tirto.id - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menilai kenaikan cukai hasil tembakau atau rokok hingga 23 persen pada tahun depan, tak hanya akan membebani masyarakat dan industri, namun juga membuat rokok ilegal semakin menjamur.
Ketua Bidang Media Center AMTI Hananto Wibisono mengatakan kenaikan cukai membuat rokok semakin tidak terjangkau bagi masyarakat. Kondisi tersebut, lanjutnya, membuat masyarakat menjadi sasaran empuk bagi rokok ilegal lantaran harganya yang lebih terjangkau.
“Semakin tinggi presentase kenaikan cukai, maka semakin kurang terjangkau. Namun faktanya, kenaikan cukai yang berlebihan menjadi stimulus pertumbuhan rokok ilegal,” ucap Hananto dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Senin (16/9/2019).
Peluang masyarakat untuk bergeser ke rokok ilegal jelas menjadi sinyal buruk bagi industri rokok yang ilegal. Bagaimanapun, industri rokok adalah salah satu penyumbang terbesar lapangan kerja di Indonesia. Menurut AMTI, lebih dari 6 juta pekerja bergantung dari industri rokok.
Jika kenaikan cukai rokok tumbuh hingga 23 persen tetap dilanjutkan, Hananto mengkhawatirkan efeknya bisa berdampak luas, mulai dari pengurangan lapangan kerja, penerimaan negara dari rokok anjlok, penyerapan bahan baku merosot dan lain sebagainya.
“Jika rokok ilegal semakin marajalela, maka semua pihak akan dirugikan, yaitu pabrikan rokok legal, para pekerjanya, serta para petani tembaku dan cengkeh. Pemerintah juga akan dirugikan karena rokok ilegal tidak membayar cukai,” ucap Hananto.
Pada Jumat (13/9/2019), Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Pertanian menggelar rapat terbatas di Istana Negara. Dalam rapat itu, tarif cukai rokok diputuskan naik 23 persen per 2020, dan harga jual eceran rokok ditaksir naik rata-rata 35 persen.
Sementara itu, Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan menyatakan kenaikan tarif cukai sangat memberatkan industri rokok. Apalagi, situasi pasar saat ini sedang lesu.
“Setoran kami ke pemerintah bisa mencapai Rp 200 triliun. Belum pernah terjadi kenaikan cukai dan harga jual eceran sebesar ini. Saya khawatir produksi akan terus turun,” ucap Henry seperti dikutip dari Antara.
Di lain pihak, Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menilai kenaikan tarif cukai pada 2020 tidak akan berdampak terhadap lapangan kerja. Dia meyakini ratusan ribu tenaga kerja di hulu dan hilir industri tembakau tetap akan dilindungi.
Heru beralasan jika kenaikan tarif cukai rokok itu akan menyasar Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM), sehingga akan membuat harga Sigaret Kreket Tangan (SKT) lebih rendah.
“Intinya pemerintah memberi perhatian kepada industri padat karya, sehingga korelasi atau implementasinya adalah SKT. Tarifnya (SKT) akan lebih rendah dari produk hasil industri pada modal (berbasis mesin),” ucap Heru dikutip dari Antara.
Mengenai rokok ilegal, Heru menjanjikan akan ada penindakan tegas dari pemerintah terhadap produsen rokok ilegal. Dengan demikian, potensi kebocoran penerimaan semakin diminimalisir sekaligus ada kepastian usaha bagi industri tembakau.
Editor: Ringkang Gumiwang