tirto.id - Terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto tertawa saat dimintai tanggapan mengenai pelaporan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terhadap kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya terkait kasus dugaan pencemaran nama baik. Ia meminta publik menunggu hasil perkembangan kasus itu.
"Nanti kita lihat perkembangannya," kata Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Presiden SBY sebelumnya melaporkan Firman Wijaya ke Bareskrim Polri dengan pasal fitnah dan pencemaran nama baik dengan dugaan pelanggaran Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP juncto Pasal 27 ayat (3) Undang-undang ITE.
Kuasa hukum SBY, Ferdinand Hutahaean menduga Firman menggiring opini publik saat menyampaikan keterangan usai persidangan kasus e-KTP, Setya Novanto yang menghadirkan saksi sekaligus anggota Partai Demokrat 2009-2014 Mirwan Amir.
Dalam persidangan Novanto, Mirwan sempat menyebut bahwa dirinya telah meminta SBY yang saat itu menjabat sebagai Presiden untuk menghentikan proyek tersebut, tetapi SBY menolak.
Menanggapi hal itu, Setya Novanto terkejut dengan pernyataan Mirwan yang begitu detail menjelaskan duduk perkara kasus itu. "Saya justru kaget kok Mirwan sampaikan itu dia lebih tahu," kata Novanto.
Soal Dugaan Keterlibatan Ibas di Kasus e-KTP
Sementara terkait dengan dugaan nama Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), Anggota DPR sekaligus anak dari Presiden SBY dalam 'buku hitam' yang sering dibawa terdakwa korupsi KTP elektronik itu saat persidangan, Setya Novanto enggan berkomentar.
"Kamu kali yang ngomong," kata Novanto.
Dalam buku itu tertera sejumlah nama anggota DPR yang diduga ikut terlibat, salah satunya Ibas. Keterlibatan Ibas masih belum jelas karena Novanto maupun Firman tak mau memberi penjelasan.
Namun, mantan Ketua DPR RI itu justru menilai mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin yang lebih tahu banyak ketimbang dirinya. "Tanya Pak Nazaruddin dong," tegas Novanto.
Ketua Bidang Hukum dan Advokasi DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean sebelumnya menyangkal keterlibatan Ibas dalam proyek korupsi e-KTP. Ia merasa tidak mungkin nama Ibas dikaitkan dengan proyek yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut.
Ferdinand meyakini tulisan dalam buku catatan hitam yang juga disebut kamus kasus e-KTP itu bukan nama Ibas.
"Itu 'kan hanya tulisan yang ditebel-tebelin, kita tidak tahu itu nama Ibas atau nama siapa, bisa saja nama 'Abas', terus ditebel-tebelin, apalagi Setnov ini 'kan sekarang lagi mengejar, jadi justice collaborator ya, tentu dia akan berupaya melakukan apa saja," dalih Ferdinand.
Novanto pun enggan membeberkan nama-nama yang ada dalam 'buku hitam' yang dipegangnya sebagai alat untuk memperoleh status justice collaborator di kasus e-KTP. Menurut dia, kewenangan justice collaborator berada di tangan KPK.
"Soal JC itu kewenangan penyidik dan pimpinan saya ga ikut campur," kata Novanto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto