tirto.id - Terduga teroris berinisial M alias Abu Harkam berhasil dibekuk Densus 88 Antiteror pada Selasa (19/3/2019), di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Abu terendus Densus melalui media sosial.
“Dari pembicaraan melalui Facebook dan beberapa akun media sosial miliknya. itu jejak digital yang didalami oleh Densus 88 sehingga tim berhasil menemukan dia,” ujar Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Rabu (20/3/2019).
Saat diperiksa lebih lanjut oleh Densus, diketahui bahwa Abu Harkam berkomunikasi aktif dengan terduga teroris jaringan Sibolga. Dalam percakapan itu, Abu Harkam berencana menjadi pelaku tunggal (lone wolf) dengan sasaran polisidan siapapun yang menjelek-jelekkan ISIS sebagai bagian amaliyah.
“Mereka secepat mungkin melakukan amaliyah, lalu meninggal dan masuk surga,” ucap Dedi.
Dalam penangkapan itu, polisi tidak menemukan adanya senjata milik Abu Harkam. Polisi menduga dia terpapar paham radikalisme oleh kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan ISIS.
Abu Harkam masih satu jaringan dengan tujuh tersangka teroris jaringan Sibolga dan Klaten yakni Asmar Husen alias Abu Hamzah, Azmil Khair alias Ameng, Zulkarnaen Panggabean alias Ogek, Roslina alias Syuhama, Malik, Putera Syuhada alias Rinto, dan Yuliati Sri Rahayuningrum alias Khodijah.
Abu Hamzah ditangkap di Sibolga pada 13 Maret, menyusul berikutnya Ameng. Ia diduga sebagai penyandang bagi Abu Hamzah untuk meracik bom dengan bahan baku kurang lebih 300 kg. Di hari yang sama Densus membekuk Malik di Tapanuli Tengah. Malik diduga sebagai penyumbang dana teror.
Pada hari berikutnya, 14 Maret 2019, Densus menangkap Yuliati Sri Rahayuningrum alias Khodijah di Klaten, Jawa Tengah. Yuliati juga diduga berperan sebagai inisiator rencana teror di Jawa dengan mengajak Syaefuddin, Abu Hamzah, dan Putera Syuhada.
Belakangan Yuliati tewas dalam tahanan di Polda Metro Jaya, diduga karena bunuh diri. Dokter Spesialis Forensik Puslabfor Mabes Polri, Asri Megaratri Pralebda mengatakan, dalam tubuh Yuliati terdapat 85 asam klorida (HCl) yang merusak saluran pencernaan.
Ia juga mengatakan, karena ditemukan di saluran cerna, diduga asam klorida masuk ke tubuh dengan cara dimakan atau diminum. Selain itu, tim forensik belum dapat menentukan kapan cairan itu dikonsumsi Yuliati.
"Tim forensik tidak bisa menentukan kapan bahan ini dikonsumsi, tapi kami mencari tahu penyebab kematian dan prosesnya," kata Asri.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Agung DH