tirto.id - “Kupikir, tak ada ekonomi lain, bahkan macan Asia lainnya, yang punya rekaman statistik sebaik itu: pertumbuhan cepat, tak ada pengangguran, dengan indikator-indikator sosial yang sangat baik—harapan hidup, pendidikan, masalah sandang, dan lainnya—(hanya dalam) 20 tahun pertamanya,” ungkap Linda Lim, ekonom dari Universitas Michigan kepada NPR.
Pandangan Lim ada benarnya. Singapura dikenal sebagai salah satu Empat Macan Asia (Hong Kong, Korea Selatan, dan Taiwan) karena pendapatan per kapitanya yang tinggi beberapa dekade. Periode 1975 hingga 2017, tingkat pertumbuhan PDB rata-rata Singapura sekitar 6,78 persen, prestasi yang akhirnya mengubah standard hidup penduduk Singapura.
Bagi pandangan konservatif, Singapura adalah contoh sukses cerita pasar bebas. Regulasi mereka fokus pada pajak yang rendah, sedikit pembatasan modal, dan kebijakan imigrasi liberal menjadikannya salah satu tempat paling kosmopolitan di Bumi.
Salah satu kuncinya adalah keputusan pemerintah untuk mengadopsi sistem Sovereign Welfare Fund (SWF). Deutsche Bank Research mendefinisikan SWF atau state investments funds sebuah kendaraan finansial yang dipunya oleh negara yang memiliki atau mengatur dana publik dan menginvestasikan dana-dana itu ke aset-aset yang beragam. Di Negeri Merlion itu, SWF mereka bernama Temasek, bila dilafalkan lidah berbunyi ‘temasik’.
Baca juga:Singapura Negara yang Merdeka karena Disia-siakan
Dalam buku Sovereign Wealth Funds and International Political Economy, Manda Shemirani menyebut Temasek sebagai SWF unik yang ada di dunia. Tak seperti kebanyakan SWF lain yang didanai dari uang devisa yang berlebih atau hasil ekspor sumber daya alam yang berlimpah—misalnya, Kuwait Investment Authority milik Kuwait—Temasek justru bergerak di bawah dekapan ketiak Menteri Keuangan Singapura, sebagai eksekutif yang mewakili negara.
Shemirani bahkan melihat hubungan Presiden Singapura dan manajemen Temasek sangat kuat, mengingat “Presiden adalah satu-satunya orang yang persetujuaannya dibutuhkan untuk mengganti atau mengangkat Dewan Direktur Temasek,” tulisnya. Hal ini rupanya tak terlepas dari sejarah berdirinya Singapura sebagai sebuah negara.
Baca juga: Di Balik Terpilihnya Presiden Singapura Perempuan Melayu
Pada 1965, saat baru saja merdeka, Singapura tentu saja menghadapi banyak ketidakpastian. Pengangguran adalah salah satu isu utama yang perlu dipecahkan dengan cepat agar roda ekonomi Singapura bergerak.
Masalahnya, dengan GNP per kapita kurang dari 320 dolar AS, Singapura adalah negara dunia ketiga yang miskin infrastruktur dan tentu saja keterbatasan modal kala itu. Perdagangan skala kecil merupakan andalan ekonomi dan segelintir industri yang hanya diproduksi untuk konsumsi domestik, tidak menyisakan ruang untuk investasi asing langsung. Belum lagi, ukuran geografis membuat Singapura lahir nyaris tanpa sumber daya alam, dan bergantung banyak pada sumber daya manusia.
Untuk menciptakan lapangan kerja Kawasan Industri Jurong kemudian diolah jadi daerah perkebunan. Selama periode pertumbuhan yang menarik ini, pemerintah Singapura lalu membentuk Dewan Pengembangan Ekonomi (EDB) dengan anggaran $ 100 juta. Fungsi utamanya menarik investor asing untuk menanam modal dan berbisnis di negeri kecil mereka. Di saat yang sama, sebagaimana dikutip dari situsnya, EDB juga membeli saham minoritas di berbagai perusahaan lokal.
Selama sepuluh tahun pertama setelah kemerdekaan, pemerintah Singapura mengakuisisi atau mendirikan beberapa perusahaan, seperti Keppel Corporation yang diambil alih dari Angkatan Laut Kerajaan setelah penarikan militer Inggris dari Singapura; ST Engineering yang awalnya merupakan senjata produsen yang didirikan untuk memasok Angkatan Bersenjata Singapura; dan perusahaan pelayaran Neptune Orient Lines.
Pada 1974, di masa Lee Kuan Yew, Perdana Menteri pertama Singapura, sekaligus orang yang dianggap berjasa pada perkembangan ekonomi Negeri Merlion, Temasek lahir. Super holding BUMN ini dibuat berdasarkan Undang-Undang Singapore Companies Act, yang mengamanahkan Temasek memegang dan mengelola aset yang sebelumnya dimiliki langsung oleh pemerintah Singapura.
Aturan tersebut juga mengatur status Temasek yang tepat berada di bawah pemerintah. Membuat Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan dan Industri fokus pada pembuatan kebijakan saja, sementara Temasek, yang lebih senang disebut perusahaan investasi bergerak agar roda ekonomi Singapura tetap terus bergerak ke tempat baik.
Temasek kini masuk daftar 10 SWF terbesar di dunia, bersama negara kaya lainnya yang juga punya, seperti Norwegia, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Cina, dan lainnya. Asetnya kini bahkan mencapai 275 miliar dolar Singapura atau setara 197 miliar dolar AS, per 31 Maret 2017. Temasek fokus berinvestasi di Singapura dan negara Asia sekitarnya di sektor jasa finansial, telekomunikasi dan media, teknologi, properti, agribisnis, energi dan sumber daya alam, sains, serta industri.
Di Indonesia, Temasek memiliki saham besar pada Bank Danamon. Lewat perusahaan cabangnya Singtel, Temasek juga punya saham besar di Telkomsel.
Baca juga:Cengkeraman Singapura di Indonesia
Temasek bahkan jadi pemegang sejumlah perusahaan besar lain seperti AIA Group, DBS Group, Pridential, Repsol, Alibaba Group, MediaCorp, dan lainnya. Ekspansi Temasek sudah sampai ke sejumlah negara lain selain di Asia: 12 persen di Amerika Utara; 10 persen di Eropa, Afrika, Asia Tengah, dan negara-negara Timur Tengah; dan 2 persen di Amerika Latin.
Investasi terbaru Temasek terjadi pada September kemarin sebesar 25 juta dolar untuk Integra Holding, perusahaan investasi berbasis di Israel, dan pembelian saham Creative Artst Agency (CAA) salah satu perusahaan penasihat dan manajemen hiburan serta olahraga terbesar di dunia. CAA ini pernah bekerja untuk JP Morgan Chase, Intel, IMAX, dan KPMG.
Lewat lajur investasi inilah ekonomi Singapura tetap berjalan, menghasilkan pundi-pundi yang tetap masuk ke kas negaranya, lewat roda mesin bisnis yang dilakukan Temasek.
Baca juga:Ancaman Atas Eksistensi Singapura
Selain Temasek, pemerintah Singapura sebenarnya juga punya lengan investasi lainnya, bernama Government of Singapore Investment Corporation(GIC). Ia juga sama seperti SWF yang dikelola pemerintah, tapi fungsi utamanya berinvestasi lewat cadangan mata uang asing pemerintah. GIC, pada Desember 2007, bahkan sempat membayar 9,8 miliar dolar AS untuk membeli 9 persen saham UBS, Bank Swiss.
Melalui raksasa SWF, Singapura akhirnya berhasil menyetir nakhoda perekonomian mereka dengan baik, bahkan dalam waktu singkat, untuk hitungan negara yang belum seabad merdeka. Temasek yang makin menggurita menyumbang terhadap eksistensi Singapura.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Suhendra