Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Teori Cina Masuknya Islam ke Nusantara, Tokoh, & Bukti Sejarah

Apa bukti sejarah Teori Cina masuknya Islam ke Indonesia dan siapa tokoh pencetus atau pendukungnya?

Teori Cina Masuknya Islam ke Nusantara, Tokoh, & Bukti Sejarah
Masjid Mantingan Jepara, salah satu wujud bukti pengaruh Cina-Islam di Jawa. wikimediacommons/free/Adhiansyah Ancha

tirto.id - Ada beberapa teori terkait sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia atau Nusantara. Salah satunya adalah dari Cina selain Teori Persia, Arab, Gujarat, dan India. Lantas, apa bukti sejarah teori Cina dan siapa tokoh pencetus atau pendukungnya?

Dalam sebuah orasi di Masjid Lautze, Jakarta, pada Agustus 2013, Presiden Republik Indonesia ke-3, Baharuddin Jusuf (BJ) Habibie pernah berkata, "Hadiah terbesar bangsa Cina ke Indonesia adalah agama Islam."

Pernyataan BJ Habibie yang diabadikan dalam lead artikel di laman resmi pemerintah Indonesia itu bukan omong-kosong. Teori Cina memang menjadi salah satu teori terkait sejarah masuknya agama Islam ke Nusantara.

Sejarah Relasi Islam dengan Cina

Arsip Origins milik BBC menyebutkan bahwa hubungan Cina dengan dunia Islam telah terjadi sejak era Ustman bin Affan (644-656 Masehi), khalifah pemerintahan Islam ketiga setelah wafatnya Nabi Muhammad. Silaturahmi awal dunia Arab-Cina itu terjadi pada 29 Hijriah atau tahun 650 Masehi, kurang lebih 18 tahun setelah kematian Rasulullah.

Khalifah Ustman pernah mengutus delegasi ke Cina yang dipimpin oleh Sa'ad bin Waqqas, paman dari ibunda Nabi Muhammad. Sa'ad kemudian membujuk Yung-Wei, Kaisar Cina kala itu, untuk memeluk agama Islam.

Ajakan Sa'ad berbuah kekaguman Yung-Wei terhadap dunia Islam. Sang kaisar kemudian memerintahkan pembangunan Masjid Kanton, tempat ibadah muslim pertama di Cina yang hingga kini masih kokoh berdiri dan berusia 14 abad.

Dari situlah agama Islam semakin berkembang di Cina. Maka tidak mengherankan jika di Cina banyak pemeluk Islam yang kemudian menyebarkannya ke berbagai tempat, termasuk sampai ke Nusantara atau indonesia.

Sejarah Hubungan Muslim Cina dengan Nusantara

Hubungan muslim Cina dengan Indonesia baru terjadi sekira 8 abad kemudian, ketika seorang ulama Tiongkok bernama Ma Hong Fu berkelana ke timur jauh. Kala itu, sebagian besar wilayah Nusantara, termasuk Jawa, masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan, Jawa Timur.

Di Jawa pada 1424 Masehi, Ma Hong Fu, menghadap penguasa Majapahit kala itu, yakni Wikramawardhana (1390-1428 M). Wikramawardhana adalah suami dari Kusumawardhani, putri Hayam Wuruk yang pernah membawa kejayaan Majapahit bersama Mahapatih Gajah Mada.

Sejak kunjungan Ma Hong Fu ke Majapahit, agama Islam mulai berkembang di Nusantara, khususnya di Jawa, meskipun masih di bawah bayang-bayang Hindu dan Buddha yang menjadi agama mayoritas kala itu.

Syiar Islam semakin masif dilakukan seiring berdirinya Kesultanan Demak pada pengujung abad ke-15 M sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa.

Kesultanan Demak didirikan oleh pangeran Majapahit bernama Raden Patah dengan dibantu oleh Wali Songo. Wali Songo inilah yang berperan besar menyebarkan agama Islam di Jawa atau Nusantara.

Tokoh Pendukung Teori Cina dan Bukti Sejarahnya

Hipotesis terkait pengaruh Cina dalam berkembangnya agama Islam di Nusantara atau Indonesia diungkap oleh Slamet Mujlana, seorang peneliti yang merupakan salah satu tokoh pendukung Teori Cina.

Penjelasan Slamet Muljana dituangkan dalam dalam hasil penelitiannya yangn kemudian dibukukan dengan judul Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara (2005).

Slamet Muljana mengemukakan hipotesis risetnya dengan bekal 3 sumber, yakni Serat Kendana, Babad Tanah Jawi, dan naskah dari Kelenteng Sam Po Kong yang ditulis Poortman.

Catatan penting yang dihasilkan Slamet Muljana adalah banyak masyarakat Tiongkok yang datang ke Nusantara ketika terjadi transisi di Majapahit, dari era Hindu-Buddha ke masa Islam. Hal itu kemudian berpengaruh besar dengan berkembangnya Islam di Indonesia.

Penelitian Slamet Muljana kemudian ditelusuri lebih dalam oleh Sumanto Al Qurtuby, tokoh Indonesia yang juga guru besar Antropologi di Universitas King Fahd, Arab Saudi. Sumanto Al Qurtuby memperkuat Teori Cina terkait sejarah masuknya Islam ke Nusantara.

Sumanto Al Qurtuby mengabadikan penelitiannya tersebut melalui buku berjudul Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah Atas Peranan Tionghoa Dalam Penyebaran Agama Islam Di Nusantara Abad XV dan XVI.

Dalam buku itu dijelaskan bahwa pengaruh muslim Cina di Jawa pada masa awal berkembangnya Islam tidak hanya berdasarkan kesaksian pengembara asing, sumber dari Cina, naskah lokal, maupun tradisi lisan, melainkan juga bukti-bukti artefak kebudayaan yang lekat dengan akulturasi budaya Cina, Islam, dan Jawa.

Menara Masjid Pecinaan Banten, ukiran padas di Masjid Kuno Mantingan Jepara, arsitektur keraton Cirebon beserta Taman Sunyaragi, konstruksi pintu makam Sunan Giri di Gresik, serta konstruksi Masjid Demak, terutama soko tatal penyangga masjid dan lambang kura-kura, oleh Sumanto Al Qurtuby dianggap sebagai bukti kebudayaan Islam Jawa yang dipengaruhi budaya Cina.

Sumanto Al Qurtuby juga menemukan bukti lain bahwa ada beberapa Wali Songo atau tokoh lainnya semasa yang merupakan keturunan etnis Cina. Bong Ping Nang, sebagai contoh, pada akhirnya dikenal dengan nama Sunan Bonang.

Ada pula Jin Bun yang merupakan nama Cina Raden Fatah, pendiri Kesultanan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Ibunda Raden Patah, Siu Ban Ci, yang menurut Babad Tanah Jawi diperistri oleh raja terakahir Majapahit, Brawijaya V, juga berasal dari Cina.

Masih ada lagi, Tan Go Wat atau yang kemudian dikenal dengan nama Syekh Bentong alias Kiai Bah Tong, adalah ulama yang datang ke Nusantara bersama ekspedisi Laksamana Cheng-Ho yang meninggalkan Cina pada 1416 M. Tan Go Wat adalah ayahanda Siu Ban Ci alias kakek Raden Patah.

Teori Masuknya Islam ke Indonesia

Merujuk pada buku Islam Nusantara terbitan Kemendikbud, setidaknya ada 4 teori terkait masuknya Islam ke Nusantara, yakni Teori India, Teori Arab, Teori Persia, dan Teori Cina.

Dari keempat teori tersebut, Sumanto Al Qurtuby dalam Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah Atas Peranan Tionghoa Dalam Penyebaran Agama Islam Di Nusantara Abad XV dan XVI, beranggapan bahwa Teori Arab dan Persia bisa jadi mengandung bias otentisitas.

Singkat kata, apabila bukan berasal dari Arab atau Timur Tengah, maka kesahihannya kerap dipertanyakan. Bias semacam itu membuat banyak orang lupa terhadap fakta bahwa Cina muslim juga memiliki peran besar dalam berkembangnya Islam di Indonesia masa lampau alias Nusantara.

Terlepas dari rangkaian penelitian dan perdebatan mengenai teori-teori masuknya agama Islam ke Nusantara, kajian yang dibentangkan Sumanto Al Qurtuby dan Slamet Muljana untuk memperkuat Teori Cina adalah salah satu hal penting yang menambah khazanah keilmuan sejarah Islam di Indonesia.

Baca juga artikel terkait PENDIDIKAN atau tulisan lainnya dari Rofi Ali Majid

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Rofi Ali Majid
Penulis: Rofi Ali Majid
Editor: Iswara N Raditya