tirto.id - Pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.781 triliun dalam RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2019. Angka tersebut mengalami peningkatan dari target yang dipatok dalam APBN 2018 sebesar Rp1.424 triliun.
Guna mencapai target tersebut, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengaku telah menyiapkan sejumlah strategi, di antaranya dengan menyederhanakan registrasi dan memperluas tempat pelayanan, perluasan cakupan e-filling, serta kemudahan dalam restitusi.
“[Kebijakan] Itu dimulai pada 2018, dan pada 2019 akan tetap berjalan. Lalu ada juga strategi yang berlangsung secara rutin, seperti pelaksanaan hukum. Itu bukan sesuatu yang baru,” kata Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan saat jumpa pers di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng pada Kamis (23/8/2018).
Robert mengklaim upaya penegakan hukum yang dimaksud bakal dilakukan secara berkeadilan. Selain itu, Robert juga menjamin adanya peningkatan mutu pemeriksaan bagi wajib pajak melalui perbaikan tata kelola.
“Wajib pajak yang diperiksa tentunya akan lebih berkualitas, karena sudah ada PP [Peraturan Pemerintah]. Ini untuk meningkatkan mutu dalam menyeleksi siapa saja, karena yang dipilih itu sebelum diperiksa ada standarnya dan kriteria yang jelas,” jelas Robert.
Lebih lanjut, Robert menyebutkan bahwa pengawasan kepatuhan perpajakan akan terus dilakukan melalui sejumlah cara. Salah satunya lewat kebijakan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (automatic exchange of information/AEoI).
Untuk di lingkup perbankan dalam negeri, Robert mengatakan informasi data nasabah sedang diolah sejak akhir April 2018. Sedangkan yang terkait dengan pertukaran informasi antar negara, baru akan mulai dilakukan pada akhir September mendatang.
Kendati demikian, Robert belum bisa memastikan jumlah penerimaan yang bisa diperoleh lewat AEoI.
“Ini merupakan alat untuk menguji. Kami harap di masa tax amnesty sudah banyak yang memanfaatkan [lapor pajak]. Sehingga dari AEoI tidak terlalu banyak dampaknya, melainkan kepatuhan semakin meningkat,” ucap Robert.
Selain dari AEoI, Robert juga menekankan pada pentingnya pengawasan dan ekstensifikasi setelah tax amnesty, penanganan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) melalui pendekatan pengembangan bisnis, sinergi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, pembenahan basis data perpajakan, serta penerapan pengawasan wajib pajak berbasis risiko.
Masih dalam kesempatan yang sama, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga sempat menyampaikan strateginya dalam mendorong penerimaan. Dua sektor yang bakal terus digenjot ialah penerimaan dari cukai dan ekspor maupun impor.
“Kalau dilihat dari penerimaan, 80 persen itu datangnya dari cukai, sehingga apabila kinerja penertiban cukai bagus, maka 80 persen itu berhasil diamankan,” ungkap Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi.
Sementara terkait dengan ekspor dan impor, Heru mengungkapkan bahwa Ditjen Bea dan Cukai bakal meneruskan penertiban yang selama ini dilakukan.
“Kami tetap akan mengajak, memonitor, serta menindak kalau masih ada yang ilegal. Kerja ekstra masih akan dilakukan, terutama pada importir yang masih nakal,” ucap Heru lagi.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Dipna Videlia Putsanra