tirto.id - Edy Rahmayadi punya tiga jabatan yang menuntut tanggung jawab sama besar: Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), Gubernur Sumatera Utara, dan Ketua Dewan Pembina PSMS Medan.
Keteguhan Edy mempertahankan tiga jabatan itu memantik kritik warganet usai tewasnya suporter Persija (Jakmania) Haringga Sirla di tangan suporter Persib Bandung (Bobotoh) pada Minggu 23 September lalu di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA).
Pemilik akun @WinardyJoyodin1 misalnya, dengan meme dan kalimat satir mengkritik betapa ambigunya tiga posisi Edy itu.
"Ketua Pssi(Edy Rahmayadi)Memberi Teguran Kpd Pembina tim Psms Medan(Edy Rahmayadi) Soal Penyalaan Flare yg Dilakukan Oleh Suporter Di Stadion, Serta Akan Berkoordinasi Dgn Gubernur Sumut (Edy Rahmayadi) Agar Kejadian Ini tdk Terulang lagi," kicau @WinardyJoyodin1, Selasa, 25 September kemarin.
Kritik semacam itu gampang kita temui di Twitter hanya dengan mengetik "Edy rangkap jabatan" di kolom pencarian.
Rangkap jabatan Edy sebelumnya juga disinggung oleh Produser Eksekutif Kompas Petang Aiman Wicaksono dalam siaran langsung Kompas Petang, Senin (24/9/2018). Ia bertanya langsung kepada Edy, apakah dia merasa repot memimpin PSSI dan Sumut di waktu bersamaan.
Edy menolak menjawab pertanyaan tersebut. Ia malah geram.
Ia balik bertanya pada Aiman: "Apa urusan Anda mempertanyakan itu? Bukan hak Anda bertanya kepada saya," kata Edy.
Dibela Anggota Dewan
Keengganan Edy menjawab tak seperti sikap para politikus di Komisi X DPR RI, komisi yang lingkup kerjanya adalah olahraga, pendidikan, dan sejarah.
Anggota Komisi X dari Fraksi PDI Perjuangan Irine Yusiana Roba Putri berkata, dualisme jabatan Edy memang membuat koordinasi di tubuh PSSI sulit.
"Banyak kegiatan Ketum PSSI yang perlu dilakukan di Jakarta, karena banyak pemangku kepentingan berlokasi di ibu kota. Sementara Edy berada di Sumatera Utara sebagai gubernur. Ini memang menjadi kendala," ujar Irine kepada Tirto, Selasa (25/9/2018).
Akan tetapi, Irine menganggap Edy tak berarti harus mundur. Menurutnya ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Ia berkata, ada masalah kompleks yang juga akan dihadapi jika pemilihan Ketua Umum PSSI digelar secepatnya.
"Jika pemilihan lagi, siapa kandidat penggantinya? Apa solusi yang akan dibawa? Ini masalah yang kompleks, tidak sesederhana Edy harus mundur atau tidak. Kita juga harus memikirkan yang terjadi setelahnya," jelas Irine.
Tanggapan lain diberikan Ketua Komisi X DPR RI Djoko Udjianto. Politikus Partai Demokrat itu justru merasa tak ada yang bermasalah dari status Edy.
"Yang penting sepanjang itu bisa dijabat oleh beliau dua-duanya, sebagai Ketua PSSI dan gubernur, monggo saja. Kepemimpinan beliau, kan, berjalan baik sebetulnya. Enggak perlu dipermasalahkan," kata Djoko kepada Tirto.
Desakan agar Edy mundur saja dari PSSI salah satunya diutarakan Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali. Menurut Akmal, menjadi Ketua Umum PSSI bukanlah kerjaan sambilan, jabatan itu tak bisa dirangkap oleh pekerjaan lain, apalagi gubernur. Ia menilai jabatan itu sepatutnya diisi orang yang bisa fokus membenahi masalah sepak bola Indonesia.
"Ya sebaiknya [Edy Rahmayadi] melepaskan jabatan [ketua PSSI]," ujar Akmal pada Tirto, Senin (24/9/2018).
Edy Rahmayadi mulai menjabat Ketum PSSI sejak 10 November 2016. Selama memimpin itu, 10 orang suporter tewas baik di dalam maupun luar stadion. Berkali-kali Edy bilang akan melakukan sesuatu, berkali-kali pula pembunuhan terjadi.
"Akhirnya kan pusing sendiri, stres, emosional, lalu gampar orang kan. Selama tidak ada teladan dari pihak berwenang atau pemangku jabatan di PSSI, jangan berharap akar rumput akan mengubah cara berpikirnya," tambahnya.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino