dari regulator atau produsen manufaktur. Padahal, siapa sangka, satu jenis bau wangi kemungkinan mengandung 50 hingga 300 zat kimia berbeda!
Pada 2018, organisasi advokasi berbasis di San Francisco, Breast Cancer Prevention Partners (BCPP), merilis laporan studi terhadap 25 produk personal care (seperti sabun, sampo, deodoran, parfum) dan 7 produk pembersih rumah tangga.
Dalam produk-produk tersebut, mereka menemukan 338 bahan kimia pewangi yang 99 di antaranya dikhawatirkan dapat mengancam kesehatan. Dengan kata lain, satu dari empat bahan kimia pewangi dapat dikaitkan dengan setidaknya satu efek kronis pada kesehatan, termasuk kanker, cacat kelahiran, dan gangguan hormon.
Efek kesehatan dari zat wangi-wangian, terutama pengharum udara, diserukan salah satunya oleh penulis dan pelatih penyembuhan trauma Gobind Vashdes.
Menurut Gobind, hidung adalah indera pertama yang muncul dalam proses evolusi kehidupan makhluk hidup, salah satunya untuk bertahan hidup.
"Saat kita mau makan sesuatu, sebelum makan kita akan mencium aroma makanan tersebut. Jika ada bau tak sedap berarti ada bakteri, maka ada yang tak beres dan kita stop untuk tidak memakannya," jelasnya.
"Contoh lain, jika di ruangan ada tikus mati, apakah kita akan menyemprot pewangi atau mencari sumbernya? Tentu lebih baik mencari sumber baunya dan menghilangkannya.”
Gobind melanjutkan, “Penggunaan pengharum yang berbahan kimia sintesis membuat hidung tidak merasakan apa-apa dan baik-baik saja, padahal ada bakteri, kelembaban yang bercampur—tidak serta merta hilang—kita menghirup keduanya, tidak sebentar, tetapi berjam-jam. Hal itu sangat bahaya."
Bagitu pula, cairan pengharum mobil akan hilang dalam 30 hari dan masuk ke paru-paru kita.
"Selama ini harum di otak kita seperti bunga yang indah, bagus. Tetapi, begitu banyak orang yang pusing karena aroma tersebut karena di dalam pengharum udara itu tidak hanya ada satu atau dua bahan kimia, bahkan ratusan kimia, dan ini beredar di produk-produk yang wangi semerbak," terang Gobind.
Pewangi di dalam pengharum udara merupakan senyawa organik yang mudah menguap—atau istilahnya volatile organic compounds (VOC). Apabila kita terpapar VOC secara terus-menerus—di dalam ruangan rumah, tempat kerja, atau kendaraan—kita berpotensi terdampak kondisi patologis akut dan kronis.
Lebih jauh diterangkan oleh dr. Erlang Samoedro, Sp.P(K), spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Paru dari RS Persahabatan Jakarta, "Dalam pengharum udara terdapat bahan sintetis kimia, formaldehid, dan VOC yang bersifat karsinogen. Zat ini dalam jangka waktu yang panjang bisa menimbulkan kanker. Kadarnya memang kecil, tetapi kalau kita pakai terus menerus, jadinya terdeposisi dalam paru-paru. Dan jika sudah menumpuk banyak, akan menimbulkan masalah."
Sesuai penjelasan dr. Erlang, penggunaan bahan kimia dalam pengharum udara awalnya memicu peradangan pada selaput lendir sehingga sensitivitas saraf pembau akan berkurang.
Menurut studi yang terbit di Journal of Xenobiotics (2023), dampak negatif bahan kimia yang ada dalam pewangi cukup signifikan terutama pada kesehatan kulit, seperti alergi, ruam, dan gatal-gatal, terlebih bagi kamu yang berkulit sensitif dan kering.
Masih dikutip dari studi di atas, zat wewangian juga dapat berdampak ke saluran pernapasan dan efek sistemik (sakit kepala, serangan asma, kesulitan bernapas, masalah kardiovaskular dan neurologis) bahkan stres di tempat kerja.
Menurut dr. Erlang, ibu hamil perlu lebih waspada, "Bagi wanita hamil, VOC yang berinteraksi dengan hormon, akan sangat berpengaruh, karena ibu hamil mengalami peningkatan hormon, sehingga bisa mempengaruhi janin.”
Penelitian dari University of Bristol terhadap bayi-bayi yang lahir pada awal 1990-an menunjukkan bahwa pemakaian sehari-hari penyegar udara dan produk aerosol selama kehamilan dapat diasosiasikan dengan potensi lebih tinggi pada bayi untuk mengalami diare, nyeri telinga, dan potensi gejala kesehatan lain, bahkan sakit kepala dan depresi pada ibu.
Selain itu, pengharum udara dan produk-produk kebersihan dengan bau wangi biasanya juga mengandung ftalat—bahan pemlastis (plasticizer)—yang diketahui dapat menghambat sistem endokrin, mekanisme pengaturan untuk menentukan distribusi hormonal dalam tubuh.
Satu studi mengungkap bahwa ibu yang selama mengandung terpapar ftalat dalam dosis tinggi berisiko melahirkan anak yang memiliki penyakit asma.
Meski begitu, risiko wangi-wangian terhadap janin dapat dibilang rendah.
“Karena dosis VOC kecil, maka resikonya rendah. Namun tetap perlu dihindari," jelas dr. Erlang.
Gobind menyarankan, sebisa mungkin kurangi penggunaan pengharum udara atau bahkan meniadakannya. Ia memberikan solusi dengan memakai produk alami, seperti pandan, biji kopi, essential oil alami untuk mengharumkan udara.
"Apa yang tidak bisa dimakan, jangan dihirup atau diletakkan di dalam tubuh," jelas Gobind.
Senada disampaikan oleh dr. Erlang. "Kadar VOC dan formaldehid di dalam kabin mobil yang kena panas sangatlah tinggi. Buka lebar-lebar jendela mobil saat masuk ke mobil selama beberapa menit sebelum menyalakan AC. Begitu pula, jika dalam ruangan tertutup, jangan sering-sering memakai pewangi ruangan. Secukupnya saja. Jika mau pakai, cari yang organik," pungkasnya.
Penulis: Daria Rani Gumulya
Editor: Sekar Kinasih