tirto.id - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mendesak Kementerian Perdagangan untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Dia menilai regulasi tersebut diperlukan untuk mengantisipasi Project S Tiktok Shop yang dapat merugikan UMKM.
Terkait desakan itu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim menuturkan, saat ini aturan tersebut sedang dalam pembahasan. Dia mengungkapkan nantinya dalam Permendag tidak hanya mengatur perizinan, tetapi juga termasuk pengendalian terhadap barang-barang impor.
"Sekarang kita lagi akan merevisi Permendag nomor 50, Permendag 50 itu yang direvisi bukan hanya dalam rangka membuat izin, tetapi juga pengendalian terhadap barang-barang yang impor, bahan pokok, dan dan barang-barang konsumsi, itu kan impornya ke media sosial," kata Isy di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (7/7/2023).
Sementara itu, dia mengklaim saat ini TikTok Shop tidak didominasi produk asing. Isy menjelaskan produk yang dijajakan berasal dari industri dalam negeri.
"Yang tiktok itu sampai saat ini tidak cross border, yang dijual di tiktok shop itu adalah barang-barang yang dalam negeri jadi untuk UMKM murni sekarang.
Jadi jangan ini dulu, jangan dicampur adukkan dulu, tiktok shop itu tidak ada barang-barang yang sifatnya cross border, jadi barang-barang UKM," bebernya.
Kemudian, dia juga menuturkan pihaknya meminta agar TikTok berkantor di Jakarta. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi dan mencegah banjirnya produk-produk asing.
"Sekarang belum, tapi kita sudah memastikan, makanya tiktok diminta membuat kantor perwakilan di Jakarta," pungkasnya.
Untuk diketahui sebelumnya, MenKopUKM Teten Masduki mengklaim revisi aturan tersebut sudah diwacanakan sejak tahun lalu. Dia menilai lambannya penerbitan revisi Permendag berdampak pada redupnya bisnis UMKM akibat terdampak kebijakan PPMSE.
"KemenKop UKM telah melakukan pembahasan secara intensif dengan Kemendag, KL lain dan juga secara resmi sudah mengirimkan draft perubahan revisi Permendag Nomor 50/2020 ini kepada Kemendag, namun hingga saat ini masih belum keluar juga aturan revisinya. Ini sudah sangat urgen,” ujarnya.
Dia menjelaskan, aturan tersebut perlu dilakukan untuk mengatasi ancaman hadirnya Project S TikTok Shop. Lebih lanjut, dia menilai revisi Permendag 50 nilainya akan menjadi langkah awal untuk mengatur model bisnis social commerce. Nantinya, diperlukan aturan lebih detail mengenai pengaturan white labelling sehingga tidak merugikan UMKM di Indonesia.
Kemudian, dia juga menuturkan kebijakan tersebut juga bisa membatasi produk-produk impor masuk ke pasar digital tanah air. Terlebih, produk asing yang dijajakan di TikTok Shop dan e-commerce lain juga sudah banyak diproduksi oleh industri dalam negeri sehingga, Indonesia tidak perlu lagi mengimpor produk tersebut.
"Kita bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor mengikuti aturan main yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM," bebernya.
Untuk diketahui, Project S TikTok Shop pertama kali muncul di Inggris dan sudah dilakukan di banyak negara. Project tersebut dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara kemudian diproduksi di China.
Sementara itu, TikTok saat ini sedang didefinisikan sebagai socio-commerce bukan hanya sebagai media sosial. Karena, kata Teten TikTok adalah platform yang menyediakan fitur, menu, dan fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang (merchant) dapat mempromosikan penawaran barang atau jasa sampai dengan melakukan transaksi.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Intan Umbari Prihatin