Menuju konten utama

Terlalu Fokus Ekspansi, Musibah Kereta India Bisa Dialami RI

Indonesia wajib becermin dari musibah kereta India, di mana alokasi dana operasional sepantasnya ditingkatkan untuk minimalisasi kecelakaan.

Terlalu Fokus Ekspansi, Musibah Kereta India Bisa Dialami RI
Ilustrasi kecelakaan kereta India. tirto.id/Ecun

tirto.id - Pada 2 Juni 2023, masyarakat India berkabung setelah kecelakaan kereta api di stasiun kereta Bahanaga Bazar mengakibatkan ratusan korban cedera dan meninggal dunia. Indian Railways atau Kementerian Kereta Api India menyampaikan sampai tanggal 3 Juni 2023, terdapat 288 penumpang meninggal dunia dan lebih dari 1.000 orang mengalami cedera, dilansir FirstIndia.

Pejabat Indian Railways mengatakan kepada CNBC TV 18 bahwa kejadian ini kemungkinan disebabkan oleh sabotase atau kerusakan sistem elektronik, bukan dari kesalahan masinis ataupun malfungsi sistem. Argumen itu didukung dengan fakta bahwa di tahun sebelumnya data dari Indian Railways mencatat faktor sabotase juga pernah menyebabkan kecelakaan di Negeri Bollywood tersebut.

Sejatinya kecelakaan kereta merupakan hal yang cukup biasa terjadi di India tiap tahunnya, meski nilainya terus mencatatkan penurunan. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah kecelakaan kereta tercata menjadi hampir setengahnya, turun 45% dari 72 kecelakaan di 2017 menjadi 34 kecelakaan di 2022.

Mekanisme Kompensasi Negara

Negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas transportasi publik, sudah sewajarnya memiliki skema kompensasi apabila terjadi musibah. Di India, kompensasi akibat kecelakaan kereta api atau jalur kereta api diatur dalam Undang-Undang Kereta Api (Railway Act) Nomor 24 Tahun 1989.

Terdapat dua jenis kompensasi yang diberikan, yaitu kompensasi sukarela (ex-gratia) yang diberikan untuk membantu menutupi pengeluaran “segera” dan kompensasi final negara. Nilai kompensasi yang tercantum digunakan sebagai acuan dasar dan bisa disesuaikan.

Lebih lanjut, Menteri Kereta Api dan Perdana Menteri India menyampaikan, untuk kecelakaan awal Juni tersebut, akan memberikan santunan sukarela (ex-gratia). Bagi korban meninggal jumlahnya sebesar INR1,2 juta atau setara (Rp218,4 juta), sedangkan untuk cedera berkisar antara INR100.000 hingga INR250.000 (asumsi kurs Rp182/INR).

Kemudian untuk nilai kompensasi, pemerintah India memutuskan para korban dapat mengeklaim kompensasi sebesar INR500 ribu bagi yang meninggal (Rp91 juta) dan senilai INR100 ribu (Rp18,2 juta) bagi korban luka-luka.

Lalu berapa jumlah santunan jika kecelakaan yang sama terjadi di Indonesia?

Beda negara tentunya beda ketentuan. Dana tanggungan yang diberikan kepada penumpang korban kecelakaan kereta api diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 15 dan 16 tahun 2017. Pemberian kompensasi menjadi tanggung jawab PT Jasa Raharja.

Dari penelusuran di atas terlihat bahwa nilai santunan yang diberikan pemerintah India secara umum lebih besar dibandingkan dengan Indonesia. Misalnya, untuk korban meninggal, merujuk ketentuan pemerintah, India memberikan total bantuan hingga Rp82 juta, sementara di Ibu Pertiwi hanya sebanyak Rp50 juta.

Minimnya Anggaran Pemeliharaan

Beberapa laporan dari para ahli menduga kecelakaan ini terjadi karena kurangnya perhatian terhadap faktor keamanan atas aktivitas operasional, bukan akibat sabotase. Dikutip dari TIME, anggaran perkeretaapian sebagian besar diarahkan untuk kecepatan dan kenyamanan. Padahal realitanya, ribuan kereta api tua perlu pemeliharaan berkala, terutama dari sisi keamanan operasional.

Srinand Jha, pakar dari International Railway Journal mengatakan jalur kereta api di India seringkali terlalu padat digunakan yang berdampak pada minimnya ruang untuk pemeliharaan. Selama tahun 2021 – 2022, total penumpang kereta api di India mencapai 9,64 juta per harinya. Jumlah ini naik hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun 2020 – 2021 yang hanya 3,42 juta

Beberapa tahun terakhir, India memang lebih fokus kepada dua hal utama, yakni pembuatan kereta api cepat, modernisasi lokomotif dan revitalisasi stasiun.

Di dalam APBN India tahun 2023 – 2024, industri kereta api mendapatkan setidaknya INR2,4 triliun atau setara Rp436,8 triliun. Akan tetapi, fokus anggaran tersebut untuk aspek keamanan, telekomunikasi dan sinyal, dan pemeliharaan jalur kereta masih tergolong stagnan.

Alokasi untuk pemeliharaan jalur hanya sekitar 7,2% dan untuk telekomunikasi dan sinyal hanya 1,7%., bahkan menunjukkan tren penurunan dibanding tahun sebelumnya. Aspek penting ini justru terbengkalai dan pemerintah lebih fokus menggunakan dana anggaran untuk ekspansi.

Kondisi Serupa di Indonesia

Fokus pengembangan sektor kereta api Indonesia cenderung sama dengan apa yang dilakukan oleh India, yaitu revitalisasi stasiun dan pembangunan kereta api cepat. Di Indonesia, perbincangan perihal Kereta Api Cepat Bandung – Jakarta, MRT, LRT, menjadi topik hangat. Beberapa proyek tersebut memiliki nilai investasi hingga ratusan triliun rupiah.

Selain itu, kondisi perkeretaapian Tanah Air juga serupa dengan Negeri Bollywood, dimana mayoritas unit kereta api masih konvensional tanpa sistem proteksi kereta otomatis (automatic train protection/ATP).

"Kereta api di distrik India bagian Timur tersebut tidak memiliki Anti-collision system (sistem pencegahan kecelakaan), kenyataan ini sama seperti sistem operasi kereta api di Indonesia," ujar Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang kepada Tirto, Selasa (6/6/2023).

Kecelakaan kereta api di Indonesia memang tergolong jauh lebih sedikit daripada India. Tahun 2021, data dari Direktorat Jenderal Kereta Api Kementerian Perhubungan menunjukkan ada 13 kecelakaan kereta api, 10 diantaranya adalah kereta anjlok. Sementara di Semester 1 Tahun 2022, terjadi 4 kecelakaan kereta anjlok.

Meskipun jumlah musibah kecelakaan lebih sedikit, namun, tetap pada prinsipnya adalah keselamatan dan keamanan penumpang prioritas utama yang wajib dijamin pelaku industri kereta api, dalam hal ini PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Dilansir dari Bisnis.com, Tahun 2022 PT KAI menghadapi tantangan dana dan materiel yang berkaitan dengan pemeliharaan sarana dan prasarana.

Direktur Pengelolaan Prasarana KAI Heru Kuswanto mengungkapkan jika keselamatan perjalanan kereta api sangat bergantung dari alokasi dana Infrastructure Maintenance Operation (IMO) yang diberikan pemerintah kepada PT KAI. Akan tetapi, jumlah biaya tersebut tidak mencukupi secara keseluruhan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, sudah terdapat ketentuan yang jelas mengenai pembagian tanggung jawab antara PT KAI dan pemerintah dalam pengadaan sarana dan pemeliharaan prasarana.

PT KAI bertanggung jawab atas pengadaan sarana perkeretaapian, sedangkan pemerintah memiliki tanggung jawab dalam pemeliharaan prasarana. PT KAI tidak sepenuhnya bisa mengelola prasarana karena penentuan anggaran dilakukan oleh pemerintah berdasarkan perhitungan APBN. Apa saja yang termasuk ke prasarana? Jalur kereta api dan fasilitas operasi kereta api (sinyal telekomunikasi dan instalasi listrik) yang krusial berkontribusi terhadap keamanan pengoperasian kereta api.

Selama beberapa tahun terakhir, dana IMO tersebut cenderung stagnan dan kurang memenuhi kebutuhan yang ideal.

Meskipun dari sisi jumlah kecelakaan Indonesia jauh lebih terkendali, tetapi kondisi isu pemeliharaan kereta api menyerupai satu sama lain, yakni alokasi dana operasional dan pemeliharaan yang cenderung stagnan dan menurun. Kecelakaan yang terjadi di India ini seharusnya bisa menjadi wakeup call betapa pentingnya aspek keamanan sehingga insiden yang sama tidak akan terjadi di Tanah Air.

Baca juga artikel terkait KERETA API atau tulisan lainnya dari Arindra Ahmad Fauzan

tirto.id - Ekonomi
Kontributor: Arindra Ahmad Fauzan
Penulis: Arindra Ahmad Fauzan
Editor: Dwi Ayuningtyas