tirto.id - Bencana tsunami yang menerjang sejumlah pantai di Banten pada Sabtu (22/12/2018) malam membuat prihatin para pengusaha hotel yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel Republik Indonesia (PHRI).
Ketua PHRI Haryadi Sukamdani menyampaikan, seharusnya hal tersebut bisa diantisipasi mengingat Gunung Anak Krakatau merupakan gunung aktif yang letusannya berdampak pada sejumlah wilayah di sekitarnya.
Karena itu, kata Haryadi, dalam penyusunan rencana kawasan pariwisata, pertimbangan terkait mitigasi diperlukan. Bahkan, jika ada potensi tsunami berulang, maka wilayah yang berpotensi terkena dampak bencana itu harusnya dikecualikan.
Menurut Haryadi, kalau pun tempat tersebut dikhususkan untuk kawasan pariwisata, maka mitigasi bencana harus betul-betul dipersiapkan. Sehingga potensi korban jiwa dan kerugian dari bencana itu dapat diminimalisir.
“Tanjung Lesung itu dekat dengan Anak Krakatau, sensornya dari radius terdekat ke gunung tersebut harus ada. Jadi begitu ada gempa atau apapun, peringatannya bisa langsung efektif supaya ini evakuasinya bisa berlangsung cepat,” kata Haryadi.
Purnomo Siswo Prasetijo, Direktur Utama PT Banten West Java --anak usaha PT Jababeka Tbk, yang mengelola Tanjung Lesung-- mengatakan, hingga saat ini belum ada rencana relokasi beberapa cottage dan hotel yang berada di wilayah pantai yang terdampak.
Meskipun, kata Purnomo, BMKG dan beberapa instansi pemerintah yang terkait dengan kebencanaan dan geologi telah menyampaikan bahwa potensi gelombang tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau masih mungkin terjadi.
“Soal itu nanti kami akan bicarakan lagi dengan para ahli dan geolog, soal seberapa sering erupsi akan ke kawasan [Tanjung Lesung] berdampak, dia [para geolog] akan mempresentasikan,” kata dia di Menara Batavia, Jakarta Pusat, Senin (24/12/2018).
Dari 150 hektare kawasan ekonomi khusus (KEK) Tanjung Lesung yang dikelola perusahaannya, kata Purnomo, hanya sekitar 2 hektare yang terdampak parah oleh terjangan tsunami yang terjadi pada Sabtu malam.
“Kawasan yang ada hotel dan villa ini 15-20 hektare, tapi yang terdampak parah itu propertinya sekitar 2 hektar,” kata Purnomo menjelaskan.
Direktur Jenderal Cipta Karya dan Tata Ruang Kementerian PUPR, Danis Sumadilangga menyampaikan hingga saat ini belum ada pembicaraan terkait perubahan tata ruang tersebut.
Namun, kata dia, tak menutup kemungkinan bahwa perubahan itu bisa dilakukan jika dampak dari erupsi Gunung Anak Krakatau terus berulang dan berpotensi memakan korban jiwa.
“Saat ini belum ada pembicaraan tentang tata ruang. Kami masih bicara proses evakuasi dampak bencana,” kata Danis melalui pesan singkat kepada reporter Tirto.
Hal yang sama juga diungkapkan Asisten Departemen Investasi Pariwisata Kementerian Pariwisata Hengky Manurung. Menurutnya, hingga saat ini belum ada pembicaraan terkait dengan relokasi atau perubahan tata ruang di kawasan ekonomi khusus Tanjung lesung.
“Kalau Anak Krakatau ini, kan, memang sudah sering ya, erupsi. Kata BMKG baru kali ini saja terjadi. Jadi nanti lah pembicaraan itu,” kata Hengky.
Hingga saat ini, kata Hengky, pemerintah masih fokus membangun krisis center dan mengevakuasi korban tsunami di kawasan tersebut.
“Kami sudah turunkan tim ke sana untuk bangun crisis center, dan pengaduan terkait para korban,” kata Hengky.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz