tirto.id - Seorang pemuda tiba-tiba saja tumbang, tak bernapas. Ia adalah bartender di sebuah bar di Jakarta. Namun, orang sekitar hanya berteriak histeris dan tak tahu harus berbuat apa. Beberapa di antara mereka sibuk memanggil tenaga medis terdekat. Padahal, Jakarta siang itu sedang macet-macetnya.
Saat petugas medis datang, pemuda tersebut didiagnosis henti jantung atau cardiac arrest: masalah jantung yang tak memiliki tanda-tanda sakit sebelumnya. Kondisi ini diakibatkan oleh jantung yang berhenti berdetak secara tiba-tiba karena gangguan gaya listrik pada otot jantung.
Henti jantung berbeda dengan penyakit jantung koroner atau yang lazim dikenal dengan serangan jantung. Serangan jantung merupakan kondisi fatal saat jantung tidak menerima cukup aliran oksigen dari aliran darah karena penyumbatan pembuluh darah arteri. Kondisi ini terjadi perlahan, biasanya didahului dengan sesak napas dan denyut jantung yang semakin melemah.
“Biasanya orang menyamaratakan semuanya. Tapi pada kasus henti jantung, kematiannya mendadak dan tak memiliki gejala apapun,” kata dr. Jetty Sedyawan, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah.
Baca juga:Gejala Sakit Jantung
Menurut dokter Jetty, henti jantung menyebabkan 50 persen kematian pada penderita. Selebihnya, kualitas hidupnya menurun karena kerusakan pada otak. Saat jantung berhenti berdetak, ia kehilangan kemampuan untuk memompa darah dan mengalirkan oksigen ke otak. Akibatnya, otak jadi kekurangan suplai darah dan oksigen sehingga dapat mengalami kerusakan.
Hal ini disebabkan orang sekitar korban tidak mengetahui penyelamatan pertama pada pasien henti jantung. Biasanya, mereka memilih menunggu tenaga medis untuk membantu korban.
Mungkin Anda masih ingat dengan kasus aktor sekaligus anggota DPR Adjie Massaid yang meninggal tiba-tiba setelah berolahraga. Ia diduga meninggal karena serangan jantung yang diawali dengan sakit pada dada. Adjie tiba-tiba terjatuh tak sadarkan diri dan dilarikan ke rumah sakit. Selama dua jam penanganan, nyawanya tak terselamatkan.
Baca juga:
Padahal, kematian ataupun kerusakan organ akibat henti jantung dapat dicegah. Tiga menit pertama setelah korban mengalami henti jantung adalah waktu emas mencegah kerusakan otak. Jantung dapat diberikan stimulus agar tetap berdetak. Lalu 7 menit setelahnya adalah waktu emas untuk menyelamatkan nyawa korban. Setiap 1 menit terlewat, korban kehilangan 10 persen kesempatan hidupnya.
“Di Amerika yang sudah melek pertolongan pertama pun hanya mampu menolong 17 persen korban. Di kita, kebanyakan lewat [meninggal] karena tak ada yang menolong,” ujar dokter Jetty.
Ketidakmampuan memberikan pertolongan pertama membuat korban henti jantung bergantung pada pertolongan medis. Fakta ini diungkap oleh dr. Erizon Safari, MKK, Kepala Unit Ambulans Gawat Darurat (AGD) dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Setiap bulan AGD menerima 3.500 telepon untuk menangani kondisi gawat darurat. Sebanyak 10 persennya atau 350 panggilan merupakan permintaan pertolongan jantung kritis.
“Kami harap siapa pun bisa menolong. Karena kalau nunggu respon luar apalagi siang hari saat macet-macetnya Jakarta, kami pesimis,” kata dokter Erizon.
Kondisi ini diperparah dengan kurangnya pengadaan Defibrilator Eksternal Otomatis (AED) di tempat publik. Masyarakat juga masih belum terbiasa menggunakan alat ini untuk menolong korban henti jantung. AED merupakan alat pacu jantung portabel yang dipakai untuk memperbaiki irama detak jantung karena gangguan gaya listrik.
Jika pun seseorang mengerti cara melakukan pertolongan pertama pada korban henti jantung. Permasalahan selanjutnya yang perlu diselesaikan adalah kesiapan mental penolong. Masih banyak yang berpikir, tanpa tim medis, tindakan pertolongan pada korban akan menimbulkan risiko.
“Mereka takut salah penanganan dan jadi dijerat hukum.”
Cara Menjadi Penolong Pertama
Apa hal yang pertama kali Anda lakukan saat melihat seseorang tergeletak tak sadarkan diri di jalan?
Rata-rata orang hanya akan melihat korban. Paling banter, menolong dengan memindahkan korban ke tempat aman, selebihnya menunggu bantuan dari petugas medis. Padahal, harapan hidup korban henti jantung akan meningkat ketika orang di sekitar korban melek pertolongan pertama.
Caranya adalah dengan melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung-paru: usaha untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi akibat denyut jantung berhenti mendadak.
Vani Purbayu, seorang Instructor First Aid di Paramedic Medic One menjelaskan, CPR dapat diberikan sebagai pertolongan pertama pada setiap orang yang mengalami henti napas secara tiba-tiba. Baik itu henti jantung, tenggelam, tersedak, tersambar petir, atau kecelakaan lainnya yang menyebabkan korban tak bernapas.
Baca juga:Belajar Berenang Sebelum Mati Tenggelam
Untuk melakukan CPR langkah pertama yang perlu diperhatikan penolong pertama adalah melihat situasi dan kondisi sekitar. Pastikan keamanan diri, korban, dan masyarakat sekitar terjamin.
“Hal ini penting agar si penolong tidak terkena bahaya dan malah ikut menjadi korban," katanya sambil memperagakan tindakan CPR dengan boneka peraga.
Selanjutnya, first aider harus mengecek kesadaran korban dengan mengajak bicara dan menepuk kedua pundaknya. Jika tak ada respon, mintalah bantuan orang sekitar untuk memanggil ambulans, mengambil P3K dan AED. Sementara menunggu bantuan datang, lakukan pengecekan pada napas korban. Caranya dengan mengamati pergerakan dada selama 10 detik.
Jika dada terlihat tak bergerak, maka lakukan CPR dengan menekan bagian tengah dada sebanyak 30 kali dengan cepat, kira-kira 2 kali tekanan dalam 1 detik. Kedalaman penekanan kira-kira 5 sampai 6 cm atau setengah tebal badan korban. Selingi setiap gerakan 30 penekanan dengan memberi napas buatan sebanyak 2 kali (setiap napas 1 detik). Caranya: tengadahkan kepala korban dan tutup saluran napas (hidung) dengan salah satu tangan dan tiup mulut korban.
“Cara tersebut dilakukan hingga AED atau tim medis datang,” jelas Vani.
Setelah AED datang, jantung akan dipacu ringan dengan listrik. CPR tetap dilakukan, diselingi pacuan listrik dari AED hingga jantung kembali berfungsi normal. Setelah kondisi stabil, tindakan medis lanjutan bisa dilakukan di rumah sakit terdekat.
Semua orang seharusnya bisa jadi penolong korban henti jantung, termasuk saya dan Anda.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani