tirto.id - Kau mungkin mengenang salah satu liburan di masa lalumu secara spesial. Kau ingin kembali ke tempat itu dengan suasana serupa, kapan saja. Ingatan itu kaudekap lebih kencang ketimbang hari-hari manapun.
Kau juga mungkin familier dengan frasa "rumah adalah di mana hatimu berada". Mengenang liburanmu sebagai “rumah” tentu bisa jadi alarm keliru lantaran sifatnya sebagai pelarian sementara. Namun pada kondisi tertentu, liburan bisa jadi rumah sesungguhnya yang tak pernah ingin kautinggalkan.
Hal inilah yang dieksplorasi Colm Bairéad dalam feature film debutnya The Quiet Girl (dalam bahasa Irlandia: An Cailín Ciúin) yang dirilis pada Februari 2022 lalu.
Film ini merupakan saduran atas novella berjudul Foster karya Claire Keegan. Sebelumnya, sang sutradara menggarap beberapa film pendek dan dokumenter. Adaptasi layar lebar ini segera meraih sejumlah rekor.
The Quiet Girl kini telah menyandang predikat film berbahasa Irlandia dengan pendapatan kotor tertinggi, melampaui pemegang rekor sebelumnya Arracht (2019). Dalam urusan pengakuan khalayak sinema, ia menjadi judul peraih penghargaan terbanyak dalam Irish Film and Television Academy Awards—singkatnya, film terbaik Irlandia tahun ini.
Selaras dengan judulnya, The Quiet Girl merupakan drama coming-of-age yang tenang. Ia mengambil latar pada 1981 di pedesaan Irlandia yang hening. Itu seolah menyiratkan tak banyak yang bakal terjadi dalam narasinya. Atau, mungkinkah justru sebaliknya?
Keheningan yang Memekakkan
Dan ia selalu soal rumah. Premisnya sesederhana seorang anak mendapati “rumah” dan menemukan “orang tua” yang sama sekali berbeda dengan yang dia temui selama hidup.
Tatkala ibunya hamil lagi, Cáit (Catherine Clinch) si gadis pendiam berusia 9 tahun diantarkan untuk “liburan” ke kediaman pasangan paruh baya Cinnsealach, Eibhlín (Carrie Crowley) dan Seán (Andrew Bennett).
Sebelum itu, kita disuguhi dulu dengan beberapa hal. Sebagai pelajar, Cáit tak lancar membaca dalam bahasa Gaelic. Dia juga dijauhi anak-anak seumuran dan kerap kali menyendiri (atau bersembunyi dari orang tua kandungnya) di belukar ilalang.
Hubungan yang hangat dan akrab pun absen, baik antara dia dan saudari-saudarinya, ibu, maupun sang ayah yang ditampilkan sebagai figur pemabuk yang “sekadar hadir” di rumah.
Sang ayah ditampilkan tetap menjemput Cáit dari sekolah, tapi selalu diiringi mampir barang sebentar ke pub demi menyesap beberapa pint bir. Dan saban sosoknya hadir, anak-anaknya akan segera memutus percakapan mereka seketika dengan raut tegang—detail yang seakan meneriakkan, "Ini keluarga tak bahagia."
The Quiet Girl berjalan seperti itu, detail-detail ditampilkan dengan subtil untuk mengimplikasikan sesuatu sedang merayap di belakangnya.
Pelan-pelan, Cáit akhirnya menemukan keluarganya di tanah pertanian keluarga Cinnsealach. Sedari awal, Eibhlín menjelma figur ibu yang hangat dan penuh kasih sayang. Dia memandikan Cáit yang dekil hingga mengajaknya berkegiatan di dapur, sedangkan Seán bertahan sebagai sosok yang berjarak.
Siapa nyana, hubungan hangat dengan figur ibu itu jadi sekadar pembuka jalan untuk hubungan Cáit dan Seán sebagai figur ayah.
Keheningan selalu ditampilkan ketika keduanya berada dalam satu layar, memekikkan tensi yang tak cukup disampaikan oleh kata-kata. Sampai afeksi pun perlahan muncul dari gestur-gestur kecil Seán atau bagaimana keduanya mulai beraktivitas bersama di tanah pertanian.
Secara perlahan pula, kita akhirnya mengetahui (via kerabat yang julid) mengapa Seán mengambil sikap berjarak. Tatkala istrinya secara alami menjelma sosok ibu untuk Cáit, Seán sama sekali tak siap untuk menyayangi anak sepupunya itu sepeninggal anak kandungnya sendiri.
Sutradara Bairéad menampilkan cara menarik untuk mengeksplorasi relasi dan menyingkap keengganan membuka diri terhadap orang baru.
Cáit, misalnya, ditugaskan Seán untuk berlari mengambil surat. Tatkala larinya makin cepat, kita bisa menerimanya sebagai simbol hubungan keduanya yang kian dekat. Contoh lainnya, adegan ketika Cáit harus pulang ke rumahnya. Saat itu, kita tahu Eibhlín patah hati dan itu terpancar jelas dari raut wajahnya. Pada momen yang sama, Seán hanya beranjak dari ruangan tanpa berkata apa-apa.
Lagi-lagi, kita disuguhi gestur sederhana, bahwa dia sama patah hatinya—kalau bukan lebih.
Keheningan memang menjadi kekuatan dan diterapkan sebagai elemen pokok di sini. Di antara indah pula heningnya pedesaan dan frame gambar yang senantiasa enak dilihat, absennya dialog kerap kali lebih penting dari perkataan yang ramai.
The Quiet Girl setia terhadap gaya naratifnya, kepada keheningannya, yang mengerucut pada satu perkataan Seán kepada Cáit, "Banyak orang melewatkan kesempatan untuk tidak mengatakan apa-apa, dan kehilangan banyak karenanya."
Di antara banyaknya emosi yang tertahan nyaris sepanjang film, The Quiet Girl baru menuai bibit-bibit emosionalnya menjelang akhir kisah. Bahkan, tawa baru terdengar di pengujung film. Dan perubahan dalam sosok Cáit yang mengenakan dress manis, jauh lebih cerah dibandingkan kedatangannya.
Sementara itu, para audiens yang dibuat bersimpati terhadapnya bisa jadi mendapati perubahan lain yang tak kasat mata.
Cáit mungkin masih gadis pendiam yang sama, yang kini tampak jauh lebih hidup. Serta-merta, rumahnya yang asli terasa bukan seperti rumahnya. Dia menyeka debu dari meja makan, seperti berada di tempat yang salah.
Ending-nya apalagi. Meski dikemas tetap sederhana, ia memiliki efek tak terkira. Segala emosi yang sebelumnya tertahan itu rampung ketika Cáit melihat ayahnya dan berkata, "Daddy". Dia membenamkan kepalanya ke bahu Seán dan sekali lagi berkata, "Daddy". Seperti ledakan yang tak begitu melegakan.
Debut yang Membekas
Saya ada di golongan audiens yang tak merasakan pelepasan yang lengkap pada ending The Quiet Girl. Terlebih, setelah menemukan karakter simpatik, yang membuat kita terkoneksi, yang kekurangmujurannya bakal membuat kita terpukul.
Saya ada di sana, setidaknya sampai menemukan pernyataan Claire Keegan suatu waktu, "Aku merasa ceritanya sudah selesai dan aku merasa bahwa setiap cerita diselesaikan oleh pembacanya, bukan oleh penulisnya."
Cerita selesai cukup sampai Cáit memanggil Seán sebagai ayah dan keluarga Cinnsealach kehilangan sosok anak sekali lagi. Sutradara Colm Bairéad mereproduksi novella Keegan itu dengan presisi, tanpa ada banyak perubahan. Dia berhasil menangkap dan menerjemahkan sifat pula suasana kisah itu sebagaimana mestinya.
Di baliknya, ada fakor-faktor yang tak kalah berpengaruh. Ada kerja-kerja peran yang sangat mengesankan dari ketiga aktor dengan screentime terbanyak. Terutama Catherine Clinch, yang dalam debut aktingnya kadang bikin kita lupa kalau dia adalah anak kecil belaka, yang penasaran, penuh pertanyaan, dan tak pernah merasa memiliki rumah.
Cáit sama memesonanya tatkala berbicara maupun bungkam, meresap sempurna ke dalam cerita yang juga bertumpu pada penyampaiannya sebagai karakter utama. Maka tak berlebihan kiranya mengekspektasikan Clinch bakal memperoleh pengakuan luas di masa depan.
Tak sepenuhnya tanpa bunyi, The Quiet Girl dikawal ambiens dan komposisi musik yang minimalis dari Stephen Rennicks. Komposer yang juga terlibat dalam Room (2015) dan apiknya musik dalam Frank (2014) itu menjaga film ini tetap “hening” sekaligus tetap atmosferik.
The Quiet Girl mungkin bukan film yang cocok bagi mereka yang tak suka akan film-film lambat, tak menghendaki keheningan maupun melankolia, atau apa pun yang telah dituliskan di atas.
Namun menurut saya, kehadirannya menambah daftarfilmmaking yang menawan untuk "kisah-kisah kecil" yang sederhana lagi personal. Para penulis daftar film-film-terbaik-Irlandia agaknya mulai bisa merombak artikel mereka. Pantas juga jikamereka yang gemar membuat rangking film terbaik tahunan pusing.
The Quiet Girl juga merupakan promosi yang layak untuk Irlandia, seperti halnyaBrooklyn, The Wind That Shakes the Barley, hingga Sing Street.Tak berlebihan pula jika ia meraih pengakuan internasional sebagaimana film-film Cartoon Saloon.
The Quiet Girl sama sekali tak butuh waktu lama untuk menyampaikan drama yang membekas dengan atmosfer unik. Sebuah film yang plotnya mungkin bisa diterka dengan mudah, tapi penyampaiannya tetap mampu menggugah. Dengan kata lain, contoh storytelling yang brilian.
The Quiet Girl bisa ditonton melalui kanal IFI atau BFI Player.
Editor: Fadrik Aziz Firdausi