tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat kritik dari Lembaga Swadaya KPK Watch terkait penanganan kasus dugaan yang merintangi penyidikan dengan terdakwa Lucas.
KPK Watch memandang penanganan kasus Lucas tidak mencerminkan fakta sesuai persidangan yang ada. Namun, KPK tetap meyakini kalau dakwaan mereka terhadap Lucas telah berhasil diuraikan dalam persidangan.
Menurut KPK Watch, ada sejumlah kejanggalan dalam kasus Lucas. Pertama, KPK hanya menggunakan keterangan mantan Sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti, Dina Soraya Putranto sebagai dasar penuntutan.
Padahal, kesaksian Dina bertentangan dengan keterangan saksi-saksi lain, alat-alat bukti lain, hingga diruntuhkan oleh keterangan ahli hukum pidana dan ahli digital forensik.
Dalam persidangan, alat bukti petunjuk berupa bukti elektronik atau digital seperti percakapan via FaceTime bukan milik Lucas tapi disebut oleh banyak saksi fakta ternyata milik Jimmy alias Lie. Kemudian, alat sadap KPK dinilai tidak bisa membuktikan perbuatan Lucas.
"Makanya selama persidangan ini sampai Minggu lalu, kami melihat tuduhan KPK tidak ada alat bukti yang kuat. Jaksa tidak bisa membuktikan perbuatan Pak Lucas. Saya ingin mengutip pendapat Prof Taverne, lebih bagus membebaskan orang yang tidak bersalah dibandingkan menghukum orang yang tidak bersalah. Jadi sebaiknya majelis hakim membebaskan terdakwa Pak Lucas," ujar Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia M Yusuf Sahide melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, (19/2/2019) malam.
Selain itu, KPK Watch mengklaim, selama persidangan juga terbukti bahwa uang yang diterima beberapa orang bukan berasal dari Lucas maupun kantor hukum Lucas, namun dari Jemmy alias Lie.
Menurut Yusuf, Lucas tidak punya kepentingan apapun dengan Eddy Sindoro dan kasus yang menjerat Eddy Sindoro. Karenanya, tidak ada niat jahat Lucas untuk menghalangi atau merintangi proses penyidikan kasus Eddy Sindoro.
Yusuf pun mengklaim, fakta persidangan keterangan para saksi kunci antara lain Edy Sindoro, Michael Sindoro dan Stephen Sinarto tegas dan jelas menyatakan keterlibatan Jimmy selama pelarian Edy sindoro di luar negeri termasuk para saksi menyebut bahwa pemilik aplikasi facetime adalah milik Jimmy.
KPK Watch juga melihat dari tahap penyidikan dua alat bukti yang dipakai KPK untuk penetapan Lucas sebagai tersangka menghalang-halangi atau merintangi proses penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Eddy Sindoro tidak jelas.
"Alat-alat bukti yang dipakai KPK untuk penetapan Pak Lucas tidak jelas, tidak kuat. KPK dalam penetapan tersangka sebelumnya kan sering kali ceroboh, penetapan Pak Lucas sebagai tersangka ini adalah kesekian kali KPK ceroboh," tutur Yusuf.
KPK pun menjawab dalil terkait tidak bisa membuktikan keterlibatan Pengacara Lucas dalam pelarian Eddy Sindoro yang saat itu merupakan tersangka kasus dugaan suap pemulusan perkara di PN Jakarta Pusat.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, JPU KPK telah membuktikan peran Lucas dalam pelarian mantan bos Lippo Group tersebut. Menurut Febri, jaksa sudah menghadirkan 16 saksi dan 1 ahli khusus untuk membuktikan keterlibatan Lucas.
"Termasuk ahli digital akustik (ahli komparasi suara) untuk memastikan suara-suara pihak-pihak yang berkomunikasi terkait dengan perkara ini. Dugaan komunikasi antara Lucas dengan Eddy Sindoro serta pihak-pihak lain termasuk bukti-bukti yang diajukan di persidangan," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (19/2/2019).
Febri optimis, ahli akustik yang dihadirkan jaksa KPK mampu membuktikan kebenaran bahwa yang berkomunikasi dan menyarankan Eddy Sindoro kabur ke luar negeri adalah Lucas.
"Dalam proses penyidikan hingga persidangan juga ssudah terungkap hasilnya sangat meyakinkan, bahwa suara pembicara (terdakwa Lucas) identik dengan suara dalam rekaman penyadapan yang diajukan oleh KPK," kata Febri.
KPK, kata Febri, sudah membuktikan sangkaan Lucas tak memiliki kepentingan dalam pelarian Eddy Sindoro. Bahkan, untuk memperkuatnya, KPK memberikan rekaman sopir pribadi Lucas
"Dari bukti-bukti elektronik tersebut, JPU meyakini relasi antara Lucas dan Eddy Sindoro tersebut, dan juga pola pengurusan kasus hukum (pelarian) juga terbaca di sana," tukas Febri.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dhita Koesno