tirto.id - Shalat isyraq memiliki waktu pelaksanaan lebih pendek dari shalat dhuha yang harus dikerjakan di awal waktu setelah matahari terbit
Shalat isyraq adalah shalat yang dikerjakan ketika matahari setelah terbit sekira satu tombak. Jika dikonversi ke dalam satuan waktu, kurang lebih 15 menit setelah matahari terbit.
Shalat sunah dua rakaat ini memiliki waktu terbatas dalam pelaksanaannya.
Keutamaan shalat isyraq salah satunya dari sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Beliau bersabda:
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
"Siapa yang shalat Shubuh dengan berjamaah, lalu duduk berdzikir kepada Allah sehingga matahari terbit, kemudian shalat dua rakaat, maka ia mendapatkan pahala haji dan umrah sempurna (diulang tiga kali)." (HR. Al-Tirmidzi. 971)
Berdasarkan hadis tersebut, orang yang menjalankan shalat isyraq yang sebelumnya diawali dengan shalat subuh berjamaah dan berdzikir, dia mendapatkan pahala haji dan umrah.
Namun, jika dikerjakan begitu saja tanpa melengkapi prasyarat shalat subuh berjamaah dan berdzikir, maka seseorang akan mendapatkan pahala shalat sunah saja.
Oleh sebab itu, shalat ini sebaiknya dilaksanakan secara sempurna beserta prasyaratnya untuk mendapatkan keutamaan.
Hukum shalat isyraq adalah sunah mustaqillah (anjuran tersendiri). Hal ini berbeda dengan shalat dhuha yang memiliki hukum sunah mu'akkadah atau anjuran ditekankan.
Terkait anjuran shalat dhuha, Rasulullah bersabda
"Tiga hal yang diusahakan untuk tetap dikerjakan adalah: puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat salat Dhuha, dan salat witir sebelum tidur." (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagian ulama menyamakan shalat isyraq dengan shalat dhuha karena pelaksanaan waktunya sama. Keduanya dilakukan saat matahari terbit dengan ketinggian satu tombak dan berakhir di seperempat siang.
Saat itu, matahari telah telah meninggi. Syaikh Ibnu Utsaimin berpendapat waktu tersebut sama dengan waktu shlat dhuha.
Meski demikian, perbedaan pendapat ini memiliki landasannya sendiri. Seseorang bisa mengamalkan untuk melakukan shalat isyraq tersendiri di awal waktu, atau menjadikannya sebagai bagian shalat dhuha.
Ketika melaksanakan shalat isyraq, niatnya adalah melaksanakan shalat tersebut. Niat dalam hati saja sebenarnya sudah cukup.
Namun, jika ingin melafalkannya, bisa menggunakan ucapan ini seperti dikutip dari laman NU:
أصلى سنة الإشراق ركعتين لله تعالى
"Ushalli sunnatal isyraqi rak’ataini lillahi ta’ala."
Sementara itu, bacaan surat setelah membaca surat Al Fatihah, disunahkan membaca surat Wad-Dhuha di rakaat pertama.
Untuk rakaat kedua, disunahkan membaca surat Alam Nasyrah sesuai Al Fatihah. Dengan terbatasnya waktu shalat isyraq, maka sebaiknya dilaksanakan dengan tidak memanjangkan bacaaan surat.
Tidak kalah penting dalam melaksanakan shalat isyraq adalah membaca doa. Doa berikut dapat diucapkan setelah selesai salam usai shalat isyraq:
اَللَّهُمَّ يَا نُوْرَ النُّوْرِ بِالطُّوْرِ وَكِتَابٍ مَسْطُوْرٍ فِيْ رِقٍّ مَنْشُوْرٍ وَالبَيْتِ المَعْمُوْرِ أَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَنِيْ نُوْرًا أَسْتَهْدِيْ بِهِ إِلَيْكَ وَأَدُلُّ بِهِ عَلَيْكَ وَيَصْحَبُنِيْ فِيْ حَيَاتِيْ وَبَعْدَ الْاِنْتِقَالِ مِنْ ظَلاَم مِشْكَاتِيْ وَأَسْأَلُكَ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَنَفْسِ مَا سِوَاهَا أَنْ تَجْعَلَ شَمْسَ مَعْرِفَتِكَ مُشْرِقَةً بِيْ لَا يَحْجُبُهَا غَيْمُ الْأَوْهَامِ وَلَا يَعْتَرِيْهَا كُسُوْفُ قَمَرِ الوَاحِدِيَّةِ عِنْدَ التَّمَامِ بَلْ أَدِمْ لَهَا الْإِشْرَاقَ وَالظُهُوْرَ عَلَى مَمَرِّ الْأَيَّامِ وَالدُّهُوْرِ وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتِمِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ اللهم اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِإِخْوَاِننَا فِي اللهِ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا أَجْمَعِيْنَ
"Ya Allah, Wahai Cahayanya Cahaya, dengan wasilah bukit Thur dan Kitab yang ditulis pada lembaran yang terbuka, dan dengan wasilah Baitul Ma'mur, aku memohon padamu atas cahaya yang dapat menunjukkanku kepada-Mu. Cahaya yang dapat mengiringiku hidupku dan menerangiku setelah berpindah (ke alam lain; bangkit dari kubur) dari kegelapan liang (kubur) ku. Dan aku meminta pada-Mu dengan wasilah matahari beserta cahayanya di pagi hari, dan kemuliaan yang wujud pada selain matahari, agar Engkau menjadikan matahari ma'rifat pada-Mu (yang ada padaku) bersinar menerangiku, tidak tertutup oleh mendung-mendung keraguan, tidak pula terlintasi gerhana pada rembulan kemahaesaan di kala purnama. Tapi jadikanlah padanya selalu bersinar dan selalu tampak, seiring berjalannya hari dan tahun. Dan berikanlah rahmat ta'dzim Wahai Allah kepada junjungan kami Muhammad, sang pamungkas para nabi dan rasul. Dan segala Puji hanya milik Allah tuhan penguasa alam. Ya Allah ampunilah kami, kedua Orang tua kami serta kepada saudara-saudara kami seagama seluruhnya, baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal".